Perikatan Yang Timbul Dari Perjanjian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, insan tidak sanggup terlepas dari kekerabatan dengan insan lainnya untuk sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut akan berlangsung baik apabila ada persesuaian kehendak diantara para pihak yang berhubungan. Untuk mencapai kesesuaian kehendak dalam kekerabatan tersebut timbul suatu insiden dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya untuk melaksanakan suatu hal. Hal itu sanggup berupa kebebasan untuk berbuat sesuatu, untuk menuntut sesuatu, untuk tidak berbuat sesuatu dan sanggup berarti keharusan untuk menyerahkan sesuatu, untuk berbuat suatu hal, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Hal ini berarti para pihak tersebut melaksanakan suatu perjanjian sehingga antara para pihaknya timbul kekerabatan aturan yang dinamakan perikatan.
Dari paparan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali lebih jauh lagi wacana perikatan ini dalam sebuah judul makalah yaitu “Perikatan yang timbul dari perjanjian.”
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian perikatan?
- Apa saja macam-macam perikatan?
- Bagaimana perikatan itu muncul dari perjanjian?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perikatan
Perikatan yaitu terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda yaitu verbintenis. Sedangkan perikatan itu sendiri ialah sebagai suatu kekerabatan aturan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.[1]
B. Macam-Macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak spesialuntuk ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga sanggup ditagih pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana ini, terdapat beberapa macam perikatan lain sebagai diberikut:
- Perikatan bersyarat
Ialah perikatan yang digantungkan pada suatu insiden dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadinya. Pertama mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila insiden yang belum tentu itu timbul suatu perjanjian yang demikian itu menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan. misalnya: Apabila saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan bahwa suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan apabila insiden yang belum tentu itu timbul. Di sini dikatakan, perikatan itu digantungkan pada suatu syarat pembatalan. misalnya: Saya mengijinkan seorang mendiami rumah saya dengan ketentuan bahwa perjanjian itu akan berakhir apabila secara mendadak, saya diberhentikan dari pekerjaan aku.
- Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu insiden atau insiden yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua yaitu suatu hal yang niscaya akan hadir, meskipun mungkin belum sanggup ditentukan kapan hadirnya, contohnya meninggalnya seseorang. misal-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, berbagai dalam praktek, menyerupai perjanjian perburuhan, suatu tunjangan wesel yang sanggup ditagih suatu waktu sesudahnya dipertunjukkan dan lain sebagainya.
- Perikatan yang membolehkan menentukan (Alternatif)
Ialah suatu perikatan di mana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berpinjaman diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh menentukan apakah ia akan mempersembahkan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.
- Perikatan tanggung-menanggung
Ialah suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berpinjaman berhadapan dengan satu orang yang mengpinjamankan atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Beberapa orang yang bersama-sama menghadapi satu orang berpiutang atau penagih pinjaman, masing-masing sanggup dituntut untuk membayar tunjangan itu seluruhnya. Tetapi kalau salah satu membayar, maka pembayaran ini juga membebaskan tiruana kawan-kawan yang berpinjaman. Itulah yang dimaksudkan suatu perikatan tanggung-menaggung. Jadi, kalau dua orang A dan B secara tanggung-menanggung berpinjaman Rp 100.000,- kepada C, maka A dan B masing-masing sanggup dituntut membayar Rp 100.000,-.
- Perikatan yang sanggup dibagi dan yang tidak sanggup dibagi.
Suatu perikatan sanggup dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan wacana sanggup atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, kalau salah satu pihak dalam perjanjian sudah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi lantaran meninggalnya satu pihak yang mengakibatkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian andal warisnya. Pada asasnya kalau tidak diperjanjikan lain antara pihak-pihak yang tiruanla suatu perikatan, dihentikan dibagi-bagi, alasannya si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah ia mendapatkan baik suatu pembayaran sebagian demi sebagian.
- Perikatan dengan penetapan hukuman
Untuk mencegah tidakboleh hingga si berpinjaman dengan simpel saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak digunakan perjanjian di mana si berpinjaman dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya, dalam praktek banyak digunakan perjanjian di mana si berpinjaman dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya diputuskan dalam suatu jumlah uang tertentu yang bersama-sama ialah suatu pembayaran kerugian yang semenjak tiruanla sudah diputuskan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. hakim memiliki kekuasaan untuk meentengkan hukuman, apabila perjanjian sudah sebahagian dipenuhi.
