Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi Aturan Pidana



PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Hukum pidana yaitu potongan daripada keseluruhan aturan yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
a.       Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau hukuman yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
b.      Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang sudah melanggar larangan larangan itu sanggup dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang sudah diancamkan.
c.       Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu sanggup dilaksanakan apabila ada orang yang disangka sudah melanggar larangan tersebut.
Beberapa pakar aturan dari Eropa beropini terkena aturan pidana,antara lain sebagai diberikut:
a.       Pompe ,menyatakan aturan pidana yaitu keseluruhan aturan ketentuan aturan terkena perbuatan-perbuatan yang sanggup dihukum.
b.      Apeldoorn, menyatakan baha aturan pidana materil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang oleh alasannya yaitu perbuatan itu dipidana.


RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Ruang lingkup berlakunya aturan pidana itu ada empat, yaitu:
1.      Asas teritorialitas
2.      Asas nasionalitas aktif
3.      Asas nasionalitas pasif
4.      Asas universal



SEJARAH HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia kini ini, belumlah ialah aturan yang orisinil lahir dan dibuat oleh bangsa kita sendiri, melainkan warisan peninggalan bangsa Belanda lampau. kitab undang-undang hukum pidana kita kini ini masih ialah terjemahan daripada kitab undang-undang hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrech).
  1. Hukum Pidana Masa Kolonial
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan semenjak pertama kali kehadiran bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah kurun dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaimasukan Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan.
  • Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Tahun 1602-1799
Masa pemberlakuan aturan pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda hadir ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC berbentuk hak octrooi Staten General yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Pemdiberian hak demikian mempersembahkan konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi.
  • Zaman Belanda (1811-1814)
Indonesia pernah jatuh dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembaljkan kepada Belanda. Pemerintahan Inggris diserah terimakan kepada Komisaris Jenderal yang dikirim dari Belanda.
  • Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya aturan pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda lampau dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut sebut bahwa tiruana tubuh pemerintahan dan kekuasaannya, aturan dan undang-undang dari pemerintah yang doloe tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak berperihalan dengan pemerintahan militer.
  1. Hukum Pidana Sesudah Kemerdekaan
Sesudah kemerdekaan keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan setelah proklamasi kemerdekaan. Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 menyampaikan : "Segala tubuh negara dan peraturan yang ada masih eksklusif berlaku selama belum diadakan yang gres berdasarkan Undang-Undang Dasar ini."
Barulah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 diadakan perubahan yang fundamental atas WvSI. Ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut bahwa aturan pidana yang berlaku kini (mulai 1946) iaiah aturan pidana yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang diadaptasi dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek van Srrafrecht mor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Strufrechz yang sanggup disebut Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP). melaluiataubersamaini berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, maka hilanglah dualisme berlakunya dua macam undang-undang aturan pidana di Indonesia.
  1. Hukum Pidana Nasional
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, yakni terkena potongan ihwal sejarah aturan pidana Indonesia pasca kemerdekaan. Sekarang saya akan menguraikan kembali tahap demi tahap sejarah aturan nasioal Indonesia.
a.       Tahun 1945-1949
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dengan diproklamirkannya negara Indonesia sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan berdaulat. Oleh lantaran itu, untuk mengisi kekosongan aturan (rechts vacuum) lantaran aturan nasional belum sanggup diwujudkan, maka Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan dalam Pasal II Aturan Peralihan biar segala tubuh negara dan peraturan yang ada masih eksklusif berlaku, selama belum diadakan yang gres berdasarkan Undang - Undang Dasar ini.
b.      Tahun 1949-1950
Tahun 1949-1950 negara Indonesia menjadi negara serikat, sebagai konsekuensi atas syarat akreditasi kemerdekaan dari negara Belanda. melaluiataubersamaini perubahan bentuk negara ini, maka Undang-Undang Dasar 1945 tidak berlaku lagi dan diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Sebagai aturan peralihannya, Pasal 192 Konstitusi RIS sebut peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata perjuangan yang sudah ada pada dikala Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketntuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuanketentuan tata perjuangan atas kuasa Konstitusi ini.
c.       Tahun 1950-1959
Sesudah negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7 bulan 16 hari, sebagai trik politik biar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara republik-kesatuan. melaluiataubersamaini perubahan ini, maka konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara. Sebagai peraturan peralihan yang tetap memberlakukan aturan pidana masa sebelumnya pada masa Undang-Undang Dasar Sementara ini, Pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara sebut :
"Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tatausaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1050, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuanketntuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata perjuangan atas kuasa Undang Undang Dasar ini".
d.      Tahun 1959-sekarang
Sesudah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya meliputi terkena berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, maka semenjak itu Indonesia menjadi negara kesatuan yang berbentuk republik dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusinya. Oleh lantaran itu, Pasal II Aturan Peralihan yang memberlakukan kembali aturan usang berlaku kembali, termasuk di sini aturan pidananya. Pemberlakuan aturan pidana Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun kemudian berlanjut hingga sekarang.
Peristiwa Hukum Pidana suatu bencana aturan yang sanggup ditetapkan sebagai bencana pidana apabila memenuhi unsur-unsur pidananya dan unsur-unsur itu meliputi:
1.      Objektif : Suatu perbuatan yang berperihalan dengan hukum.
2.      Subjektif : Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh UU.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu perisitiwa pidana ialah:
1.      Harus ada suatu perbuatan
2.      Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam ketentuan hukum
3.      Harus terbukti adanya kesalahan yang sanggup dipertanggung jawabankan.
4.      Harus berlawanan dengan hukum
5.      Harus terdapat ancaman hukumnya






ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA

1.      Asas Legalitas
Asas ini tersirat didalam pasal 1 kitab undang-undang hukum pidana yang dirumuskan :
a)      Tiada suatu perbuatan sanggup dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang sudah adda sebelum perbuatan dilakukan.
b)      Jika setelah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, digunakan aturan yang paling enteng bagi terdakwa.
Asas aturan Nulum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege, Asas ini memilih bahwa tidak ada perbuatan yang dihentikan dan diancam dengan pidana bila tidak ditentukan terlebih lampau dalam perundang-undangan.
2.      Asas Teritorial
Berlakunya undang-undang pidana suatu negara semata-mata digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau perbuatan pidana dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak didalam teritori atau wilayah negara yang bersangkutan.
3.      Asas Perlindungan
Menurut asas ini peraturan aturan pidana Indonesia berfungsi untuk melindungi keamanan kepentingan aturan terhadap gangguan dari setiap orang diluar Indonesia terhadap kepentingan  hukum Indonesia itu. Yang diatur dalam pasal 3 KUHP.
4.      Asas Personal
Yaitu ketentuan aturan pidana yang berlaku bagi setiap negara Indonesia yang melaksanakan tindak pidana di luar Indonesia.
5.      Asas Universal
Asas ini disebut asas universal lantaran bersifat populer diseluruh dunia dan tidak membeda-bedakan masyarakat negara apapun yang penting yaitu terjaminnya ketertiban dan keselamatan dunia.

PERBUATAN HUKUM PIDANA
Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dihentikan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Antara larangan dengan  acaman pidana ada kekerabatan yang erat, ibarat kekerabatan bencana dengan orang yang mengakibatkan bencana tersebut, utuk menyatakan kekerabatan tersebut dipakailah kata “perbuatan” yang berarti  suatu pengertian ajaib yang menandakan kepada dua hal yang konkrit. Istilah lain yang digunakan dalam aturan pidana, yaitu; “tindakan pidana”adalah kelakuan oleh seseorang yang sanggup bertanggung jawaban, berafiliasi dengan kesalahan  yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana. Dalam perbuatan terdapat unsur-unsur, yaitu:
1.      Kelakuan dan akibat.
2.      Sebab atau keadaan tertentu yang mensertai perbuatan,
Menurut Van Hamel; sebab-sebab terbagi dalam dua golongan,  berkaitan dengan diri orang tersebut dan dan di luar diri orang tersebut. Ketiga, kerena keadaan tambahan atau unsur-unsur yang memberatkan. Keempat, sifat melawan hukum. Kelima, unsur melawan aturan secara obyektif dan subyektif.
Perbuatan pidana terbagi atas; tindak kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Selai  dari perbuatan tersebut terdapat pula  yang disebut: Delik dolus (denga kesengajaan) dan delik culva (dengan pengabaian), delik commissionis (melanggar aturan dengan perbuatan) dan delik ommissionis (melanggar aturan dengan tidak melaksanakan perbuatan hukum), delik biasa dan delik yang dikualifisir (delik biasa dengan unsur-unsur yang memberatkan), delik penerus (dengan jawaban perbuatan yang lama) dan delik tidak penerus (akibat perbuatan tidak lama). Locus delicti atau yang dikenal dengan tempat terjadinya perkara, dikenal dua teeori, yaitu; yang menyatakan tempat terjadinya kasus yaitu tempat tedakwa berbuat, dan  yang menyatakan tempat tarjadinya kasus yaitu tempat terdakwa berbuat dan mungkin tempat dari jawaban perbuatan.
Dalam aturan pidana tingkah laris ada yang bernilai positif dan adayang bernilai negative. Dikatakan positif lantaran pelaku berperan aktiv, sedangkan dikatakan negative lantaran pelaku tidak berperan aktiv dan perbuatan yang diharuskan hukum. Dalam tingkah laris yang bernialai positif ada beberapa hal yang tidak terkait, yaitu; gerak yang dilakukan secara reflek. Simon beropini bahwa tingkah laris yang positif yaitu gerakan otot yang dilakukan yang menjadikan akibat-akibat hukum, sedangkan menurut  Pompe, ada tiga ketentuan dalam tingkah laku, yaitu; ditimbulkan oleh seseorang, terang atau sanggup dirasakan, yang dihentikan dalam obyek hukum.
Dalam delik-delik yang dirumuskan secara matriil, terdapat keadaan-keadaan tetentu yang dilarang, untuk itulah diharapkan kekerabatan kausal, biar sanggup diberatkan secara aturan (delik berkwalifisir) dengan merumuskan akibat-akibat dari perbuatan tersebut, sehingga terang dan terbukti. Maka dari itulah dikenal aliran ihwal hubungan-hubungan kausal.
Perbuatan pidana itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Bagian adil
Yaitu suatu perbuatan atau sikaf yang berperihalan dengan aturan pidana positif,sehingga bersifat melawan aturan yang mengakibatkan tuntutan aturan dengan ancaman pidana atas pelanggarannya.


b.      Bagian subjektif
Yaitu suatu kesalahan yang menunjuk kepada pelaku untuk dipertanggung jawabankan berdasarkan hukum. Sedangkan aturan pidana formal yaitu yang mengatur cara bagaimana aturan pidana materil sanggup ditegakkan .
Beberapa pendapat pakar aturan indonesia terkena aturan pidana,antara lain sebagai diberikut:
1.      Moeljatno, menyatakan bahwa aturan pidana yaitu potongan daripada keseluruhan aturan yang berlaku disuatu negara,yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
a.       Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,yang disertai ancaman atau hukuman yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar peraturan tersebut.
b.      Menentukan apa dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar larangan tersebut biar sanggup dikenakan tindak pidana.
c.       Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu sanggup dilaksanakan apabila ada orang yang sudah melanggar larangan tersebut.
2.      Soedarto, menyampaikan bahwa aturan pidana ialah sistem hukuman yang negatif, ia diterapkan bila masukana lain sudah tidak memadai,maka aturan pidana dikatakan mempnyai fungsi yang subsider. Pidana termasuk juga tindakan yang bagaimanapun juga ialah suatu penderitaan,sesuatu yang dirasakan tidak lezat oleh orang yang dikenai. oleh lantaran itu, hakikat dan tujuan pidana dan pemidanaan,untuk mempersembahkan alasan pembenaran pidana itu.






