Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Tasawuf



BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan tasawuf di Indonesia erat kaitannya dengan budaya-budaya bangsa Indonesia yang bersifat mistik, tasawuf sanggup berkembang secara cepat dalam persebarannya,tasawuf yang ialah kepingan dari metode penyebaran pedoman Islam sangat mempunyai kemiripan dalam metode pendekatan-pendekatannya dengan pendekatan-pendekatan agama hindu-budha yang ialah sistem keagamaan masyarakat Indonesia sebelum Islam.
Kemiripan dalam metode pendekatan dengan yang kuasa inilah yang kemudian mempergampang berkembangnya taswuf di Indonesia. Tasawuf ialah alat dari salah satu persebaran Islam di Indonesia. Tasawuf yang lampau berkembang di Guzarat (Pakistan dan India sekarang) ialah singkronisasi keagamaan Indonesia, yaitu negeri Hindustan yang hal ini tidak jauh tidak sama dengan sosiologis agama Hindu di Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kebudayaan Bangsa Indonesia Sebelum Islam
Sebelum kita berbicara ihwal perkembangan Tasawuf di Indonesia terlebih doloe kita berbicara ihwal sekitar kebudayaan bangsa Indonesia sebelum Islam, kebudayaan bangsa Indonesia sebelum Islam banyak dipengaruhi oleh kebudayaan hindu, Budha, yang bercorak Animisme, Dinamise, Paganisme, yang berketuhanan Politisme. Hal-hal yang menyangkut duduk perkara tradisi dan kepercayaan menempel pada kepribadian bangsa Indonesia yang berguaka ragam hal ini dikarenakan faktor kebudayaan Hindu, Budha sudah tertanam usang pada pergaulan bangsa Indonesia. Hal ini sanggup dilihat dari beberapa peninggalan kerajaan yang bercorakkan Hindu, Budha yang pernah ada di Indonesia, biasanya berbentuk bangunan maupun kesenian. Di Indonesia peninggalan yang bercorakkan hindu, budha yang sanggup kita jumpai yaitu Candi.
Candi yang populer dari kebudayaan hindu ialah Candi Borabudur yakni peninggalan dari kerajaan singosari di Bantul Jogyakarta sedangkan Candi Budha yang populer ialah candi Peranbanan di Jogyakarta. Faktor Hindu Budha yang banyak bercorakkan dinamisme, membuat kegampangan masuknya Tasawuf yang ialah kepingan dari pedoman Islam yang memakai metode pendekatan, penyatuan dengan Tuhan hal ini tidak jauh tidak sama dengan pedoman Hindu Budha yang memakai metode pendekatan unntuk menjadi brahmana yang dikenal dengan istilah semedi.[1]

