Mengenal Konsep Inflasi Dalam Perekonomian
Inflasi (inflation) ialah salah satu bahasan utama dalam kajian ekonomi. Bemasukan inflasi sangat besar lengan berkuasa pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) suatu negara.
Inflasi sering dipakai sebagai alasan atas tidak tercapainya sasaran pertumbuhan ekonomi.
Tak jarang juga inflasi dimanfaatkan sebagai alat kampanye bagi calon pemimpin untuk merebut bunyi para pemilih, dengan janji-janji untuk mengendalikannya.
Bahkan di 1974, presiden Amerika Serikat dikala itu, Gerald R. Ford, menyatakan bahwa inflasi ialah musuh nomor satu Amerika Serikat.
Untuk itu, dalam goresan pena ini kita akan berguru wacana hakikat inflasi, faktor yang mengakibatkan inflasi, serta kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi.
1. KONSEP DASAR INFLASI.
Sebagai pertamaan, kita akan mempelajari konsep dasar inflasi.
Blanchard menyatakan bahwa inflasi ialah ‘a sustained rise in the general level of prices’ (Blanchard, Olivier, Macroeconomics, 4th edition, 2006).
Sementara Samuelson dan Nordhaus menyebut inflasi (inflation or inflation rate) sebagai ‘the percentage of annual increase in a general price level’ (Samuelson, Paul A., and William D. Nordhaus, Economics, 7th edition, 2002).
Pada prinsipnya, inflasi ialah kenaikan harga secara umum, yang terjadi dalam suatu periode tertentu.
Kenaikan harga tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang, yakni:
Angka inflasi diukur dalam satuan persen (rate). Salah satu metode pengukuran inflasi ialah dengan mengetahui besarnya indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI).
Angka CPI diperoleh dengan menghitung biaya kelayakan hidup konsumen rumah tangga (terutama yang tinggal di perkotaan), mencakup biaya konsumsi barang dan jasa, biaya rumah (termasuk sewa), dan biaya hidup sehari-hari lainnya, dalam satu periode waktu tertentu.
Selanjutnya angka yang diperoleh dibandingkan dengan angka indeks pada tahun dasar (base year). Indeks tahun dasar ini menjadi patokan (benchmark) untuk setiap pengukuran angka inflasi.
Perbandingan tersebut menghasilkan angka/indeks yang dinamakan indeks harga konsumen. Persentase perubahan CPI dari periode waktu tertentu itulah yang disebut dengan consumer price inflation; bahasa sederhananya: inflasi atau tingkat inflasi.
Misalnya: angka CPI di tahun dasar ialah 100, sementara tahun ini penghitungan CPI mencapai 105, maka tingkat inflasi (inflation rate) pada tahun ini ialah sebesar 5% ((105/100) - (100/100))x 100%).
Sebagai informasi, terdapat istilah core consumer inflation, yang menggambarkan penghitungan biaya kelayakan hidup konsumen, dengan mengecualikan harga produk tertentu yang sifatnya musiman (produk yang bersifat musiman biasanya mengalami kenaikan harga melebihi kewajaran akhir meningkatnya permintaan, contohnya menjelang hari raya keagamaan, menjelang tutup tahun, dan sebagainya).
Pengambil kebijakan publik cenderung mempersembahkan perhatian lebih pada penghitungan core consumer inflation, lantaran perubahan harga yang terjadi relatif stabil.
Disamping itu, pengambil kebijakan ekonomi juga akan berusaha menjaga semoga tingkat inflasi berada di kimasukan angka tertentu, sebagai simbol stabilitas ekonomi dari waktu ke waktu.
Lagipula, tingkat inflasi yang stabil akan mempergampang pengambilan kebijakan ekonomi. Berbagai kajian ekonomi juga sebut jikalau inflasi melebihi sasaran tertentu, bisa memicu inflasi lanjutan dengan tingkat yang lebih parah jikalau tidak segera ditanggulangi.
Sebenarnya tidak ada patokan tertentu terkait tingkat inflasi yang dianggap wajar, namun demikian ada kimasukan (range) yang bisa memmenolong pengambil kebijakan ekonomi dalam memilih tingkat inflasi yang ditargetkan dalam satu tahun ekonomi, yakni:
Disisi lain, inflasi dibawah 0% disebut dengan deflasi (deflation) atau negative inflation.