SIFAT MELAWAN HUKUM
Sifat melawan aturan mempunyai kedudukan yang penting dalam aturan pidana disamping asas legalitas. Ajaran ini terdiri dari  ajaran sifat melawan aturan yang formal dan materil. Ajaran sifat aturan yang materil dalam aturan pidana aturan Indonesia terdapat aturan tidak tertulis, yaitu aturan adat. Meskipun demikan akreditasi dan penerapan aliran sifat melawan aturan materil gres dilakukan pada tahun 1965 dan implikasi yang lebih jauh yaitu lolosnya para koruptor lantaran sudah membayar unsur kerugian negara dalam kasus korupsi. Dalam perkembangannya, aliran sifat melawan aturan ini kemudian diformalkan kedudukannya dalam perundang-undangan ibarat UU No. 31 tahun 1999 dan  rancangan KUHP.
·         Paham-paham sifat melawan hukum
Doktrin membedakan perbuatan melawan aturan atas :
·         Perbuatan melawan aturan formil
·         Perbuatan melawan aturan materil
·         Perbuatan melawan aturan berdasarkan KUHP
Menurut pasal 17 dirumuskan sebagai diberikut : perbuatan yang dituduhkan haruslah perbuatan yang dihentikan dan diancam dengan pidana oleh suatu peraturan perundang-undangan dan perbuatan tersebut juga berperihalan dengan hukum.
Penegasan ini juga dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu: Setiap tindak pidana selalu berperihalan dengan pengaturan perundang-undangan atau berperihalan dengan hukum, kecuali terdapat alasan pembenar atau alasan pemaaf.
Dari sini terlihat adanya asas keseimbangan antara patokan formal dan materil dimana dalam bencana konkrit kedua-duanya saling mendesak, maka dalam pasal 19 konsep kitab undang-undang hukum pidana gres tahun 1998 memediberi pedoman hakim harus sejauh mungkin mengutamakan nialai keadilan dalam menetapkan suatu kasus yang dihadapi dari pada nilai kepastian konsep legalitas material maupun aliran sifat melawan aturan material dalam kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku kini tidak dikenal.

PEMBAHASAN TENTANG KESALAHAN
Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, sanggup disamakan dengan pengertian pertanggungjawabanan dalam aturan pidana; didalamnya terkandung makna sanggup dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi, orang bersalah melaksanakan sesuatu tindak pidana berarti bahwa sanggup dicela atas perbuatannya.
Kesalahan dalam arti yang luas, meliputi:
  1. Kesengajaan.
  2. Kelalaian/ kealpaan (culpa).
  3. Dapat dipertanggungjawabankan.
Sedangkan kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa). Adapun pengertian kesalahan berdasarkan para ahli, antara lain:
  1. Menurut Simons, kesalahan itu sanggup dikatakan sebagai dasar untuk pertanggungan jawaban dalam aturan pidana ia berupa keadaan jiwa dari si pelaku dan hubungannya terhadap perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan jiwa itu perbuatannya sanggup dicelakakan kepada si pelaku.
  2. Menurut Mezger, kesalahan yaitu keseluruhan syarat yang memdiberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku tindak pidana.
  3. Menurut Van Hamel, kesalahan dalam suatu delik ialah pengertian psikologis, perhubungan antara keadaan jiwa si pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik lantaran perbuatannya. Kesalahan yaitu pertanggunganjawabanan dalam hukum.
Unsur-Unsur Kesalahan dalam arti seluas-luasnya memuat unsur-unsur, antara lain:
  1. Adanya kemampuan bertanggungjawaban pada si pelaku (schuldfahigkeit atau zurechnungsfahigkeit).
  2. Hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk kesalahan.
  3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf dan alasan pembenar.
-          Pertanggungjawabanan
Masalah pertanggungjawabanan dan khususnya pertanggung jawabanan pidana mempunyai kaitan yang bersahabat dengan beberapa hal yang cukup luas.dapat dipermasalahkan antara lain:
·         Ada atau tidaknya kebebasan insan untuk memilih kehendak?antara lain ditentukan oleh indeterminisme dan determinisme.
·         Tingkat kemampuan bertanggung jawaban,mampu,kurang mampu,atau tidak mampu.
·         Batas umur untuk dianggap bisa atau tidak bisa bertanggung jawaban.

-          Bentuk kesalahan
Ilmu aturan pidana mengenal dua bentuk kesalahan,yaitu: kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa.

ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA
Alasan-alasan Penghapusan Pidana ini yaitu alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melaksanakan perbuatan yang bahwasanya sudah memenuhi rumusan delik, tetapi tidak dipidana.
Alasan aturan pidana dibedakan dalam:
1.      Alasan penghapus pidana umum disebut dalam pasal 44, 48-51 KUHP.
2.      Alasan penghapus pidana khusus,  disebut dalam pasal 122, 221 ayat 2, 310 dan 367 ayat 1 KUHP.
Jenis-jenis alasan pembatalan pidana dibedakan menjadi :
  1. Alasan pembenar
Merupakan suatu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa kemudian menjadi perbuatan yang patut dan benar. Alasan Pembenar terdiri atas:
a.       Pembelaan terpaksa (Noodweer)
Pasal 49 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “Barangsiapa terpaksa melaksanakan perbuatan untuk pembelaan, lantaran ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak  dipidana”.
Dalam pembelaan darurat (noodweer) berdasarkan suara pasal diatas tiga macam syarat-syarat sebagai diberikut:
·         Perbuatan yang itu harus terpaksa untuk membela dan pembelaan itu harus harus amat perlu,  boleh dikatakan tidak ada jalan lain.
·         Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan spesialuntuk terhadap kepentingan.
·         Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu.
b.      Melaksanakan Ketentuan Undang-Undang (Wettlijkvoorchrift)
Bertindak untuk melaksanakan ketentuan undang-undang didalam pasal 50 kitab undang-undang hukum pidana berbunyi: ” barangsiapa melaksanakan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “.


