Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsir Tahlili


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an yaitu kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat insan supaya sanggup selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai umat insan harus sanggup memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an supaya sanggup menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk sanggup memahami isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir.
Ilmu tafsir berdasarkan beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu wacana tafsir Tahlili.
Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari tiruana segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya.
Beberapa ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Dan untuk lebih jelasnya wacana tafsir Tahlili akan dibahas pada belahan selanjutnya.
B.     Rumusan Masalah                                                       
1.      Apa yang dimaksud dengan tafsir Tahlili?
2.      Bagaimana  ciri-ciri dari tafsir Tahlili?
3.      Apa misal tafsir Tahlili?
4.      Apa keistimewaan dan kelemahan tafsir Tahlili?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tafsir Tahlili
Tafsir Tahlili ialah metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menandakan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[1]
            Selain itu, ada juga yang sebut  tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menandakan arti yang dikehendaki, samasukan yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur  i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menandakan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu aturan fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan isti’arah. Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya . melaluiataubersamaini demikian lantaran nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para teman bersahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan.
                Maka, tafsir tahlili ialah ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menandakan setiap ayatnya secara detail yang mencakup beberapa hal antara lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain.
            Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa lampau. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan ketiruana hal tersebut di atas dengan panjang lebar (ithnab), menyerupai Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara singkat (ijaz), menyerupai Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan (musawah), menyerupai Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad ‘Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan memakai metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing tidak sama. [2]
Para ulama sudah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’i.
1.      Tafsir Tahlili bentuk Ma’tsuri tafir bi al-Ma’tsuri (riwayat)
Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah Nabi SAW, dengan pendapat teman bersahabat Nabi SAW, dan dengan perkataan  tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir menyerupai ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, menyerupai kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahih.[3]
2.      Tafsir Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bir Ra’yi ialah cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan daypikir dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini didiberi kebebasan dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, supaya tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’an.
3.      Tafsir Tahlily Bentuk Shufi
Tafsir Shufi mulai berkembang saat ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf.  Metode bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.
Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an  dengan memakai mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan klarifikasi yang menyimpang dari pengertian tekstual yang sudah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi.
      4.    Tafsir Tahlili Bentuk Fikih
            Tafsir Fikih yaitu tafsir yang menekankan pada tinjauan aturan dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh imam-imam dari aneka macam mazhab yang tidak sama.
      5.    Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi  
            Tafsir Falsafi ialah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan memakai pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah  pendekatan yang berusaha melaksanakan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga memakai pendekatan yang berusaha menolak  teori-teori filsafat yang dianggap berperihalan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
      6.    Tafsir Tahlili Bentuk ‘Ilmi
            Tafsir ini mulai muncul akhir dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan memakai pendekatan almiah atau dengan memakai teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan tanda-tanda atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat diakungkan yaitu pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada duduk kasus yang sama.
      7.    Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab Al Ijtima’i 
            Tafsir yaitu suatu metode tafsir yang coraknya menandakan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang berkaitan pribadi dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya memakai bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar.
            Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi, ‘Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan memakai ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, teman dekat, dan tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya memakai metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir fikih yaitu tafsir yang menekankan pada tinjauan aturan dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ‘ilmu adalah tafsir yang memakai pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang menandakan kepada relasi dengan kemasyarakatan.
B.     Ciri-ciri Tafsir Tahlili
            Metode Tafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut yaitu :
1.      Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf  ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas.
2.      Mufasir menandakan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzulnya.
3.      Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang digunakan metode tafsir ijmali.

C.    misal-contoh Tafsir Tahlili
          Ada cukup banyak teladan tafsir tahlili, antara lain:
·         misal tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menandakan sebagian kesusahan yang dijumpai oleh para teman bersahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap pengertianالغضو ب عليهم     dan الضا لين  (Q.S. Al-Fatihah :7), klarifikasi dia wacana firman Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم   (Q.S. Al-An’am :82) dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته   (Q.S. Ali ‘Imran :102) dan lain-lain.
·         misal yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata perihal isyarat yang didiberikan oleh firman Allah (Q.S. Al-Baqarah :45), sebagai diberikut
(#qãZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$# ÇÍÎÈ  
Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sebenarnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”.
Bahwa shalat yaitu masukana untuk memusatkan dan mengseriuskan hati untuk menangkap tajally (penampakan diri) Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk mendapatkan cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan spesialuntuk kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka (fana’) dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah (baqa’), sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa.
Dari beberapa teladan di atas, kita sanggup mengetahui bahwa tafsir tahlili itu menandakan ayat-ayat  Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai abjad tersendiri. Selain itu, masih ada banyak lagi teladan dari tafsir tahlili.
          Ada cukup banyak teladan kitab-kitab tafsir yang memakai metode tafsir ini, antara lain:
-          Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary
-          Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan  Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy
-          Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy
-          Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy
-          Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim, karangan Imam Al-Tustury
-          Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-‘Allamah Al-Sulamy (w. 421 H)
-          Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash (w. 370 H)
-           Al-Jami’ li Al-Qurthuby (w. 671 H)
-          Mafatih al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi (w. 606)
-          At-Tafsir al-‘Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad
-          Al-Islam Yatahadda, karangan Al-‘Allamah Wahid al-Din Khan
-          Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1345 H)
-          Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut
Dan masih banyak lagi teladan kitab yang berdasarkan atau yang memakai metode tafsir tahlili ini.[4]