B.     Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Tasawuf di Indonesia banyak diminati karena kebudayaan usang bangsa Indonesia yang bersifat mistik-mistik maupun mitos-mitos yang banyak berkembang sebagai mana diutarakan pada kebudayaan bangsa Indonesia sebelum Islam. Tasawuf praktis masuk pada kebudayaan masyarakat Indonesia yang bercorak Mistis, hal ini dikarenakan spesialuntuk kemiripan dalam pedoman Tasawuf dengan kebudayaan usang bangsa Indonesia, kemiripan itu ada metode pendekatan dengan Tuhan, yakni pendekatan dengan Tuhan suatu simbol kesempurnaan, yang sanggup dikatakan peleburan (kesatuan antara Tuhan dan manusia).
 Hal ini sebagai tingkatan tertinggi baik pada paham Al-hulul yang di bawa Al-Halaj maupun paham Wahdah Al-Wujud yang dibawa oleh Muhyudin Al-Arabi maupun paham Ma’rifah yang tokoh terkenalnya Robiah Al-Adawiyah. Semua ialah kepingan dari suatu metode semoga bagaimana sanggup dekat, bersatu, melebur menjadi Tuhan (menjadi satu kesatuan). Hal ini hampir ibarat dengan metode keagamaan Hindu maupun Budha dalam upaya mencapai kepada tingkatan tertingginya yakni menjadi brahmana, seorang yang hendak mencapai brahmana harus mempunyai kriteria-kriteria tertentu. Bedanya Hindu maupun Budha yaitu terletak pada penyatuan dengan tuhannya yang tidak sama. Hal ini terang karena perbedaan agama maupun yang kuasa yang tidak sama.
Tasawuf di Indonesia terbagi berdasarkan teritorial wilayah. Beberapa wilayah yang sudah berkembang dan sudah banyak pengikutnya yaitu Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. melaluiataubersamaini tokoh-tokohnya di pulau Jawa mirip Wali Sanga, Sumatra oleh Hamzah Fansuri, Kalimantan oleh Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi, Sulawesi oleh Syekh Yusuf Tajul Khalawati Al-Makasari.
1)      Perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa
Tasawuf masuk di Pulau Jawa di tandai dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Tepatnya di Demak Jawa Tengah pada tahun 1479 M. sekitar kurun terakhir ke-XV M. Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa Oleh Para Wali Sanga melalui pendekatan mistik. Hal ini ialah taktik pendekatan dan pembauran dengan masyarakat, corak budaya yang begitu kental membuat susah penyebaran Islam, sehingga para Wali berusaha mengadakan pendekatan dengan memakai kebudayaan di sekitarnya untuk mengislamkan masyarakat di pulau Jawa, karena di ketahui penduduk mempunyai latar belakang kebudayaan Hindu Budha yang sangat kental. Teknik ini ternyata banyak di minati oleh penduduk sehingga banyak yang memeluk agama Islam.
Pada perkembangannya Tasawuf di Indonesia lebih dikenalkan oleh Syekh Siti Jenar yang menyampaikan bahwa “ajaran Islam itu tidak perlu, yang perlu spesialuntuklah hakikat, Tuhan dan muhammad yaitu satu, kerena Muhammad yaitu Nur, sedangkan Nur yaitu Tuhan”. Meskipun dalam perkembangannya pedoman Syekh Siti Jenar dianggap sesat oleh Para Wali.
2) Perkembangan Tasawuf di Pulau Sumatra
Pekembangan Tasawuf di Sumatra sama halnya di Pulau Jawa, yakni untuk mengislamkan penduduk sumatra. Ulama sufi yang sangat besar lengan berkuasa ialah Hamzah Pansuru yang berfaham Wahdatul Wujud. Hamzah pansuri populer dengan tulisannya sehingga membuat pedoman Tasawuf banyak dikenal oleh banyak orang. Kemudian anakdidiknya Syekh Samsudin bin Abdillah As-Sumatrani yang bermukim di Aceh, tokoh sufi lainnya yang besar lengan berkuasa dalam penyebaran Islam di Sumatra ialah Syekh Abdul Rau’uf bin Ali Al-Fansuri yang membuatkan Tarekat Satariyah dan kemudian diikuti oleh anakdidik-anakdidiknya. Ulama sufi yang lainnya yaitu Syekh Abdussamad Al-Palembangi. Perkataannya yang sering dikatakan ihwal sufi yaitu “seorang sufi tidak boleh spesialuntuk mengajar dan berzikir saja tetapi ia harus berani membela agama Islam dengan fisik”.
3) Perkembangan Tasawuf di Kalimantan
Perkembangan Tasawuf di Kalaimantan sama halnya perkembangan di pulau-pulau lain di nusantara salah seorang sufi yang terkemuka di Kalimantan ialah Syekh Khatib As-Sambasi, ketika berguru di Mekkah ia lebih dikenal dengan nama Ahmad Khatib bin Abdul Ghafar As-sambasi Al-Jawi. Beliau dipandang oleh gurunya sebagai hebat Fiqih, Ilmu Hadits, Ilmu Tasawuf dan penghapal Quran. Sementara di Kalimantan Selatan Sufi di kembangkan oleh Syekh Muhammad Nafi’ Idris bin Husaen Al-banjari yang di diberi gelar oleh pengikutnya dengan nama maulana Al-Alamah Al-Mursad Ila Tarikis Salamah yang hidup semasa dengan Syekh Muhammad Ar-Syad bin Abdillah Al-Banjari, tetapi mereka tidak sama keahliannya dalam hal agama. Dimana Syekh Muhammad Nafis sangat mendalami Ilmu Tasawuf sadangkan Syekh Muhammad Ar-Syad lebih mendalami kepada Syari’at. Tarikat yang lebih mencolok pada Syekh Muhammad Nafis ialah dilihat dari segi teologi yakni Asy’ariyah dan dari segi mazhab Figih lebih kepada Mazhab Syafi’i.[2]
C.    Tarekat-tarekat yang Berkembang di Indonesia
Adapun tarekat-tarekat yang masuk dan berkembang di Indonesia yaitu :
1.      Tarekat Qadariyah
Qadariyah yaitu nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang populer dengan sebutan Syeikh Abd al-Qadir Jila al-Gawast al-Auliya. Beliau lahir di sebuah kota kecil, Jailan, Thabaristan pada tahun 471 H (1077 M). Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai penggerak lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya banyak sekali cabang tarekat di dunia. Kedati struktur organisasinya gres muncul beberapa dekade sehabis kematiannya.