c.       Melaksanakan Perintah dari pihak atasan  (Ambtelijk Bevel)
Dalam pasal 51 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “Barang siapa melaksanakan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang didiberikan oleh kuasa yang berhak akan itu,  tidak boleh dihukum”.
2.      Alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden)
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan aturan jadi tetap ialah perbuatan pidana,tetapi beliau tidak dipidana kerena tidak ada kesalahan. Jenis Alasan Pemaaf terdiri atas:
a.       Pembelaan melampaui batas (Noodweerexces)
Pasal 49 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “orang yang melampaui batas pembelaan yang perlu bila perbuatan tersebut dilakukannya lantaran sangat gerah hatinya disebabkan oleh serang itu, tidak dipidana”. yang dimaksud dengan melampaui  pembelaan yang perlu ialah tidak seimbang antara pembelaan yang didiberikan dengan jawaban yang timbul. misalnya; mempergunakan sepotong besi sedangkan lawannya rotan).
  1. Perintah yang dikeluarkan oleh jabatan yang tidak wenang
Pasal 51 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi: “Perintah jabatan yang didiberikan oleh kuasa yang tidak berhak tidak membebaskan dari hukuman, kecuali bila pegawai yang dibawahnya atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seolah-olah didiberikan kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajiabn pegawai yang dibawah perintah tadi”.
c.       Tak bisa bertanggung jawaban
Pasal 44 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi  : ”barangsiapa melaksanakan perbuatan yang tidak sanggup dipertanggungjawabankan padanya, disebabkan lantaran jiwanya cacat dalam tumbuhnya  (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu lantaran penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”.
Pertumbuhan jiwa yang tidak tepat sanggup terjadi pada dikala kelahiran ibarat imbisil (keadaan bodoh) dan idiot (keadaan gila), juga sanggup terjadi pada pertumbuhan tubuh yang tidak sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang seharusnya seimbang. Sedangkan gangguan jiwa yang disebabkan oleh penyakit, orang tersebut pada mulanya sehat tetapi gres mengalami gangguan jiwa setelah dihinggapi penyakit tertentu contohnya menderita penyakit yang kronis.
d.      Daya paksa atau (overmacht)
Dalam pasal 48 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi”: Barang siapa melaksanakan perbuatan lantaran efek daya paksa tidak dipidana”.
Menurut para hebat mengakibatkan adanya beberapa bentuk daya paksa. pertolongan secara  tradisional bentuk-bentuk daya paksa,adalah terdiri atas:
  • Overmacht yang absolute atau physiekedwang (vis absoluta)
  • Overmacht yang relative (vis compulsive)
  • Overmacht dalam arti sempit atau psychische drang
Oleh Jonkers Keadaan darurat (nootoestand) biasanya dikatakan ada tiga kemungkinan yaitu:
·         Perperihalan dua kepentingan hukum.
·         Perperihalan antara dua kewajiban hukum
·         Perperihalan antara kepentingan aturan dan kewajiban hukum.
3.      Alasan penghapus penuntutan
Alasan pembatalan penuntutan di sini soalnya bukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran terkena sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melaksanakan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan.
Alasan-alasan yang dimuat dalam perundang-undangan untuk hapusnya hak penuntutan adalah:
a.       Adanya suatu putusan yang sudah berkekuatan aturan tetap
Hal ini diatur dalam pasal 76 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi : “kecuali dalam hal putusan hakim sanggup diubah,orang tidak sanggup dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang baginya sudah diputuskan oleh hakim di Indonesia dengan putusan yang sudah tetap”.
Apabila putusan sudah berkekuatan aturan tetap,upaya aturan tidak sanggup digunakan lagi. Putusan yang sudah berkekuatan aturan tetap tersebut,dapat berupa:
·         Putusan bebas
·         Putusan lepas dari segala tuntutan aturan
·         Putusan tidak sanggup mendapatkan tuntutan penuntut umum
·         Putusan pemidanaan
b.      Kematian orang yang melaksanakan delik
Hal ini diatur dalam pasal 77 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi: “hak menuntut hilang oleh lantaran meninggalnya  si tersangka.”
c.       Daluwarsa
Hal ini diatur dalam pasal 78 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi: hak untuk penuntutan pidana hapus lantaran daluwarsa :
·         Dalam satu tahun bagi tiruana pelanggaran dan bagi kejahatan yang    dilakukan dengan percetakan
·         Dalam enam tahun bagi kejahatan-kejahatan yang diancam dengan denda, eksekusi kurungan atau eksekusi penjara, yang lamanya tidak lebih dari tiga tahun.
·         Dalam dua belas tahun bagi tiruana kejahatan yang diancam dengan eksekusi penjara sementara yang lamanya lebih dari tiga tahun
·         Dalam delapan belas tahun bagi tiruana kejahatan, yang diancam dengan eksekusi mati  atau eksekusi penjara seumur hidup.
Untuk orang, yang sebelum melaksanakan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan belas tahun,tenggang daluwarsa yang tersebut diatas itu, dikurangi sepertiga.”
d.      Penyelesaian kasus di luar pengadilan
Hal ini diatur dalam pasal 82 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi antara lain sebagai diberikut: “Hak penuntutan pidana kerena pelanggaran,yang atasnya tidak ditentukan eksekusi pokok lain daripada denda, hilang kalau dengan rela hati sudah dibayar maksimum denda serta juga biaya perkara.”



PERCOBAAN (POGING)
Poging yaitu suatu kejahatan yang sudah dimulai,tetapi belum selesai atau sempurna.
a.       Unsur-unsur percobaan
-          Adanya niat
-          Adanya permulaaan pelaksanaan
-          Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata lantaran kehendak sendiri
a.       Delik putatif dan Mangel Am Tatbestand
              Delik putatif yaitu ialah kesalahpahaman dari seseorang yang mengira bahwa perbuatan yang dilakukan itu yaitu perbuatan terlarang, tetapi ternyata tidak diatur dalam perundang-undangan pidana.sedangkan Mangel Am Tatbestand ialah belum sempurnanya unsur tindak pidana yang dilakukan.
Teori poging
·         Teori subjektif:suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan dan oleh lantaran itusudah sanggup dipidana.
·         Teori adil:suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan tersebut sudah membahayakan kepentingan umum.