Pembahasan lebih lengkap terkait Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) dan penghitungan tingkat inflasi bisa dibaca di artikel Indeks Harga Konsumen, Indeks Harga Produsen, dan Penentuan Tingkat Inflasi.
2. FAKTOR PEMICU INFLASI.
Inflasi bisa timbul akhir penerapan kebijakan fiskal maupun moneter.
Dalam hal kebijakan moneter, contohnya penambahan jumlah uang beredar atau penurunan tingkat suku bunga acuan.
Penggambarannya sebagai diberikut:
Terkait kebijakan fiskal, contohnya ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran/belanja (spending), hal ini memicu peningkatan undangan (demand).
Akan tetapi ketika demand melebihi supply, akan terjadi kelangkaan sumberdaya produksi, sehingga mengakibatkan kenaikan harga produk. Kondisi menyerupai ini disebut sebagai demand-pull inflation.
Perubahan pada persediaan (supply) produk juga bisa menjadi pemicu timbulnya inflasi; yakni ketika terjadi supply shocks, contohnya saat terjadi peristiwa alam yang berakibat pada peningkatan ongkos produksi. Hal ini diberimbas pada berkurangnya kuantitas persediaan produk, sehingga melambungkan harga.
melaluiataubersamaini kata lain, inflasi terjadi lantaran adanya gangguan terhadap persediaan produk. Fenomena ini dikenal dengan istilah cost-push inflation.
3. KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI.
melaluiataubersamaini banyaknya faktor pemicu inflasi, pengambil kebijakan ekonomi harus berhati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan fiskal, moneter, maupun dalam menjaga keseimbangan demand dan supply.
Jika terjadi inflasi yang tidak diharapkan, kebijakan tertentu bisa diterapkan, contohnya bank sentral melaksanakan contractionary policy, yakni dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, sehingga bisa menekan undangan (sebagian pelaku ekonomi akan menahan uang mereka dan tidak menggunakannya untuk konsumsi).
Selain itu, bank sentral juga bisa memperketat hukum untuk memperoleh kredit (pinjaman). Pada umumnya kebijakan menyerupai ini dalam jangka pendek bisa berdampak negatif pada perekonomian, contohnya pada sektor perumahan.
Ada satu ungkapan dalam upaya mengatasi inflasi, yakni ‘problem must intentionally be made worse before it gets better!’, artinya kondisi ekonomi harus dibentuk menjadi ‘lebih buruk’ dalam jangka pendek, sebelum mengalami perbaikan dalam jangka panjang.
Bisa disimpulkan bahwa mengelola laju inflasi semoga tetap stabil ialah langkah terbaik, lantaran jikalau inflasi sudah tidak terkendali, maka ongkos yang harus dikeluarkan menjadi sangat mahal.
Sementara, jika penyebab inflasi berasal dari faktor global, maka kebijakan ekonomi suatu negara tidak akan besar lengan berkuasa signifikan. Perlambatan ekonomi global pada 2007-2008 membuktikan, ketika terjadi kenaikan tajam pada harga minyak mentah dunia, banyak negara yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan hal tersebut.
Pada dikala itu, kebijakan yang diambil pada umumnya berupa penambahan subsidi dan/atau pengurangan anggaran negara di sektor tertentu untuk meminimalisir dampak inflasi.
Demikian uraian terkait konsep dasar inflasi, faktor pemicu inflasi, serta kebijakan ekonomi untuk menanggulanginya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Memahami Makna Economic Bubbles (Gelembung Ekonomi)
Arti dan Fungsi Indeks Keyakinan Konsumen (Consumer Confidence Index) dalam Perekonomian
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Inflasi sering dipakai sebagai alasan atas tidak tercapainya sasaran pertumbuhan ekonomi.
Tak jarang juga inflasi dimanfaatkan sebagai alat kampanye bagi calon pemimpin untuk merebut bunyi para pemilih, dengan janji-janji untuk mengendalikannya.
Bahkan di 1974, presiden Amerika Serikat dikala itu, Gerald R. Ford, menyatakan bahwa inflasi ialah musuh nomor satu Amerika Serikat.
