Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Takhrij Hadis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Takhrij Hadist ialah langkah pertama dalam aktivitas penelitian hadist. Pada masa pertama penelitian hadist sudah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian alhasil sudah dikodifikasikan dalam banyak sekali buku hadist.  Mengetahui problem takhrij, kaidah. dan metodenya yaitu sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, biar bisa melacak suatu hadist hingga pada sumbernya.
Kebutuhan takhrij yaitu perlu sekali, lantaran orang yang mempelajari ilmu tidak akan sanggup membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist  atau tidak sanggup meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang sudah meriwayatkan hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, lantaran itu, problem takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang mengulas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang sehubungan dengannya.  Sehingga untuk lebih jelasnya ihwal takhrij hadits ini akan dibahas dalam potongan selanjutnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan perihal  definisi takhrij?
2.      Bagaimana sejarah takhrij hadist?
3.      Apa manfaat takhrij hadist?
4.      Jelaskan ihwal metode takhrij hadist?
5.      Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits?
6.      Berikan pola ihwal takhrij hadits?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Hadits
Kata takhrij  ( (تخريجadalah bentuk mashdar dari (خرّج-يخرّج-تخريجا) yang secara bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.
Sedang pengertian takhrij al-hadits berdasarkan istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
-          Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang sudah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
-          Suatu perjuangan mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
-          Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau banyak sekali sumber dengan mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
-          Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang orisinil secara lengkap dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan aktivitas penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada banyak sekali kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber orisinil dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.[1]
B.     Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits
Adapun faktor utama yang menyebabkan aktivitas penelitian terhadap hadits (takhrij al-hadits) dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai diberikut:
1.      Mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti
Maksudnya yaitu untuk mengetahui status dan kualitas hadits dalam hubungannya dengan aktivitas penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang peneliti yaitu mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, alasannya yaitu tanpa mengetahui asal-usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami kesusahan untuk diketahui matarantai sanadnya sesuai dengan sumber pengambilannya, sehingga tanpa diketahui secara benar ihwal matarantai sanad dan matan, maka seorang peneliti mengalami kesusahan dalam melaksanakan penelitian secara baik dan cermat. Makanya dari faktor ini, aktivitas penelitian hadits (takhrij) dilakukan.
2.      Mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits bagi hadits yang akan diteliti.
Maksudnya yaitu mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara satu dengan yang lain, maka dibutuhkan aktivitas pencarian seorang peneliti terhadap tiruana periwayatan hadits yang akan diteliti, alasannya yaitu boleh jadi salah satu sanad haadits tersebut berkarakter dha’if dan yang lainnya berkarakter shahih.

3.      Mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada mata rantai sanad
Mengingat salah satu sanad hadits yang redaksinya bervariasi itu dimungkinkan ada perawi lain yang sanadnya mendukung pada sanad hadits yang sedang diteliti, maka sanad hadits yang sedang diteliti tersebut mungkin kualitasnya sanggup dinaikkan tingkatannya oleh sanad perawi yang mendukungnya.
Dari santunan tersebut, jikalau terdapat pada potongan perawi tingkat pertama (yaitu tingkat sahabat dekat) maka santunan ini dikenal dengan syahid. Jika santunan itu terdapat pada potongan perawi tingkat kedua atau ketiga (seperti pada tingkatan tabi’I atau tabi’it tabi’in), maka disebut sebagai mutabi’.
melaluiataubersamaini demikian, aktivitas penelitian (takhrij) terhadap hadits sanggup dilaksanakan dengan baik jikalau seorang peneliti sanggup mengetahui tiruana asal-usul matarantai sanad dan matannya dari sumber pengambilannya. Begitu juga jalur periwayatan mana yang ada syahid dan mutabi’nya, sehingga aktivitas penelitian (takhrij) dapat dengan simpel dilakukan secara baik dan benar dengan memakai metode pentakhrijannya.[2]
C.    Metode-metode yang Digunakan Di dalam takhrij Hadis
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang sanggup dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
1.      Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadis.
Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya berdasarkan urutan huruf-huruf hijaiyah, menyerupai hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang memakai ini haruslah terlebih lampau mengetahui secara niscaya lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij­-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti pola jikalau kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini yaitu memilih urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
-          Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
-          Kemudian mencari huruf kedua sesudah mim, yaitu nuan.
-          Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang memakai metode ini adalah:
-          Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
-          Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.
-          Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
-          Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
-          Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi (w.1365).
-          Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.