PENYERTAAN DALAM MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA
            Penyertaan (deelneming) Secara umum sanggup diartikan sebagai suatu perbuatan (tindak pidana) yang dilakukan lebih dari satu orang. Perbuatan penyertaan tersebut yaitu pengertian yang meliputi tiruana bentuk turut serta/ terlibatnya orang-orang sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerjasama yang mewujudkan tindak pidana tersebut, masing-masing dari mereka tidak sama satu dengan yang lain, Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalin suatu kekerabatan yang sedemikian rupa eratnya dimana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lain, yang tiruananya mengarah pada satu yaitu terwujudnya tindak pidana.
Penyertaan Menurut kitab undang-undang hukum pidana Indonesia, Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pertolongan besar, yaitu:
1.      Pembuat/ Dader (Pasal 55) yang terdiri dari :
·         Pelaku (pleger); Pelaku yaitu orang yang melaksanakan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawaban atas kejahatan.
·         Yang menyuruh melaksanakan (doenpleger); Doenpleger yaitu orang yang melaksanakan perbuatan dengan mediator orang lain, sedang mediator itu spesialuntuk digunakan sebagai alat. Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
a.    Alat yang digunakan yaitu manusia;
b.    Alat yang digunakan berbuat;
c.    Alat yang digunakan tidak sanggup dipertanggngjawabankan.
·         Yang turut serta (medepleger); adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat dalam melaksanakan suatu delik. Oleh lantaran itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana yaitu sama. Syarat-syarat medepleger, antara lain:
-          Ada kerjasama secara sadar, adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan, kerja sama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dihentikan undang-undang;
-          Ada pelaksana bersama secara fisik, Kerjasama yang bersahabat dan eksklusif atas suatu perbuatan yang eksklusif menjadikan selesainya delik yang bersangkutan.
·         Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melaksanakan suatu tindak pidana dengan memakai masukana-masukana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif. Penganjur (uitloken) ibarat dengan menyuruh melakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara. Namun perbedaannya terletak pada:
a.       Pada penganjuran, menggerakkan dengan masukana-masukana tertentu (limitatif) yangtersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruh melakukan menggerakkannya dengan masukana yang tidak ditentukan.
b.      Pada penganjuran, pembuat materiil dapat dipertanggungjawabankan,  sedang dalam menyuruhkan pembuat materiil tidak sanggup dipertanggungjawabankan.
2.      Pemmenolong/ Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari :
  • Pemmenolong pada dikala kejahatan dilakukan; Teknik bagaimana pemmenolongnya tidak disebutkan dalam KUHP. ini ibarat dengan medeplegen (turut serta), namun perbedaannya terletak pada:
    1. Pemmenolong perbuatannya spesialuntuk bersifat memmenolong/menunjang, sedang pada turut serta ialah perbuatan pelaksanaan;
    2. Pemmenolongan, pemmenolong spesialuntuk sengaja memdiberi menolongan tanpa disyaratkan harus kerjasama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta,orang yang turut serta sengaja melaksanakan tindak pidana, dengan cara bekerjasama dan mempunyai tujuan sendiri.
    1. Pemmenolongandalma pelanggaran tidak dipidana (pasal 60 KUHP), sedangkan dalam turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.
    2. Maksimum pidana pemmenolong yaitu maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.
  • Pemmenolong sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberpeluang, masukana atau keterangan. Ini ibarat dengan penganjuran (uitlokking).  Perbedaan pada niat/kehendak, pada pemmenolong kehendak jahat materiil sudah ada semenjak tiruanla/ tidak ditimbulkan oleh pemmenolong, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melaksanakan kejahatan pada pembuat meteriil ditimbulkan oleh si penganjur.
Perbuatan penyertaan pada penyertaan (Deelneming Aan Deelnemingshan delingen), contohnya :
1.      Membujuk untuk membujuk (Pasal 55 jo 55)
2.      Membujuk untuk memmenolong (pasal 55 jo. 56)
3.      Memmenolong untuk menganjurkan (Pasal 55 jo.55).

Bentuk-Bentuk Penyertaan
Bentuk-bentuknya diperinci sebagai diberikut:
  1. Dua orang atu lebih gotong royong (berbarengan) melaksanakan tindak pidana,
  2. Ada yang menyuruh (dan ada yang disuruh) melaksanakan suatu tindak pidana
  3. Ada yang melaksanakan dan ada yang turut serta melaksanakan tindak pidana
  4. Ada yang menggerakkan dan ada yang digerakkan dengan syarat tertentu untuk melaksanakan tindak pidana.
  5. Pengurus-pengurus, anggota-anggota tubuh pengurus atau komisaris-komisaris yang dipraanggakan turut campur dalam suatu pelanggaran tertentu.
  6. Ada petindak (dader) dan ada pemmenolong untuk melaksanakan suatu kejahatan.
Mengenai bentuk-bentuk dari penyertaan apabila ditinjau dari sudut peserta akan ditemukan variasi sebagi diberikut:
a.    Penyertaan yang satu dan lainnya sama-sama memenuhi unsur tindak pidana,
b.   Penyertaan yang (turut) melaksanakan tindak pidana itu, tidak mengetahui bahwa tindakannya ialah tindak pidana, atau ia terpaksa melakukannya dan sebagainya (Manus ministra).
c.    Penyertaan benar-banarsadar dan eksklusif turut serta untuk melkukan tindak pidana (Medeplegen),
d.   Penyertaan melkukan tindak pidana lantaran adanya suatu laba baginya atau ia dipergampang untuk melakukannya,
e.    Ia dipandang sebagai penyerta dalam suatu pelanggaran lantaran ia yaitu pengurus dan sebaginya.
f.    Penyertaan spesialuntuklah sekedar memmenolong saja,
Menentukan bentuk kekerabatan dari peserta-peserta tersebut penting artinya tidak memilih pertanggungjawabanan pidana dari masing-masing peserta.