C. Hubungan Antara Perjanjian dan Perikatan
Suatu perjanjian yaitu suatu insiden dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (pasal 1313 KUH Perdata). Oleh lantaran itu perjanjian timbulnya suatu kekerabatan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan Perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perkataan antara dua orang atau dua pihak yang menciptakannya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengundang kesepakatan atau kesanggupan yang ditulis atau diucapkan.
melaluiataubersamaini demikian kekerabatan antara perikatan dan perjanjian yaitu bahwa perjanjian itu melibatkan perikatan. Perjanjian yaitu salah satu sumber perikatan disamping sumber lainnya. Suatu perjanjian juga dinamakan suatu persetujuan, lantaran dua pihak itu oke untuk melaksanakan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu yaitu sama artinya perkataan “kontrak” lebih sempit lantaran ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yag tertulis.[2]
D. Unsur Perjanjian
Aspek kreditur atau disebut aspek aktif :
- Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan.
- Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran.
- Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
- Kewajiban debitur untuk membayar utang.
- Kewajiban debitur untuk bertanggung balasan terhadap somasi kreditur
- Kewajiban debitur untuk membiarkan barang- barangnya dikenakan sitaan eksekusi.
E. Pembatalan suatu perjanjian
Pembatalan ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan menyerupai pada waktu perjanjian sebelum dibuat. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undang itu untuk melindungi suatu pihak yang membuat perjanjian sebagai mana halnya dengan orang-orang yang masih dibawah umur/dalam hal sudah terjadi suatu paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka peniadaan itu spesialuntuk sanggup dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Penuntutan peniadaan yang sanggup diajukan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, lantaran perjanjian itu harus dilakukan setelah waktu lima tahun, waktu di mana dalam hal suatu perjanjian yang dibentuk oleh seorang yang belum bakir balig cukup akal dihitung mulai hari orang itu sudah menjadi bakir balig cukup akal dan dalam hal suatu perjanjian yang dibentuk lantaran kekhilafan atau penipuan dihitung mulai hari dimana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya. penuntutan peniadaan akan tidak diterima oleh hakim kalau ternyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang rugikan.
F. Lahir dan hapusnya suatu perjanjian
- Perikatan-prikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk suatu perjanjian yang harus terpenuhi empat syarat yaitu:
- Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya
- Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
- Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan
- Suatu alasannya (oorzaak) yang halal, artinya yang tidak terlarang.
Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu oorzaak (sebab) yang diperbolehakan. Secara leterlijk kata oorzaak atau caosa berarti sebab, tetapi berdasarkan riwayatnya, yang dimaksudkan dengan kata itu ialah tujuan yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Misalnya, dalam suatu perjanjian jual beli: satu pihak akan mendapatkan sejumlah uang tunai dan pihak lain akan mendapatkan bunga (rente). melaluiataubersamaini kata lain caosa yang berati isi perjanjian itu sendiri.
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk meningkatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak bertemu dan sepakat contohnya dengan memasang harga pada barang ditoko, orang yang memiliki toko itu dianggap sudah menyatakan kehendaknya untuk menjual barang-barang itu. Apabila ada sesuatu yang masuk ke toko tersebut dan menunjuk suatu barang serta membayar harganya sanggup dianggap sudah lahir suatu perjanjian jual beli yang meletakkan kewajiban pada pemilik toko untuk menyerahkan barang-barang itu.
- Perihal-perihal hapusnya perikatan
Undang-undang sebut 10 macam cara hapusnya perikatan, antara lain:
- Karena pembayaran
- Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yang hendak dibayarkan itu disuatu tempat
- Pembaharuan pinjaman
- Kompensasi atau perhitungan tunjangan timbal balik
- Percampuran pinjaman
- Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
- Pembatalan perjanjian
- Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
- Lewat waktu
Perincian dalam jumlah pasal 1381B.W. itu tidak lengkap lantaran sudah dilupakan hapusnya suatu perikatan lantaran lewatnya suatu ketetapan waktu yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. Selanjutnya sanggup diperingatkan pada beberapa cara yang khusus diputuskan terhadap perikatan contohnya ketentuan suatu perjanjian Maatchap atau perjanjian Lastgeving hapus dengan meninggalnya seorang anggota maatchap itu atau meninggalnya orang yang mempersembahkan perintah dan lantaran curatele atau pernyataan pailit menimbulkan juga hapusnya perjanjian maatchap itu.
