Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadits Maudhu


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Masalah hadits maudhu berpertama dari perperihalan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits tiruan yang tujuannya yakni untuk mengalahkan lawan dan mensugesti orang-orang tertentu. Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits ialah suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat menarikdanunik untuk diperbincangkan, salah satuanya yakni terkena hadits maudhu yang mengakibatkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara langsung.
Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan memahami polemik problematika umat yang salah satunya ditimbulkan dari adanya hadits maudhu.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu?
2.      Mengapa muncul hadits maudhu?
3.      Bagaimana realitas hadis maudhu?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian hadits maudhu’
Maudhu’ berasal dari isim maf’ul dari    وضع يضع وضعاmenurut bahasa menyerupai (meletakan atau minyimpan). Sedangkan berdasarkan istilah hadits maudhu’ yakni hadits yang dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan atas nama nabi.
Dan para jago hadits mendefinisikan hadits maudhu’ adalah:
هُوَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ  أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
Artinya: Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal ia tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan.
هُوَ الْمُخْتَلَعُ الْمَصْنُوْعُ الْمَنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زوْرًا وَبُهْتَانًا سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا اَوْ خَطَأً
Artinya: “Hadits yang diciptakan dan dibentuk oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun tidak.”
Dari pengertian diatas tersebut sanggup disimpulkan bahwa hadits maudhu’ yakni segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam penerapan masyarakat islam, hadits maudhu’ disebut juga dengan hadits tiruan.[1]

B.     Sejarah munculnya hadits maudhu
Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang ialah dari keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak eksklusif menjadi faktor munculnya hadits-hadits tiruan. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang mennganut agama islam spesialuntuk lantaran terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum Munafik.
Golongan tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasa menunggu peluang yang sempurna untuk merusak dan mengakibatkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka hadirlah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan yakni Abdullah bin Saba’, seorang yahudi  yang menyatakan sudah memeluk islam.
melaluiataubersamaini bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar. Halitu karena, berdasarkan Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu hadits maudhu’ yang artinya “setiap nabi ada akseptor wasiatnya dan akseptor mewasiatku dalahali”.
Namun penyebaran hadits maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas lantaran masih banyak teman akrab utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatu ketiruanan suatu hadits. Sesudah zaman shahabat silam, penelitian terhadap hadits-hadits Nabi Saw, mulai melemah. Ini mengakibatkan bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak eksklusif sudah mengakibatkan terjadinya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin hebat, sudah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk menjiplak hadits.[2]

C.    Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits maudhu’
Terdapat beberapa faktor wacana penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai diberikut:
1.      Perperihalan politik dalam soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul setelah terbunuhnya  Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa golongan.  Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits tiruan, yang pertama yang paling banyak  membuat hadits Maudhu’ yakni golongan Syiah dan Rafidhah.[3]
Diantara hadits-hadits yang dibentuk golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
Artinya:“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam wacana ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh wacana ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim wacana kebaikan hatinya, ingin melihat Musa wacana kehebatannya, ingin melihat isa wacana ibadahnya, hendaklah melihat Ali.”
إِذَ رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Artinya: “Apabila engkau melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang terbelakang dan tidak tahu akhir dari pemalsuan hadits tersebut dengan menciptakan-buat hadits-hadits tiruan. misal hadits tiruan
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ النُّوْرَيْنِ.
Artinya: “Tak ada satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.”  
Golongan yang fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits tiruan yang menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya:
الأُمَنَاءُ ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Artinya: “Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah”.
2.      Adanya Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam
Golongan ini yakni dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Katolik yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama  Islam. Mereka tidak bisa untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang jelek ini. Mereka membuat sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak pedoman Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ yakni seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh lantaran itu, dia berani membuat hadits Maudhu’ pada dikala masih banyak teman akrab utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Artinya: “Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.”
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Artinya: “Melihat (memandang) muka yang indah yakni ibadah.
Tokoh-tokoh populer yang membuat hadits Maudhu’ dari kalangan Zindiq, adalah:
a.       Abdul Karim bin Abi Al-Auja, sudah membuat sekitar  4.000 hadits Maudhu wacana aturan halal-haram.
b.      Muhammad bin Sa’id Al-Mashubi, yang balasannya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mansur
c.       Bayan bin Sam’an Al-Mahdi, yang balasannya dieksekusi mati oleh Khalid bin Abdillah.
3.      Mempertahankan Mahzab dalam problem Fiqh dan problem Kalam
Mereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggaptidak sah shalat  mengagkut kedua tangan shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai diberikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Artinya: “Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.
4.      Membangkitkan gairah diberibadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits tiruan dengan tujuan menarikdanunik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibentuk oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,perihal keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melaksanakan hal menyerupai itu, ia menjawaban: “ Saya dapati insan sudah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarikdanunik minat umat kembali kepada Al-qur’an.
5.      Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang hadir kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut hingga kepada nabi Saw., sebetulnya ia bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Artinya: “Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang berakup.”
Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang berakup’, untuk meyenagkanAl-Mahdi, kemudian Al-Mahdi memdiberinya sepuluh dinar. Sesudah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu yakni tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.[4]