PERMASYARAKATAN DAN LEMBAGA PERMASYARAKATAN
            Lembaga Pemasyarakatan disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan training Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.(Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan).Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara.
Pembaharuan aturan di Indonesia, khususnya dalam bidang aturan pidana sudah semenjak usang dilakukan, yang dalam hal ini meliputi aturan pidana materiil, aturan pidana formil dan aturan pelaksanaan pidana. Pembangunan aturan pidana intinya tidak spesialuntuk yang bersifat struktural akan tetapi meliputi beberapa aspek pula pembangunan substansial dan yang bersifat kultural. Dewasa ini hakikat pembangunan aturan semakin penting apabila dikaitkan dengan sistem peradilan pidana yang pelaksanaannya dilakukan oleh 4 (empat) forum penegak aturan yaitu Kepolisian, Kejaksaaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan yang diharapkan sanggup bekerja sama secara terpadu untuk mencapai tujuan tertentu.
Lembaga Pemasyarakatan ialah tahap simpulan dari sistem peradilan pidana.Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari 4 (empat) sub-sistem yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.Sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-sistem terakhir dari sistem peradilan pidana mempunyai kiprah untuk melaksanakan training terhadap terpidana khususnya pidana pencabutan kemerdekaan. melaluiataubersamaini demikian berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai dalam sistem peradilan pidana baik tujuan jangka pendek yaitu rehabilitasi dan resosialisasi narapidana, tujuan jangka menengah untuk menekan kejahatan serta tujuan jangka panjang untuk mencapai kesejahteraan masyarakat di samping ditentukan/dipengaruhi oleh sub-sub sistem peradilan pidana yang lain yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, selebihnya juga sangat ditentu¬kan oleh training yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksanaan dari pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya pidana penjara.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah training narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya untuk mewujudkan pemidanaan yang integratif yaitu membina dan mengembalikan kesatuan hidup masyarakat yang baik dan berguna. melaluiataubersamaini perkataan lain Lembaga Pemasyarakatan melaksanakan rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi dan pertolongan baik terhadap narapidana serta masyarakat di dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. melaluiataubersamaini sistem pemasyarakatan sebagai dasar pola training narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diharapkan sanggup berhasil dalam mencapai tujuan resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana/narapidana, maka pada gilirannya akan sanggup menekan kejahatan dan pada hasilnya sanggup mencapai kesejahteraan sosial ibarat tujuan sistem peradilan pidana (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). melaluiataubersamaini demikian keberhasilan sistem pemasyarakatan di dalam pelaksanaan training terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan akan besar lengan berkuasa pada keberhasilan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana. .
Sesuai Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995, narapidana yaitu terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Penghuni suatu forum pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu terdiri dari :
  1. Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan;
  2. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara;
  3. Orang-orang yang disandera.
  4. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, akan tetapi secara sah sudah dimasukkan ke dalam forum pemasyarakatan.
Golongan orang-orang yang sanggup dimasukkan atau ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu ialah :
1.      Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan;
2.      Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak pengadilan;
3.      Mereka yang sudah dijatuhi eksekusi pidana hilang kemerdekaan oleh pengadilan negeri setempat;
4.      Mereka yang dikenakan pidana kurungan;
5.      Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi dimasukkan ke forum pemasyarakatan secara sah.
Jenis-jenis Lembaga Kemasyarakatan
Jenis-jenis forum pemasyarakatan dibagi atas aneka macam tipe sesuai dengan aneka macam sudut pengamatan yaitu :
  • Dari sudut perkembangannya kelembagaan terdiri dari Criscive Institution and Enacted Institution.
    1. ialah forum yang tumbuh dari kebiasaan masyarakat.
    2. dilahirkan dengan sengaja untuk memenuhi kebutuhan  manusia.
  • Dari sudut sistem nilai kelembagaan masyarakat dibagi menjadi dua yakni Basic institution and Subsidiary Institution.
    1. ialah forum yang memegang peranan penting dalam mempertahankan tata tertib masyarakat
    2. kurang penting lantaran spesialuntuk jadi pelengkap.
  • Dari sudut penerimaan masyarakat, terdiri dari dua yaitu Sanctioned Institution and unsanctioned Institution.
    1. ialah kelompok yang dikehendaki ibarat sekolah dll,
    2. ditolak meski kehadirannya akan selalu ada.  Lembaga ini berupa pesantren sekolah, forum ekonomi lain dan juga forum kejahatan.
  • Dari sudut faktor penyebabnya dibedakan atas General institutional and Restriktic Institutional.
    1. ialah organisasi yang umum dan dikenal seluruh masyarakat pola agama,
    2. ialah potongan dari institusi yakni Islam, Kristen, dan agama lainnya. 
  • Dari sudut fungsinya dibedakan atas dua yaitu Operatif Institutional and regulatif Institutional.
    1. berfungsi untuk mencapai tujuan,
    2. untuk mengawasi tata kelakuan nilai yang ada di masyarakat.
Fungsi Lembaga Kemasyarakatan
Pada dasarnya forum kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
  • Memdiberikan pedoman bagi anggota masyarakat, bagai mana mereka harus bertingkah laris atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
  • Menjaga keutuhan masyarakat.
  • Memdiberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian social (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laris anggota-anggotanya.

Proses Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan

            Untuk melaksanakan pembinaan-pembinaan tersebut, dikenal empat tahap proses pembinaan, yaitu :
1.      Setiap narapidana yang ditempatkan di dalam forum pemasyarakatan itu dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal ihwal diri narapidana, termasuk ihwal apa sebabnya mereka sudah melaksanakan pelanggaran, diberikut segala keterangan ihwal diri mereka yang sanggup diperoleh dari keluarga mereka, dari bekas majikan atau atasan mereka, dari mitra sepekerjaan mereka, dari orang yang menjadi korban perbuatan mereka dan dari petugas instansi lain yang menangani kasus mereka.
2.      Jika proses training terhadap seseorang narapidana itu sudah berlangsung selama sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan berdasarkan pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain ia menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan-peraturan tata tertib yang berlaku di forum pemasyarakatan, maka kepadanya didiberikan lebih banyak kebebasan dengan memberlakukan tingkat pengawasan medium security.
3.      Jika proses training terhadap seseorang narapidana itu sudah berlangsung selama setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan berdasarkan pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan baik secara fisik maupun secara mental dan dari segi keterampilan, maka wadah proses training diperluas dengan memperbolehkan narapidana yang bersangkutan mengadakan asimilasi dengan masyarakat di luar forum pemasyarakatan.
4.      Jika proses training terhadap seseorang narapidana itu sudah berlangsung selama dua per tiga dari masa pidananya yang bahwasanya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, kepada narapidana tersebut sanggup didiberikan lepas bersyarat, yang penetapan ihwal pengusulannya ditentukan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan.