G. Resiko,Wanprestasi, dan Aklibatnya
Kata resiko, berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kerugian jikalau ada suatu insiden diluar kesalahan, salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Dalam pasal 1237 memutuskan bahwa dalam suatu perjanjian terkena pemdiberian suatu barang tertentu, semenjak itulah perjanjian menjadi tanggungan orang yang menagih atau penyerahannya yang dimaksud pasal tersebut ialah salah satu perjanjian yang meletakkan kewajiban spesialuntuk pada satu pihak saja, contohnya kalau ada seorang menjanjiakan sebuntut kuda, dan kuda ini belum diserakan kemudian mati lantaran disambar petir maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang menyerahkan kuda bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Iapun tidak usah mempersembahkan suatu kerugian dan orang yang menrima kuda itu akan tetapi berdasarkan pasal tersebut bila si berpinjaman itu lalai dalam kewajibannya untuk menyerahkan barangnya maka semenjak ketika itu maka resiko berpindah diatas pundaknya meskipun ia masih juga sanggup dibebaskan dari pemikulan resiko itu.
Resiko dalam perjanjian yang meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak yaitu dinamakan perjanjian timbal balik. Menurut pasal 1460 dalam suatu perjanjian jual beli terkena suatu barang yang sudah ditentukan semenjak ketika ditutupnya, perjanjian barang itu sudah menjadi tanggungan si pembeli meskipun ia belum diserahkan dan masih berada ditangan penjual. melaluiataubersamaini demikian, kalau barang itu dihapus bukan lantaran salahnya si penjual, si penjual masih tetap berhak untuk menagih harga yang belum dibayar. Dalam pasal 1545 memutuskan bahwa kalau dalam suatu perjanjian pertukaran terkena suatu barang yang sudah ditentukan. Sebelum dilakukan penyerahan antara kedua belah pihak, barang itu hapus diluar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian pertukaran yang dianggap dengan sendirinya hapus dan pihak yang sudah menyerahkan barangnya berhak untuk meminta kembali barang itu. melaluiataubersamaini kata lain resiko disini diletakkan diatas bahu pemilik barang itu sendiri dan hapusnya barang sebelum penyerahan membawa peniadaan perjanjian.[3]
Berhubung dengan sifatnya, pasal 1460 sebagai kekecualian itu, berdasarkan pendapat yang lazim dianut, pasal tersebut harus ditafsirkan secara sempit, sehingga ia spesialuntuk berlaku dalam hal suatu barang yang sudah di beli. Tetapi belum diserahkan hapus sebagaimana sudah diterangkan seorang debitur yang lalai , melaksanakan wan prestasi sanggup digugat di depan hakim, dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat itu. Seorang debitur dikatakan lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya/memenuhinya tetapi tidak menyerupai yang sudah diperjanjikan. Hal kelalaian/wan prestasi pada pihak si berpinjaman ini ditetapkan secara resmi yaitu dengan memperingatkan si berpinjaman itu, bahwa si berpinjaman itu menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek.[4]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Perikatan ialah sebagai suatu kekerabatan aturan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Adapun macam-macam perikatan yaitu perikatan bersyarat, perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, perikatan yang membolehkan menentukan (alternatif), perikatan tanggung-menanggung, perikatan yang sanggup dibagi dan yang tidak sanggup dibagi, dan perikatan dengan penetapan hukuman.
Suatu perjanjian yaitu suatu insiden dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Oleh lantaran itu perjanjian timbulnya suatu kekerabatan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan Perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perkataan antara dua orang atau dua pihak yang menciptakannya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengundang kesepakatan atau kesanggupan yang ditulis atau diucapkan. melaluiataubersamaini demikian kekerabatan antara perikatan dan perjanjian yaitu bahwa perjanjian itu melibatkan perikatan.
DAFTAR PUSTAKA
Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 18 Jakarta: Intermasa, 2001.
Walisongo, Asaku, Hukum Perjanjian, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=hukum-perjanjian diakses Sabtu, tanggal 7 Desember 2013.
Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007.
[1] Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 18 (Jakarta: Intermasa, 2001), h.1.
[2] Asaku walisongo, Hukum Perjanjian, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=hukum-perjanjian diakses Sabtu, tanggal 7 Desember 2013, jam 15:00 Wita.
[3] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007) h. 35
[4] ibid
Posting Komentar untuk "Perikatan Yang Timbul Dari Perjanjian"