2.      Tarekat Syaziiliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan Al-Syadzili. Nama lengkapnya yaitu Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu Al-Hasan alsyadzili. Beliau dilahirkan di desa Ghumarra. Tarekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Sudan, suriah dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia khususnya di Wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur. Adapun pemikiran tarekat al-Syaziliyah antara lain:
a.       Tidak menganjurkan kepada anakdidiknya untuk meninggalkan profesi dunia. Pandangannya terkena pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Meninggalkannya yang berlebihan akan menjadikan hilangnya rasa syukur, dan berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman.
b.      Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam.
c.       Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena intinya zuhud yaitu mengosongkan hati dari selain Tuhan..
d.      Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang boleh saja mencari harta, namun tidakboleh menjadi hamba dunia.
e.       Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeenteng spiritual yang dialami oleh banyak orang yang spesialuntuk sibuk dengan urusan duniawi. [3]
Menurut pedoman tarekat Syaziliyah praktis dalam perkara ilmu dan akal. Ajaran serta tes–tes penyucian dirinya tidak rumit dan tidak berbelit-belit. Yang dituntut dari para pengikutnya yaitu meninggalkan maksiat, harus memelihara segala yang diwajibkan oleh Allah SWT dan mengerjakan ibadah-ibadah yang disunnahkan sebatas kemampuan tanpa paksaan. Bila sudah mencapai tingkat yang lebih tinggi, maka wajib melaksanakan zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali dalam sehari semalam dan juga harus diberistigfar sebanyak seratus kali dan membaca shalawat terhadap nabi Muhammad SAW sekurang kurangnya seratus kali sehari semalam.
3.      Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini yaitu Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.[4] Ia menerima gelar Syah yang menyampaikan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia berguru Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama berguru tarekat. Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani, seorang sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani. Pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah yaitu di Asia Tengah, ke Turki, India, Mekkah termasuk ke Indonesia, melalui Jemaah Haji yang pulang ke Indonesia. Dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan Makkah oleh Abd al-Aziz bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan tarekat Naqsabandiyah. Karena semenjak ketika itu kepemimpinan di Makkah diperintah oleh kaum Wahaby yang mempunyai pandangan jelek terhadap tarekat.
Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat ini di Makkah bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia yang setiap dari generasi banyak dari mereka masuk tarekat.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara peribadatan, metode spiritual dan ritual tersendiri, antara lain adalah: Pertama, Husydar dam, suatu tes serius dimana seorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kelapangan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu mencicipi kehadiran Allah SWT. Kedua, Nazhar kafe Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang anakdidik yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala melihat ke arah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Ketiga, Safar dar wathan.” Melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Maknanya melaksanakan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk ketidak sempurnaannya sebagai insan menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia. Keempat, Khalwat dari anjuman, “Sepi di tengah keramaian”. Kelima, Yad krad, “Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir Ism al-Dzat (menyebut nama Allah) maupun zikir naïf Itsbat (Menyebut La Ilaha Illa Allah).
4.      Tarekat Khalwatiyah.
      Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassari.  Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.[5]
Tarekat Khalwatiyah ini spesialuntuk menyebar dikalangan orang Makasar dan sedikit orang bugis. Para khalifah yang diangkat terdiri dari orang Makasar sehingga secara etnis tarekat ini dikaitkan dengan suku tersebut. Beliau yang pertama kali membuatkan tarekat ini ke Indonesia. Guru ia Syaikh Abu al- Baraqah Ayyub al-Khalwati al-Quraisy bergelar” Taj al-Khalwaty” sehingga namanya menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibai’at menjadi penganut Tarekat Khalwatiyah di Damaskus. Ada indikasi bahwa tarekat yang diajarkan ialah penggabungan dari beberapa tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling dominan. Adapun dasar pedoman Tarekat khalwatiyah adalah:
a.       Yaqza maksudnya kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah Swt. yang maha Agung.
b.      Taubat mohon ampun atas segala dosa.
c.       Muhasabah, menghitung-hitung atau introspeksi diri.