Lembaga-kemasyarakatan lebih menunjuk suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian yang ajaib ihwal norma dan aturan yang menjadi ciri daripada forum tersebut. Lembaga kemasyarakatan ialah himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di kehidupan masyarakat.

POLITIK HUKUM PIDANA INDONESIA
Politik aturan ialah arah aturan yang akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya sanggup berupa pembuatan aturan gres dan penggantian aturan lama. Dalam arti yang ibarat ini politik aturan harus berpijak pada tujuan negara dan sistem aturan yang berlaku dinegara yang bersangkutan yang dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem itu terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pancasila yang melahirkan kaidah-kaidah hukum.
Politik aturan pidana (dalam tataran mikro) sebagai potongan dari politik aturan (dalam tataran makro) dalam pembentukan undang-undang harus mengetahui sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, yang berafiliasi dengan keadaan itu dengan cara-cara yang diusulkan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai biar hal-hal tersebut sanggup diperhitungkan dan sanggup dihormati. Melaksanakan politik aturan pidana berarti perjuangan mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan hadir. Dalam mempositifkan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat, tentu tidak sanggup spesialuntuk berpijak pada pandangan dogmatis yuridis saja, akan tetapi meliputi beberapa aspek pula pandangan fungsional.
Pembangunan aturan yang meliputi beberapa aspek upaya-upaya pembaruan tatanan aturan di Indonesia haruslah dilakukan secara terus menerus biar aturan sanggup memainkan kiprah dan fungsinya sebagai pedoman bertingkah laris (fungsi ketertiban) dalam hidup bersama yang imperatif dan efektif sebagai penjamin keadilan di dalam masyarakat.

PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Beberapa pertolongan aturan pidana antara lain:
1.      Hukum pidana dalam keadaan diam(materil) dan dalam keadaan bergerak(formal).
2.      Hukum pidana dalam arti subjektif dan adil.
3.      Pada siapa berlakunya aturan pidana.
4.      Sumbernya. Menurut sumbernya aturan pidana dibagi menjadi:
a.         hukum pidana umum yaitu tiruana ketentuan pidana yang bersumber pada kodifikasi KUHP.
b.        hukum pidana khusus yaitu aturan pidana yang bersumber pada peraturan perundang-undangan diluar KUHP.
5.      Menurut wilayah berlakunya aturan pidana.
a.       Hukum pidana umum
Hukum pidana yang dibuat oleh negara dan berlaku bagi subjek aturan yang melanggar aturan pidana diwilayah aturan negara.
b.      Hukum pidana lokal
Hukum pidana yang dibuat oleh pemerintahan daerah.
6.      Bentuk atau wadahnya
Berdasarkan bentuk atau wadahnya aturan pidana sanggup dibedakan menjadi:
a.       Hukum pidana tertulis (hukum pidana UU)
b.      Hukum pidana tidak tertulis (hukum pidana adat)


SISTEMATIKA HUKUM PIDANA
Buku I :  memuat ihwal ketentuan-ketentuan umum pasal 1-103
Buku II : mengatur ihwal kejahatan pasal 104-488
Buku III : mengatur ihwal pelanggaran pasal 489-569

SISTEM HUKUM
Sistem eksekusi yang dicantumkan dalam pasal 10 menyatakan bahwa eksekusi yang sanggup dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari:
1.      Hukuman pokok
a)      Hukuman mati
b)      Hukuman penjara
c)      Hukuman kurungan
d)     Hukuman denda
Jenis hukman yang dijatuhkan dengan aturan pidana pokok meliputi ketentuan pelanggaran pasal-pasal diberikut:
·         Pasal 10  :  perihal pidana pokok dan tambahan
·         Pasal 53  :  percobaan kejahatan
·         Pasal 104:  perihal penyerangan atau makar
·         Pasal 131:  kejahatan terhadap martanbat presiden dan wapres
·         Pasal 140:  kejahatan politik
·         Pasal 187:  pembakaran
·         Pasal 170:  pengeroyokan
·         Pasal 209:  memdiberi suap
·         Pasal 241:  pembunuhan terhadap anak
·         Pasal 242:  sumpah tiruan dan keterangan tiruan
·         Pasal 244:  pemalsuan mata uang
·         Pasal 254:  pemalsun materai,surat/merk
·         Pasal 281:  kejahatan kesusilaan
·         Pasal 285:  pemerkosaan
·         Pasal 300:  minuman keras
·         Pasal 303:  perjudian
·         Pasal 304:  meninggalkan orang yang perlu ditolong
·         Pasal 310:  penghinaan
·         Pasal 311:  memfitnah
·         Pasal 315:  penghinaan enteng
·         Pasal 328:  penculikan
·         Pasal 338:  pembunuhan biasa
·         Pasal 340:  pembunuhan berencana
·         Pasal 352:  penganiayaan enteng
·         Pasal 362:  pencurian biasa
·         Pasal 363:  pencurian dengan pemberatan
·         Pasal 364:  pencurian enteng
·         Pasal 365:  pencurian dengan kekerasan
·         Pasal 368:  pemerasan
·         Pasal 372:  pengpetangan biasa
·         Pasal 374:  pengpetangan berencana
·         Pasal 378:  penipuan
·         Pasal 406:  pengrusakan
·         Pasal 480:  penadahan
·         Pasal 485:  pelanggaran KUHP


TINDAK PIDANA
Berdasarkan asas konkordansi kitab undang-undang aturan pidana (KUHP) Indonesia, yang doloe berjulukan Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesie ialah semacam kutipan dari WVS Nederland. Pasal 1 kitab undang-undang hukum pidana menyatakan bahwa perbuatan yang pelakunya sanggup dipidana yaitu perbuatan yang sudah disebutkan dalam perundang-undangan sebelum perbuatan dilakukan.
Berdasarkan rumusan yang ada maka tindak pidana itu memuat beberapa unsur yakni :
1.    Suatu perbuatan manusia
2.    Perbuatan itu dihentikan dan diancam oleh undang-undang dengan eksekusi
3.    Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang apat dipertanggung jawabankan.