2.      Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis
Metode ini yaitu berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan yaitu berupa potongan atau potongan dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan hadits-hadits tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih simpel mabadunga menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya yang aneh dan jarang penerapannya. Umpamanya, pencarian hadis diberikut:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ صَلاَةً مِنْ غَيْرِ طَهُوْرٍ , وَلاَ صَدَقَةً مِنْغُلُوْلٍ
Dalam pencarian hadis di atas intinya sanggup ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang sanggup dipergunakan, lebih dianjurkan untuk memakai kata ghululin karena kata tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di sebabkan biar simpel di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.[3]
3.      Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat dekat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini yaitu mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini yaitu kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf yaitu kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat dekat. Penyusunnya spesialuntuk sebut beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya sanggup dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat dekat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat dekat. Kitab ini sebut seorang sahabat erat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat dekat, ada diantaranya yang memuat sahabat erat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat dekat-teman erat yang mempunyai kesamaan dalam hal-hal tertentu, menyerupai musnad sahabat erat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat erat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat dekat, menyerupai musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur berdasarkan suatu aturan apapun dan tidak mempunyai nilai atau kualitas yang sama. melaluiataubersamaini demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara pola kitab Musnad tersebut yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4.      Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh lantaran itu, untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih lampau disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian gres mencarinya melalui tema tersebut pada kitab-kitab yang disusun memakai metode ini. Seringkali suatu hadits mempunyai lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.
            Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan susahlah untuk melakukan takhrij dengan memakai metode ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.      Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b.      Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c.       Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
d.      Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
5.      Takhrij Berdasarkan Status Hadis
            Metode ini memperkenalkan suatu upaya gres yang sudah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat memmenolong sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, menyerupai Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab menyerupai diatas, dia sudah melakukan takhrij al-Hadis.

Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.      Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b.      Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
c.       Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang sanggup dipergunakan oleh para peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.[4]
D.    Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang dibutuhkan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-kitab tersebut yaitu sebagai diberikut.
1.      Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini yaitu Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun berdasarkan aturan urutan huruf karakter Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam engkaus di atas. melaluiataubersamaini demikian perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak sanggup diketahui lewat engkaus tersebut.
2.      Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut ialah salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitabSahih Muslim yang dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini ialah engkaus yang di dalamnya di mulai juz I-V yang mencakup:
a.       Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b.      Daftar nama para sahabat erat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih Muslim.
c.       Daftar pertama matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun berdasarkan karakter serta diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.
3.      Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini sanggup dipakai untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini spesialuntuklah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun berdasarkan karakter dari pertama lafal matan hadis.
4.      Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut yaitu kitabMiftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya didiberi judul Tarikhul Bagdadi  yang terdiri atas empat jilid.
5.      Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan karakter dari pertama lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun sudah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat erat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya berdasarkan evaluasi yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6.      Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini yaitu sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam aktivitas proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi spesialuntuk lafal-lafal yang tidak sama di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. melaluiataubersamaini demikian, kitab Mu’jam mampu mempersembahkan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu sudah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan sanggup dipakai untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Ahmad.[5]

E.     Manfaat Takhrij Al-Hadits
Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai diberikut:
1.      Memdiberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2.      Memdiberikan kegampangan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits yaitu hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits yaitu mardud (tertolak).
3.      Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits yaitu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW. Yang harus kita ikuti lantaran adanya bukti-bukti yang berpengaruh ihwal kebenaran hadits tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.[6]

F.     Sejarah Takhrij Al-Hadits
Penguasaan para ulama terlampau terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa susah jikalau disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat mencar ilmu sudah melemah, mereka kesusahan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai referensi para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangun dan menawarkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menerangkan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menerangkan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang diantaranya yaitu :
-          Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini yaitu kitab terkena fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
-          Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
-          Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
-          Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
-          Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
-          Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
-          Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.
-          At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
-          Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
-          Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).
Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya Al-'Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam ihwal mempercepat pembayaran zakat sebelum hingga tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mempersembahkan keentengan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-'Adawi, dari 'Ali. Ad-Daruquthni sebut adanya perbedaan ihwal riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata : 'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya ia menlampaukan zakat harta Al-'Abbas sebelum datang masa haul (setahun), dan saya tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?'. Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari aku. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan kemudian kami minta Al-'Abbas untuk menlampaukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, spesialuntuk saja dalam sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas pada pertama tahun". Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi' [At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163].[7]










BAB III
PENUTUP

Simpulan :
Kata takhrij  ( (تخريجadalah bentuk mashdar dari (خرّج-يخرّج-تخريجا) yang secara bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan aktivitas penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada banyak sekali kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber orisinil dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
Faktor penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits, mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang dipakai didalam takhrij hadits yaitu berdasarkan lafaz pertama matan hadits, melalui kata-kata dalam matan hadits, melalui perawi hadits pertama, berdasarkan tema hadits, berdasarkan status hadits.
Manfaat takhrij hadits itu sendiri adalah mempersembahkan informasi apakah hadits itu termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif, mempersembahkan kegampangan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan menguatkan keyakinan bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.


DAFTAR PUSTAKA

·         Ahmad, Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman. Drs. 2004. Ulumul Hadits, Bandung : CVPustaka Setia.
·         https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=takhrij-al-hadits.  
·         Utang Ranuwijaya. 1996.  Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.
·         Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama.

Posting Komentar untuk "Takhrij Hadis"