D.    Ciri-ciri Hadits Maudhu’
1.      Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
a.       Rawi tersebut populer berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b.      Pengakuan dari sipembuat sendiri, menyerupai ratifikasi seorang guru tasawuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail wacana keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawaban: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat insan membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (perihal keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), biar mereka menaruh perhatian untuk mengasihi Al-Qur’an.”
c.       Kenyataan sejarah, mereka mustahil bertemu, contohnya ada ratifikasi seorang rawi bahwa ia mendapatkan hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir setelah guru tersebut meninggal, contohnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia mendapatkan Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun menjawaban, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d.      Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya menyerupai yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung ke rumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Artinya:“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, kemudian Al-Mahdi memdiberinya sepuluh ribu dirham. Sesudah ia berpaling, sang Amir berkata: “ saya bersaksi bahwa tengkukmu yakni tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, kemudian ia memerintahkan wacana kemaudhu’an suatu Hadits.
2.      Ciri-ciri yang terdapat pada Matan
a.       Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. melaluiataubersamaini mendalami ilmu bayan ini, kita akan mencicipi susunan kata, mana yang keluar dari verbal Rasulullah SAW, dan mana yang mustahil keluar dari verbal Rasulullah SAW.
b.      Kerusakan maknanya.
-          Karena berlawanan dengan nalar sehat, menyerupai Hadits:
اَنَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.”
-          Karena berlawanan dengan aturan susila yang umum, atau menyalahi kenyataan, menyerupai Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Artinya: “Tiada dilahirkan seorang anak setelah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.”
-          Karena berperihalan dengan ilmu kedokteran, menyerupai hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya: “Buah terong itu penawar bagi penyakit.
-          Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang diputuskan nalar kepada Allah.  Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya. Oleh lantaran itu, kita menghukumi tiruan hadits diberikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, kemudian ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, kemudian yang kuasa menjadikan dirinya dari kuda itu.”
-          Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam membuat alam, menyerupai hadits yang pertanda bahwa ‘Auj ibnu Unuq memiliki panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika angin puting-beliung terjadi, air spesialuntuk hingga ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu  aben ikan yang diambilnya kegerah matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
-          Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk nalar sama sekali, menyerupai hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Artinya: “Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.”
-          Berperihalan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Artinya: “Anak zina itu tidak dpat masuk syurga hingga tujuh turunan.”
Makna hadits diatas berperihalan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Artinya: “Dan seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.”
Ayat diatas pertanda bahwa dosa seseorang tidak sanggup dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak sanggup dibebani dosa orang tuanya.
-          Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. misalnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Artinya: “Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah membuat dari kalimat itu sebuntut burung yang memiliki 70.000 lisan, dan setiap lisan yang memiliki 70.000 bahasa yang sanggup memintakan ampun kepadanya.”[5]
E.     Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’
Umat Islam sudah setuju bahwa aturan membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja yakni haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadits itu tiruan. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memdiberi tahu kepada orang bahwa hadits ini yakni tiruan (menerangkan setelah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut lantaran tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, setelah mendapatkan klarifikasi bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu yakni hadits tiruan, hendaklah segera dia tinggalkannya, jikalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.

F.     Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan memakai banyak sekali kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya;
1.      Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling pertama menulis dalam ilmu ini).
2.      Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3.      Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
4.      Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani



G.    Teknik mengetahui hadits maudhu
1.      Adanya ratifikasi dari pembuatannya
2.      Maknanya rusak, dalam arti berperihalan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits shahih
3.      Matannya sebut kesepakatan yang besar untuk perbuatan kecil.
4.      Rawinya pendusta. [6]





















BAB III
PENUTUP

Simpulan:
Pengertian hadits maudhu memiliki bermacam-macam pendapat, walaupun demikian sanggup ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu yakni hadis tiruan yang dibentuk oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar belakangnya hadits maudhu tersebut hakikatnya yakni pembelaan atau pembencian terhadap suatu golongan tertentu.
Hadits maudhu sanggup diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan metode-metode tertentu, contohnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.
Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok orang yang menyikapinya dengan mendapatkan tanpa pertimbangan tertentu, ada pula yang menerimanya dengan banyak sekali catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak menerimanya sama sekali.












DAFTAR PUSTAKA


·         Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja grapindo persada, Jakarta, 1993.
·         Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
·         M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta: Bulan Bintang, 1987.
·         H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A, Ulumul Hadis, Malang: UIN Malang Press, 2008.





[1] Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993), h. 52-53.

[2] Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits, (Bandung:: Pustaka Setia, 2009), h. 74.

[3] Ibid, h. 55.
[4] M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 22-23.

https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=makalah-hadits-maudhu (Kamis, tanggal 21 maret 2013 pada jam 11.15 Wit).

[6]  H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A, Ulumul Hadis, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 14-16.

Posting Komentar untuk "Hadits Maudhu"