d.      Inabah, berhasrat kembali kepada Allah.
e.       Tafakkur merenung ihwal kebemasukan Allah.
f.       I’tisam selalu bertindak sebagai Khalifah Allah di bumi.
g.      Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna.
h.      Riyadah melatih diri dengan berinfak sebanyak-banyaknya.
i.        Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memujinya.
j.        Sima’ mengseriuskan seluruh anggota badan dan mengikuti perintah-perintah Allah terutama pendengaran.[6]
5.      Tarekat Syattariyah.
Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah al-Syathary. Jika ditelusuri lebih pertama lagi tarekat ini sesunggguhnya mempunyai akar keterkaitan dengan tradisi Transoxiana, karena silsilahnya terhubungkan kepada Abu Yazid al-Isyqi, yang terhubungkan lagi kepada Abu yazid al- Bustami dan Imam Ja’far Shadiq. Tidak mengherankan kemudian kalau tarekat ini dikenal dengan nama Tarekat Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah di Turki Utsmani.
Sekitar kurun ke 5 cukup popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum kesudahannya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh Tarekat Naqsabandiyah. Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir dalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan gaib melalui kehidupan asketisme atau zuhud. Untuk menjalaninya, seseorang terlebih lampau harus mencapai kesempurnaan pada tingkat akhyar (orang yang terpilih) dan Abrar (orang yang terbaik). Ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat Syattariyah ini, sepertiyang yang di kutip dalam Ensiklopedi Islam yaitu : Tobat, Zuhud, Tawakkal, Qanaah, Uzlah, Muraqabah, Sabar, Ridha, Dzikir dan Musyaahadah (menyaksikan keindahan, kebemasukan dan kemuliaan Allah SWT).
 Dzikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu: Kesatu, Menyebut nama-nama Allah SWT yang berafiliasi dengan keagungan-Nya. Kedua, menyebut nama-nama Allah SWT yang berafiliasi dengan keindahan-Nya. Ketiga, menyebut nama-nama Allah SWT yang ialah campuran dari kedua sifat tersebut.
6.      Tarekat Sammaniyah.
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i al-samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan anakdidiknya ia lebih di kenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad Samman. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar As-siddiq. Guru–guru ia Muhammad Hayyat seorang muhaddits di Haramain sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahabiyah.
Mustafa bin kamal Al-Din al-Bakri (Mustafa Al-Bakri) yaitu guru bidang tasauf dan tauhid dan ialah Syaikh Tarekat Khalwatiyah yang menetap di Madinah. Samman membuka cabang tarekat Al-Muhammadiyah. Samman berguru tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah. melaluiataubersamaini masuk menjadi anakdidik tarekat Qadiriyah ia dikenal dengan nama Muhammad Bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan belajarnya itu ternyata tarekat Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya, sementara itu tarekat Syadziliyah juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat yang mewakili tradisi tasauf Maghribi. Dari beberapa pedoman tarekat yang dipelajarinya, Samman kesudahannya meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan tekhnik-tekhnik zikir, bacaan bacaan, dan pedoman mistis lainnya, sehingga menjadi satu nama tarekat yaitu tarekat Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah ini juga berkembang di Nusantara, berdasarkan keterangan dari Snouck Haugronje selama tinggal di Aceh, ia menyaksikan tarekat ini sudah digunakan oleh masyarakat setempat.[7]
Selain itu tarekat ini juga banyak berkembang di kawasan lain terutama di Sulawesi selatan. Dan berdasarkan keterangan Sri Muliyati bahwa sanggup dipastikan bahwa di kawasan Sulawesi Selatanlah Tarekat Sammaniyah yang terbanyak pengikutnya hingga kini.
Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini yaitu :
a.       Tawassul, memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu yang dijaadikan wasilah (perantara) semoga maksud bisa tercapai. Objek tawasul tarekat ini yaitu Nabi Muhammad, keluarganya, para sobat dekatnya, asma-asma Allah, para auliya, para ulama Fiqih, para hebat Tarekat, para hebat Makrifat, kedua orang tua.
b.      Wahdat al-Wujud, ialah tujuan selesai yang mau di capai oleh para sufi dalam mujahadahnya.Wahdatul wujud ialah tahapan dimana ia menyatu dengan hakikat alam yaitu hakikat Muhammad atau nur Muhammad
c.       Nur Muhammad. Nur Muhammad ialah salah satu diam-diam Allah yang kemudian didiberinya maqam. Nur Muhammad yaitu pertama terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya terbentuk segala makhluk.
d.      Insan Kamil, dari segi syariat. Wujud Insan kamil yaitu Muhammad sedang dari segi hakekat yaitu Nur Muhammad atau hakekat Muhammad. Orang Islam yang berminat menuju Tuhan hingga bertemu hingga bertemu denganya harus melewati koridor ini yaitu mengikuti jejak langkah Muhammad.
7.      Tarekat Tijaniyah