Untuk itu, dalam goresan pena ini kita akan berguru wacana hakikat inflasi, faktor yang mengakibatkan inflasi, serta kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi.
1. KONSEP DASAR INFLASI.
Sebagai pertamaan, kita akan mempelajari konsep dasar inflasi.
Blanchard menyatakan bahwa inflasi ialah ‘a sustained rise in the general level of prices’ (Blanchard, Olivier, Macroeconomics, 4th edition, 2006).
Sementara Samuelson dan Nordhaus menyebut inflasi (inflation or inflation rate) sebagai ‘the percentage of annual increase in a general price level’ (Samuelson, Paul A., and William D. Nordhaus, Economics, 7th edition, 2002).
Pada prinsipnya, inflasi ialah kenaikan harga secara umum, yang terjadi dalam suatu periode tertentu.
Kenaikan harga tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang, yakni:
- perspektif luas (broad perspective), contohnya kenaikan harga pada produk barang/jasa, serta kenaikan biaya hidup (cost of living).
- perspektif sempit (narrow perspective), contohnya kenaikan harga produk konsumsi menyerupai cabai, bawang, atau beras.
Angka inflasi diukur dalam satuan persen (rate). Salah satu metode pengukuran inflasi ialah dengan mengetahui besarnya indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI).
Angka CPI diperoleh dengan menghitung biaya kelayakan hidup konsumen rumah tangga (terutama yang tinggal di perkotaan), mencakup biaya konsumsi barang dan jasa, biaya rumah (termasuk sewa), dan biaya hidup sehari-hari lainnya, dalam satu periode waktu tertentu.
Selanjutnya angka yang diperoleh dibandingkan dengan angka indeks pada tahun dasar (base year). Indeks tahun dasar ini menjadi patokan (benchmark) untuk setiap pengukuran angka inflasi.
Perbandingan tersebut menghasilkan angka/indeks yang dinamakan indeks harga konsumen. Persentase perubahan CPI dari periode waktu tertentu itulah yang disebut dengan consumer price inflation; bahasa sederhananya: inflasi atau tingkat inflasi.
Misalnya: angka CPI di tahun dasar ialah 100, sementara tahun ini penghitungan CPI mencapai 105, maka tingkat inflasi (inflation rate) pada tahun ini ialah sebesar 5% ((105/100) - (100/100))x 100%).
Sebagai informasi, terdapat istilah core consumer inflation, yang menggambarkan penghitungan biaya kelayakan hidup konsumen, dengan mengecualikan harga produk tertentu yang sifatnya musiman (produk yang bersifat musiman biasanya mengalami kenaikan harga melebihi kewajaran akhir meningkatnya permintaan, contohnya menjelang hari raya keagamaan, menjelang tutup tahun, dan sebagainya).
Pengambil kebijakan publik cenderung mempersembahkan perhatian lebih pada penghitungan core consumer inflation, lantaran perubahan harga yang terjadi relatif stabil.
Disamping itu, pengambil kebijakan ekonomi juga akan berusaha menjaga semoga tingkat inflasi berada di kimasukan angka tertentu, sebagai simbol stabilitas ekonomi dari waktu ke waktu.
Lagipula, tingkat inflasi yang stabil akan mempergampang pengambilan kebijakan ekonomi. Berbagai kajian ekonomi juga sebut jikalau inflasi melebihi sasaran tertentu, bisa memicu inflasi lanjutan dengan tingkat yang lebih parah jikalau tidak segera ditanggulangi.
Sebenarnya tidak ada patokan tertentu terkait tingkat inflasi yang dianggap wajar, namun demikian ada kimasukan (range) yang bisa memmenolong pengambil kebijakan ekonomi dalam memilih tingkat inflasi yang ditargetkan dalam satu tahun ekonomi, yakni:
- angka inflasi 0% - 2.5%, artinya perekonomian dalam kondisi stabil.
- angka inflasi 2.5% - 5%, mengindikasikan tingkat inflasi moderat/sedang.
- angka inflasi 5% - 8%, termasuk kategori inflasi tinggi.
- tingkat inflasi diatas 8%, artinya perekonomian memasuki fase inflasi berbahaya, dengan dampak lanjutan berupa hiperinflasi.
