Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Melihat Situasi Perekonomian Global 2016

Situasi perekonomian global pada 2016 dipenuhi oleh ketidakpastian. Bukan spesialuntuk negara-negara berkembang saja yang mencicipi dampak perlambatan ekonomi, namun juga negara-negara maju yang notabene mempunyai pondasi makroekonomi domestik yang relatif kuat.

Bank Dunia (the World Bank), the International Monetary Fund (IMF), dan the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dalam laporannya, the United Nations menyatakan bahwa tahun 2015 ditandai dengan merosotnya laju pertumbuhan perekonomian global, dari yang tiruanla diprediksikan berkisar di angka 2.8% ternyata spesialuntuk mencapai 2.4%.



Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
  • Permintaan global (global aggregate-demand) menurun sepanjang tahun.
  • Penurunan harga komoditas ekonomi penting menyerupai minyak mentah, logam, serta produksi pangan.
  • Volatilitas pasar keuangan global di banyak negara akhir buruknya kinerja perekonomian domestik.

Perlambatan ekonomi global pada 2015 membawa konsekuensi pada asumsi laju pertumbuhan ekonomi tahun diberikutnya. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan berada di angka 2.9%, artinya terdapat optimisme perbaikan meskipun tidak signifikan. Perbaikan ini diperkirakan muncul akhir makin stabilnya kondisi moneter di negara-negara maju menyerupai Amerika Serikat, Jepang, negara-negara daerah Uni Eropa (the European Union), serta negara-negara berkembang di daerah Asia dan Afrika.

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju diperkirakan meningkat dari 1.9% pada 2015 menjadi 2.2% di 2016. Sementara untuk negara-negara berkembang diproyeksikan mengalami peningkatan lebih besar lagi dari 3.8% di 2015 menjadi 4.3% di 2016.

Sementara akhir laju pertumbuhan ekonomi yang melambat, terjadi peningkatan angka pengangguran (unemployment rate) secara global, sekaligus penurunan jumlah lapangan kerja baru.

Lebih lanjut, penurunan harga komoditas penting dunia membawa dampak secara pribadi pada angka Gross Domestic Product (GDP) negara-negara penghasil utama komoditas. Tercatat penurunan harga minyak mentah dunia lebih dari 55% semenjak pertengahan 2014, serta harga komoditas pangan merosot hingga lebih dari 12%.

Perlambatan ekonomi juga menjadikan menurunnya investasi secara global, baik dalam infrastruktur, perdagangan, serta industri manufaktur (United Nations. World Economic Situation and Prospects 2016, January, 2016).

Dalam perkembangan diberikutnya, PBB menerbitkan update terbaru di pertengahan tahun 2016 yang sebut bahwa pertumbuhan GDP di negara-negara belum berkembang (least-developed countries) diproyeksikan spesialuntuk akan mencapi 4.8% hingga dengan selesai 2016, jauh dibawah sasaran pertumbuhan yang tercantum pada acara the Sustainable Development Goals (SDGs), ialah di angka 7% (United Nations. the World Economic Situation and Prospects as of mid-2016, May, 2016).

Disisi lain, the World Bank menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang (Emerging Market and Developing Economies/EMDEs) diperkirakan spesialuntuk akan mencapai 3.5%, lebih rendah 0.6% daripada proyeksi sebelumnya. Sementara untuk negara-negara dengan pendapatan rendah (low-income countries), pertumbuhan ekonomi berada di kimasukan 4.5%.

Bank Dunia juga sebut bahwa perlambatan perekonomian global pada 2016 terutama disebabkan oleh melemahnya perdagangan global dan acara produksi di sektor riil. Selain itu faktor ketidakpastian kondisi ekonomi dan politik, terutama terkait kebijakan-kebijakan pemerintah, serta situasi geopolitik kawasan, turut menyumbang perlambatan tersebut.

Negara maju menyerupai Amerika Serikat dan negara-negara daerah Uni Eropa sedang berada dalam fase adaptasi sehabis mengalami instabilitas perekonomian domestik, melalui serangkaian kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas masing-masing, ialah the Federal Reserve dan the European Central Bank.

Sementara negara-negara di daerah Asia menyerupai Jepang diperkirakan akan masih mengalami kontraksi ekonomi dengan petumbuhan yang tidak mengalami perubahan secara signifikan. Konsumsi dalam negeri (domestic consumption) yang masih rendah, pendapatan domestik (domestic income) masih relatif kecil, serta kondisi pasar tenaga kerja (labor market) yang mengecewakan, menjadi penyumbang utama mandeg’nya perekonomian Jepang.

Sementara China mengalami perlambatan ekonomi yang cukup fokus akhir merosotnya perdagangan ekspor dan investasi di sektor industri (the World Bank. Global Economic Prospects: Divergences and Risks, June, 2016).