D.    Keistimewaan dan Kelemahannya
Dalam menganalisa tafsri tahlili, muncul beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan kegunaan metode penafasiran ini, diantaranya yaitu apa keistimewaan dan kelemahan metode tafsir ini, dan bagaimana pula contohnya. Dalam belahan ini akan dibahas insya Allah terkena keistimewaan dan juga kelemahan tafsir ini. Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki kelemahan  dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tahlili ini. Namun perlu disadari keistimewaan dan kelemahan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi referensi dalam ciri-ciri metode ini.
Dalam tafsir tahlili ditemukan beberapa keistimewaan diantaranya yaitu tafsir ini biasanya selalu memaparkan beberapa hadist ataupun perkataan teman bersahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga didalamnya terdapat beberapa analisa mufassir terkena hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. melaluiataubersamaini demikian, info wawasan yang didiberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam.
Keistimewaan lainnya yaitu adanya potensi besar untuk memperkaya arti kata-kata dengan perjuangan penafsiran terhadap kosa-kata ayat. Potensi ini muncul dari luasnya sumber tafsir metode tahlili tersebut. Penafsiran kata dengan metode tahlili akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya sanggup dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut menyerupai pemakaian aslinya. Pembuktian menyerupai ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno.
Keistimewaan lainnya yaitu luasnya bahasan penafsiran. Pada dasarnya, selain kedetilan, keluasan bahasan juga menjadi salah satu ciri khusus yang membedakan tafsir tahlili dengan tafsir ijmali. Seperti disebutkan di atas, bahwa salah satu keistimewaan tafsir tahlili dibandingkan dengan tafsir ijmali adalah kedetilannya dalam menguraikan sebuah ayat. Sebuah ayat yang tidak ditafsirkan oleh metode ijmali kadang kala membutuhkan ruang yang banyak kalau ditafsirkan dengan metode tahlili. Disamping keistimewaan, juga ada kelemahan. Namun sekali lagi kelemahan disini bukanlah ialah kelemahan yang mengharuskan kita tidak memakai atau mengabaikan tafsir ini. Akan tetapi hendaknya dalam menyikapi kelemahan ini, kita haru sanggup memilah milih beberapa info dan wawasan yang dipaparkan dalam metode penafsiran ini.
Salah satu kelemahan yang sering disebutkan yaitu berkenaan dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam info yang didiberikan mufassir. Juga sama halnya dengan aneka macam hadist lemah yang tidak selayaknya digunakan pada kawasan dan kondisi sesuai.  Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk mempersembahkan perhatian fokus terhadap sumber info yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu susah untuk dikenali, konsepnya spesialuntuklah apakah info tersebut mempunyai sumber yang terperinci atau tidak, kalau sumbernya terperinci dan berpengaruh maka info tersebut sanggup digunakan dan sebaliknya.
Demikian pula dengan hadist-hadist dha’if ataupun pendapat-pedapat para teman bersahabat maupun tabi’i. Hukum dasar hadist da’if yaitu dihentikan diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if tersebut spesialuntuk sanggup digunakan sebagai penguat apabila ada hadist yang lebih berpengaruh menandakan senada dengan hadist da’if tersebut.
Kelemahan lain tafsir tahlili adalah akhirnya yang bertele-tele dan sistematis. Tapi apakah demikian adanya? Sepintas memang akan terlihat demikian lantaran tafsir tahlili membutuhkan wadah yang lebih banyak dan luas dibandingkan dengan tafsir ijmali. Pemakaian kata yang banyak tidak sanggup dikatakan bertele-tele kalau memang kajian tersebut membutuhkan wadah bahasa yang panjang untuk menguraikannya. Bertele-telenya sebuah penafsiran yaitu dengan banyak kalimat-kalimat yang tidak berfungsi  dengan baik dalam menguraikan ayat, menyerupai perulangan penjelasan, atau kiasan-kiasan yang tidak perlu.
Kedetilan dan keluasan bahasan tafsir tahlili dalam menguraikan sebuah ayat tentu saja membutuhkan perjuangan yang lebih keras dan waktu yang lebih usang bagi seorang mufassir. Bagi beberapa golongan hal ini juga dianggap sebagai kelemahan dibandingkan dengan tafsir ijmali yang simpel dan sederhana.
Keistimewaan metode tafsir tahlili dapat dirangkum sebagai diberikut:
1.      Sumber yang bervariasi.
2.      Analisa mufassir.
3.      Kekayaan arti kosa-kata dalam Alquran.
4.      Luas.
5.      Detil
Sedangkan beberapa kelemahannya adalah:
1.      Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar.
2.      Peluang untuk masuknya info yang tidak penting lebih besar.
3.      Bertele-tele.
4.      Membutuhkan wadah, kata, waktu yang relatif lebih besar.[5]

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Tafsir Tahlili ialah suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan samasukan yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, mencakup aturan fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, iman atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga mengemukakan wacana kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.
Metode ini sudah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas mempunyai abjad tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan memakai metode tafsir tahlili.
Ciri-ciri dari metode tafsir tahlili, antara lain:
-          Mufasir menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf ustmani.
-          Mufasir menandakan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan menyeluruh.
-          Tafsir ini dijelaskan secara panjang lebar.
Ada banyak teladan dari metode tafsir tahlili ini, baik itu teladan ayat yang ditafsirkan dengan memakai metode tafsir tahlili maupun teladan kitab, atau mufasir yang memakai metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun teladan dari kitab yang memakai tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan  Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Selain itu tiruana, metode tafsif tahlili ini juga mempunyai beberapa keistimewaan dan kelemahan. Keistimewaan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas, memuat aneka macam ide, metode tahlili adalah ialah metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat kini urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak lagi keistimewaan dari tafsir ini. Selain keistimewaan, adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain.
Demikianlah makalah dari kami, semoga makalah ini sanggup bermanfaa bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan masukan akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

·         Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Glaguh UHIV , 1998.
·          ‘Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir,  Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada, 1994.
·         Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: Sukses offset, 2008.

Posting Komentar untuk "Tafsir Tahlili"