Disisi lain, inflasi dibawah 0% disebut dengan deflasi (deflation) atau negative inflation.
Pembahasan lebih lengkap terkait Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) dan penghitungan tingkat inflasi bisa dibaca di artikel Indeks Harga Konsumen, Indeks Harga Produsen, dan Penentuan Tingkat Inflasi.
2. FAKTOR PEMICU INFLASI.
Inflasi bisa timbul akhir penerapan kebijakan fiskal maupun moneter.
Dalam hal kebijakan moneter, contohnya penambahan jumlah uang beredar atau penurunan tingkat suku bunga acuan.
Penggambarannya sebagai diberikut:
- ketika uang beredar bertambah banyak, maka nilai uang akan merosot.
- kebijakan ini bekerjsama masuk akal saja untuk memacu peningkatan konsumsi, namun ketika penurunan nilai uang lebih besar daripada skala ekonomi (the size of economy), maka yang terjadi justru kenaikan harga produk sebagai adaptasi atas menurunnya nilai uang.
Terkait kebijakan fiskal, contohnya ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran/belanja (spending), hal ini memicu peningkatan undangan (demand).
Akan tetapi ketika demand melebihi supply, akan terjadi kelangkaan sumberdaya produksi, sehingga mengakibatkan kenaikan harga produk. Kondisi menyerupai ini disebut sebagai demand-pull inflation.
Perubahan pada persediaan (supply) produk juga bisa menjadi pemicu timbulnya inflasi; yakni ketika terjadi supply shocks, contohnya saat terjadi peristiwa alam yang berakibat pada peningkatan ongkos produksi. Hal ini diberimbas pada berkurangnya kuantitas persediaan produk, sehingga melambungkan harga.
melaluiataubersamaini kata lain, inflasi terjadi lantaran adanya gangguan terhadap persediaan produk. Fenomena ini dikenal dengan istilah cost-push inflation.
3. KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI.
melaluiataubersamaini banyaknya faktor pemicu inflasi, pengambil kebijakan ekonomi harus berhati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan fiskal, moneter, maupun dalam menjaga keseimbangan demand dan supply.
Jika terjadi inflasi yang tidak diharapkan, kebijakan tertentu bisa diterapkan, contohnya bank sentral melaksanakan contractionary policy, yakni dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, sehingga bisa menekan undangan (sebagian pelaku ekonomi akan menahan uang mereka dan tidak menggunakannya untuk konsumsi).
Selain itu, bank sentral juga bisa memperketat hukum untuk memperoleh kredit (pinjaman). Pada umumnya kebijakan menyerupai ini dalam jangka pendek bisa berdampak negatif pada perekonomian, contohnya pada sektor perumahan.
Ada satu ungkapan dalam upaya mengatasi inflasi, yakni ‘problem must intentionally be made worse before it gets better!’, artinya kondisi ekonomi harus dibentuk menjadi ‘lebih buruk’ dalam jangka pendek, sebelum mengalami perbaikan dalam jangka panjang.
Bisa disimpulkan bahwa mengelola laju inflasi semoga tetap stabil ialah langkah terbaik, lantaran jikalau inflasi sudah tidak terkendali, maka ongkos yang harus dikeluarkan menjadi sangat mahal.
Sementara, jika penyebab inflasi berasal dari faktor global, maka kebijakan ekonomi suatu negara tidak akan besar lengan berkuasa signifikan. Perlambatan ekonomi global pada 2007-2008 membuktikan, ketika terjadi kenaikan tajam pada harga minyak mentah dunia, banyak negara yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan hal tersebut.
Pada dikala itu, kebijakan yang diambil pada umumnya berupa penambahan subsidi dan/atau pengurangan anggaran negara di sektor tertentu untuk meminimalisir dampak inflasi.
Demikian uraian terkait konsep dasar inflasi, faktor pemicu inflasi, serta kebijakan ekonomi untuk menanggulanginya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Memahami Makna Economic Bubbles (Gelembung Ekonomi)
Arti dan Fungsi Indeks Keyakinan Konsumen (Consumer Confidence Index) dalam Perekonomian
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Posting Komentar untuk "Mengenal Konsep Inflasi Dalam Perekonomian"