OECD dalam laporannya menyatakan bahwa risiko instabilitas di pasar keuangan global masih sangat besar. Tingginya volatilitas pergerakan harga saham-saham yang ada di pasar menjadi salah satu penyebab utama tidak stabilnya pasar keuangan global.

OECD sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2016 spesialuntuk berada di angka 3.0%, ditandai dengan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Inggris.

Lalu-lintas perdagangan global pun tercatat mengalami penurunan cukup tajam, terutama diakibatkan oleh merosotnya harga komoditas dunia menyerupai minyak mentah dan komoditas pangan.

Selain itu OECD menyatakan bahwa kebijakan makroekonomi yang tepat, baik di sektor moneter maupun fiskal akan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara perlahan. Beberapa bank sentral, menyerupai the European Central Bank, the Federal Reserve, serta the Bank of Japan dipandang sudah mengambil kebijakan moneter yang akomodatif dalam upaya mendorong perekomian domestik.

Sementara kebijakan fiskal yang diterapkan oleh otoritas fiskal menunjukkan hasil yang kontradiktif di banyak negara. Hal ini antara lain berkaitan dengan acara stimulus fiskal yang belum menunjukkan hasil signifikan dalam meningkatkan konsumsi masyarakat.

OECD juga menekankan pentingnya reformasi struktural dalam pengambilan kebijakan untuk mengoptimalkan alokasi sumberdaya yang tersedia, sehingga bisa membuat efisiensi dan menghasilkan output sesuai yang dibutuhkan (OECD. Interim Economic Outlook: Stronger growth remains elusive, Urgent policy response is needed, February, 2016).

Sementara itu, IMF dalam laporan World Economic Outlook sebut bahwa perekonomian global pada 2016 sedang berada dalam fase recovery, namun dengan laju yang masih lambat dan goyah. Hal ini terjadi lantaran pasar global masih dalam volatilitas yang tinggi. IMF memandang adanya faktor non-ekonomi yang berpotensi menghambat laju perekomian global. Faktor tersebut antara lain terkait gosip keamanan regional dan situasi politik domestik.

Disamping itu, keluarnya Inggris dari blok Uni Eropa diperkirakan akan membawa ketidakstabilan pada negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, khususnya dalam lalu-lintas perdagangan barang dan jasa.

Kemudian faktor alam, sepeti tragedi banjir, tragedi kekeenteng, serta angin puting-beliung el-nino juga menjadi perhatian fokus lantaran berpotensi mempengaruhi perekonomian, terutama terkait ketersediaan materi pangan global.

Pasar-pasar di negara-negara berkembang diperkirakan akan terus menjaga stabilitas untuk menjaga biar tidak terjadi kejatuhan menyerupai ketika krisis ekonomi 2008 dan resesi ekonomi pada 2014-2015. Selain itu IMF memproyeksikan pertumbuhan perekonomian global 2016 spesialuntuk sebesar 3.2%, turun dari proyeksi sebelumnya 3.4%.

Mata uang beberapa negara menyerupai Afrika Selatan, Meksiko, Rusia, dan Kolombia, diperkirakan mengalami depresiasi tajam. Penurunan harga minyak mentah dan penguatan mata uang US Dollar sedikit banyak sudah mengubah kondisi perekonomian domestik negara-negara tersebut, apalagi Meksiko dan Rusia sebagai salah satu produsen minyak mentah dunia.

Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan spesialuntuk mencapai 6.5% pada 2016, menurun 0.4% dari tahun sebelumnya (International Monetary Fund. World Economic Outlook: Too Slow for Too Long, April, 2016).

Sementara pada update terakhir di bulan Juli 2016, IMF sebut bahwa pasca keluarnya Inggris dari Uni Eropa membawa perubahan pada pemerintahan domestik Inggris yang masih belum bisa ditebak arahnya. Ketidakpastian ini berpotensi mengganggu pasar finansial, pasar perdagangan regional dan global, serta investasi di daerah Eropa (International Monetary Fund. World Economic Outlook Update: Uncertainty in the Aftermath of the U.K. Referendum, July, 2016).

Penutup, proyeksi perekonomian global 2016 yang ditunjukkan oleh indikator-indikator ekonomi menyerupai tersebut diatas menunjukkan bahwa situasi perekonomian global pada 2016 belum akan mengalami peningkatan secara signifikan. **


ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Situasi Perekonomian Dunia di 2018
Perkembangan Perekonomian Global 2017: bertumbuh dalam ketidakpastian
Perkembangan Ekonomi Asia 2016 dan Prospek Perekonomian Asia 2017
Peluang dan Tantangan ASEAN dalam Perekonomian Global

Posting Komentar untuk "Melihat Situasi Perekonomian Global 2016"