Didirikan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh Ahmad Tijani diyakini sebagai wali agung yang mempunyai derajat tertinggi, dan mempunyai banyak keramat. Menurut pengakuannya, Ahmad Tijani mempunyai Nasab hingga kepada Nabi Muhammad. Silsilah dan garis nasabnya yaitu Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin Ahmad bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW. Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam lingkungan tradisi keluarga yang taat beragama. Beliau  memperdalam ilmu kepada para wali besar di banyak sekali Negara mirip Tunis, Mesir, Makkah, Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk mecari ilmu-ilmu kewalian secara lebih luas, sehingga ia berhasil mencapai derajat kewalian yang sangat tinggi.
Selanjutnya tarekat ini berkembang di Negara Afrika mirip Sinegal, Mauritania, Guinea, Nigeria, dan Gambia, bahkan hingga ke luar Afrika termasuk Saudi Arabia dan Indonesia.
Tarekat Tijaniyah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi ada fenomena yang menyampaikan gerakan pertama Tarekat Tijaniyah yaitu: Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib tidak diketahui secara niscaya tahunnya. Menurut klarifikasi GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa ihwal Studi ihwal Islam di Indonesia kurun 20 sebagaimana yang di kutip oleh Sri Muliyati bahwa Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib hadir pertama kali ke Indonesia, ketika membuatkan Tarekat Tijaniyah ini di Tasikmalaya.
Berdasarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib ke pulau Jawa, maka tarekat Tijaniyah ini diperkirakan hadir ke Indonesia pada pertama kurun ke 20 M. Namun berdasarkan Pijper, sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper membuktikan bahwa Cirebon ialah tempat pertama diketahui adanya gerakan tarekat Tijaniyah. Pada bulan Maret 1928 pemerintah Kolonial menerima laporan bahwa ada gerakan keagamaan yang dibawa oleh guru agama ( Kiyai) yang membawa pedoman Tarekat gres yaitu Tijaniyah.
Tarekat ini intinya hampir sama dengan tarekat-tarekat yang sudah berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup sederhana, yaitu perlu adanya mediator wasilah antar insan dan Tuhan. Perantara itu yaitu dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikut-pengikutnya tidak boleh keras mengikuti guru-guru lain yang manapun, bahkan ia tidak boleh pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain dirinya.
Secara umum amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan Hailalah. Inti pedoman zikir dalam tarekat Tijaniyah yaitu sebagai upaya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa terhadap Allah dan mengisinya secara terus menerus dengan menghadirkan jiwa kepada Allah Swt. melalui zikir terhadap zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan perbuatan Allah. Zikir tersebut mencakup beberapa aspek dua bentuk, yaitu zikir bil al-Lisan dan zikir bi al-Qalb.
Adapun  bentuk amalan wirid tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu, wirid Wajibah dan wirid Ikhtiyaariyah. Wirid Wajibah yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap anakdidik Tijaniyah, tidak boleh tidak dan menjadi ukuran sah atau tidaknya menjadi anakdidik Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi anakdidik Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
8.      Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah,
Tarekat ini yaitu ialah tarekat campuran dari tarekat Qadariyah dan Tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia. Tarekat ini lebih ialah sebuah tarekat yang gres dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah sudah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Tarekat ini didirikan oleh Orang Indonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan kurun kesembilan belas.[8] Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah”. Tapi nampaknya Syaikh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri. tidak sama dengan guru-gurunya yang lain yang mempersembahkan nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangnya.[9]
Ahmad Khatib berangkat ke Makkah untuk berguru Ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan mencapai posisi yang sangat di hargai diantara kawan-kawannya dan kemudian menjadi seorang tokoh yang besar lengan berkuasa di seluruh Indonesia. Diantara gurunya yaitu Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris al Fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan menghadiri kuliah-kuliah yang didiberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn Muhammad al- Mirghany.
Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir Jailani yang mengacu pada tradisi Mazhab Iraqy yang dikembangkan oleh al-Junaid, sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany yang dipelopori oleh al-Bisthami. Di samping itu keduanya juga mempunyai cara-cara  yang tidak sama terutama dalam menerapkan cara dan metode berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan pada penerapan cara-cara zikir keras dan terang (dzikr Jahr), dalam sebut Nafy dan Itsbath, yakni Kalimat La Ilaaha Illa Allah.[10]
Sementara Naqsyabandiyah lebih suka menentukan dzikir dengan cara yang lembut dan samar (Dzikr Khafy), pada pelafalan Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah. Tarekat ini mengajarkan tiga syarat yang harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu zikir membisu dalam mengingat, merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan dedikasi kepada Syaikh.
