JENIS JENIS HUKUMAN
Menurut pasal 10 kitab undang-undang hukum pidana terdapat beberapa jenis eksekusi yang sanggup dijatuhkan pada seseorang yang sudah melaksanakan tindak pidana,berupa:
a.       Pidana mati
Sejak zaman lampau sudah dikenal eksekusi mati, pelaksanaan eksekusi mati pada waktu tersebut sanggat kejam. Pelaksanaan pidana mati dilakaukan dengan ditembak hingga mati,cara-cara pelaksanaan untuk trpidana justiabel peradilan sipil diatur dalam pasal 2 hingga pasal 16 UU No.2 Pnps tahun 1964,sedangkan untuk terpidana yustiabel peradilan militer diatur dalam pasal 17.
a.       Pidana penjara
Pidana penjara yaitu salah satu dari bentuk pidana perampasan kemerdekaan. Beberapa sistem dalam pidana penjara:
1.    Pensylvanian system:terpidana berdasarkan sistem ini dimassukkan dalam sel-sel tersendiri.
2.    Auburn  system:pada waktu malam ia dimasukkan kedalam sel secara sendiri-sendiri,pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana lainnya,tetapi tidak boleh berbicara diantara mereka.
3.    Progressive system:cara pelaksanaan pidana dengan cara bertahap.
b.      Pidana kurungan dan kurungan pengganti
Pidana kurungn ini juga ialah salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan,akan tetapi pidana kurungan ini dalam beberapa hal lebih enteng daripada pidana penjara.

AJARAN TENTANG KAUSALITAS
Tiap bencana niscaya ada sebabnya mustahil terjadi begitu saja,dapat juga suatu bencana menjadikan bencana yang lain.disamping hal tersebut sanggup juga terjadi satu perisiwa sebagai jawaban satu periwtiwaatau beberapa bencana yang lain.massalah alasannya yaitu jawaban tersebut disebut sebagai causalitas,yang berasal dari kata”causa”yang artinya sebab. Ajaran causalitas bertujuan untuk mempersembahkan jawabanan atas pertanyaan bilamanakah suatu perbuatan dipandang sebagai suatu alasannya yaitu dari jawaban yang timbul atau dengan kata lain mencari alasannya yaitu dan jawaban seberapa jauh jawaban tersebut ditentukan oleh sebab. Ilmu pengetahuan aturan pidana mengenal beberapa jenis delik yang penting dalam aliran causalitas.diantaranya delik formal:delik yang sudah dianggap penuh dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dihentikan dan diancam dengan suatu hukuman,dan delik materiil:delik yang sudah dianggap selesai dengan ditimbulkannya jawaban yang dihentikan dan diancam dengan eksekusi oleh undang-undang.
Delik formal:
·         Pasal 362 KUHP
Yang dihentikan dalam perbuatan pencurian ini yaitu perbuatannya mengambil barang milik orang lain.
·         Pasal 242 KUHP
Yang dihentikan mempersembahkan keterangan tiruan dibawah sumpah.
Delik materiil:
·         Pasal 338 KUHP
Yang dihentikan dalam delik ini ialah mengakibatkan matinya orang lain.
·         Pasal 351 KUHP
Yang dihentikan dalam delik ini ialah menjadikan sakit atau luka pada orang lain.

PENGULANGAN (RESIDIVE)
Alasan eksekusi dari pengulangan sebagai dasar pemberatan eksekusi ini yaitu bahwa seseorang yangsudah dijatuhi eksekusi dan mengulangi lagi melaksanakan kejahatan,membuktikan bahwa ia sudah mempunyai watak buruk.pengulangan ini diatur dalam pasal 486,487,dan 488 KUHP.
Sehubungan dengan pengulangan ini harus diingat kembali aliran ihwal tujuan hukum, antara lain terkena:
1.    Prevensi hukum
2.    Prevensi khususyang ditujukan terhadap mereka yang sudah melaksanakan kejahatan dengan pengharapan biar mereka takut mengulang kembali melaksanakan kejahatan setelah menjalani hukuman.
Pengulangan berdasarkan sifatnya terbagi dalam dua jenis:
1.      Residive umum
·         Seorang sudah melaksanakan kejahatan
·         Terhadap kejahatn mana sudah dijatuhi eksekusi yang sudah dijalani
·         Kemudian ia mengulang kembali melaksanakan jenis kejahatan
·         Maka pengulangan ini sanggup dipergunakan sebagai dasar pemberatan hukum.
2.      Residive khusus
·         Seorang melaksanakan kejahatan
·         Yang sudah dijatuhi hukuman
·         Sesudah menjalani eksekusi ia mengulang lagi melaksanakan kejahatan
·         Kejahatan mana ialah kejahatan sejenisnya.


HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT DAN MELAKSANAKAN PIDANA
Terdapat empat alasan ihwal hapusnya hak menuntut, yaitu:
1.         Perkaranya sudah diadili dan diputuskan dengan putusan yang menjadi tetap.
2.         Meninggalnya terdakwa
3.         Daluarsa atau verjaring
4.         Penyelesaian duliar pengadilan yang spesialuntuk berlaku untuk pelanggaran dan yang sudah berada diluar KUHP.
Untuk hapusnya hak melaksanakan pidana terdapat dua alasan,yaitu:
1.         Meninggalnya terdakwa(ps.83)
2.         Kedaluwarsa atau verjaring(ps.84-85)
Alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana menurut KUHP, kewenangan menjalankan pidana dapat dihapus lantaran beeberapa hal:
a.         Matinya terdakwa (ps.83)
b.         Kadaluwarsa (ps.84-85) dengan batas waktu tenggang pelanggaran 2 tahun, kejahatan percetakan 5 tahun, dan pidana mati tidak ada kadaluwarsanya.
-          Grasi
Grasi tidak  menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan,spesialuntuk menghapus atau mengurangi atau meentengkan pidana.grasi diatur dalam UU NO. 5 tahun 2010.

Posting Komentar untuk "Materi Aturan Pidana"