BAB III
PENUTUP

Simpulan
Tasawuf di Indonesia terbagi berdasarkan teritorial wilayah. Beberapa wilayah yang sudah berkembang dan sudah banyak pengikutnya yaitu Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. melaluiataubersamaini tokoh-tokohnya di pulau Jawa mirip Wali Sanga, Sumatra oleh Hamzah Fansuri, Kalimantan oleh Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi, Sulawesi oleh Syekh Yusuf Tajul Khalawati Al-Makasari.
Adapun tarekat-tarekat yang masuk dan berkembang di Indonesia yaitu :
1.      Tarekat Qadariyah pendirinya yaitu Abdul al-Qadir Jailani
2.      Tarekat Syaziiliyah pendirinya yaitu Abu al-Hasan Al-Syadzili
3.      Tarekat Naqsyabandiyah pendiri tarekat ini yaitu Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi.
4.      Tarekat Khalwatiyah pendirinya yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassari. 
5.      Tarekat Syattariyah pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah al-Syathary.
6.      Tarekat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i al-samman.
7.      Tarekat Tijaniyah didirikan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani.
8.      Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Tarekat ini yaitu ialah tarekat campuran dari tarekat Qadariyah dan Tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia. Tarekat ini didirikan oleh Orang Indonesia orisinil yaitu Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan kurun ke-19.



Daftar Pustaka

Azra, Azyumard, Jaenteng Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998.
Bruinessen, Martin Van, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan Cet: IV, 1996.
Hamid, Abu, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, 1990.
Mansur, M. Laili, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Jakarta: Srigunting, 1996.
Said, A Fuad, Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996.
Thohir, Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa, Bandung, Pustaka Hidayah, Cet: I, 2002.




[2]H. M. Laili Mansur, Ajaran dan Teladan Para Sufi, (Jakarta: Srigunting, 1996), h. 96. 
[3]H. M. Laili Mansur, Ibid, h.204.

[4]H.A Fuad Said, Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), h. 23.
[5]Azyumard Azra, Jaenteng Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), h. 212.

[6]Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, (Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, 1990), h. 181
[7]Abu Hamid, Op-Cit., h. 181
[8]Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan Cet:IV,1996), h. 89.

[9]Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,(Bandung, Pustaka Hidayah, Cet: I, 2002), h 49
[10]Martin Van Bruinessen,Op-Cit, h. 90

Posting Komentar untuk "Makalah Tasawuf"