Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Aturan Pidana



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Membicarakan sejarah aturan pidana tidak akan lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga hingga dengan ketika ini. Beberapa kali periode mengalami masa penjajahan dari bangsa asing. Hal ini secara pribadi mempengaruhi aturan yang diberlakukan di negara ini, khususnya aturan pidana. Hukum pidana sebagai belahan dari aturan publik memiliki peranan penting dalam tata aturan dan bernegara. Aturan-aturan dalam aturan pidana mengatur semoga munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial yang tenang dan sesuai dengan impian masyarakat.[1]
Hukum pidana berdasarkan Van Hammel yakni tiruana dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelanggarakan ketertiban aturan yaitu dengan melarang apa yang berperihalan dengan aturan dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan tersebut. Mempelajari sejarah aturan akan mengetahui bagaimana suatu aturan hidup dalam masyarakat pada masa periode tertentu dan pada wilayah tertentu. Sejarah aturan punya pegangan penting bagi yuris pemula untuk mengenal budaya dan pranata hukum.[2]
            Hukum Eropa Continental ialah suatu tatanan aturan yang ialah perpaduan antara aturan Germania dan aturan yang berasala dari aturan Romawi “Romana Germana”. Hukum tidak spesialuntuk berubah dalam ruang dan letak, melainkan juga dalam lintasan kala dan waktu.[3] Secara umum sejarah aturan pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa kitab undang-undang hukum pidana 1915 hingga sekarang. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang sejarah aturan pidana di Indonesia akan dibahas dalam belahan selanjutnya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah aturan pidana di Indonesia pada masa Kerajaan Nusantara?
2.      Bagaimana sejarah aturan pidana di Indonesia pada masa Penjajahan?
3.      Bagaimana sejarah aturan pidana di Indonesia pada masa kitab undang-undang hukum pidana 1915 hingga sekarang?




















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Masa Kerajaan Nusantara
Pada masa kerajaan Nusantara banyak kerajaan yang sudah memiliki perangkat aturan hukum. Aturan tersebut tertuang dalam keputusan para raja ataupun dengan kitab aturan yang dibuat oleh para andal hukum. Tidak dipungkiri lagi bahwa adagium ubi societas ibi ius sangatlah tepat. Karena di manapun insan hidup, selama terdapat komunitas dan kelompok maka akan ada hukum. Hukum pidana yang berlaku lampau kala tidak sama dengan aturan pidana modern. Hukum pada zaman lampau kala belum memegang teguh prinsip kodifikasi. Aturan aturan lahir melalui proses interaksi dalam masyarakat tanpa ada campur tangan kerajaan. Hukum pidana adat berkembang sangat pesat dalam masyarakat.[4]
Hukum pidana yang berlaku ketika itu belum mengenal unifikasi. Di setiap tempat berlaku aturan aturan pidana yang tidak sama-beda. Kerajaan besar macam Sriwijaya hingga dengan kerajaan Demak pun menerapkan aturan aturan pidana. Kitab peraturan ibarat Undang-undang raja niscaya, undang-undang mataram, jaya lengkara, kutara Manawa, dan kitab Adilullah berlaku dalam masyarakat pada masa itu. Hukum pidana adat juga menjadi perangkat aturan pidana yang dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat nusantara.[5]
Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama memiliki peranan dalam pembentukan aturan pidana di masa itu. Pidana potong tangan yang ialah absorpsi dari konsep pidana Islam serta konsep pembuktian yang harus lebih dari tiga orang menjadi bukti bahwa pedoman agam Islam mempengaruhi praktik aturan pidana tradisional pada masa itu.[6]

B.  Masa Penjajahan
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan semenjak pertama kali kehadiran bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah kala dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaimasukan Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan.[7]
            Pola pikir aturan barat yang sekuler dan realis membuat konsep peraturan aturan baku yang tertulis. Pada masa ini perkembangan pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan tertulis. Tercatat beberapa peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda ibarat statuta Batavia (statute van batavia). Berlaku dua peraturan aturan pidana yakni kitab undang-undang hukum pidana bagi orang eropa (weetboek voor de europeguan) yang berlaku semenjak tahun 1867. Diberlakukan pula kitab undang-undang hukum pidana bagi orang non eropa yang berlaku semenjak tahun 1873.[8]

C.  Masa kitab undang-undang hukum pidana 1915 - Sekarang
Selama lebih dari seratus tahun semenjak kitab undang-undang hukum pidana Belanda diberlakukan, kitab undang-undang hukum pidana terhadap dua golongan wargguagara yang tidak sama tetap diberlakukan di Hindia Belanda. Hingga pada hasilnya dibentuklah kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku bagi tiruana golongan semenjak 1915. kitab undang-undang hukum pidana tersebut menjadi sumber aturan pidana hingga dengan ketika ini. Pembentukan kitab undang-undang hukum pidana nasional ini sebetulnya bukan ialah aturan aturan yang menjadi karya agung bangsa. Sebab kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku ketika ini ialah sebuah turunan dari Nederland Strafwetboek (KUHP Belanda). Sudah menjadi konskwensi ketika berlaku asas konkordansi terhadap peraturan perundang-undangan.[9]
KUHP yang berlaku di negeri Belanda sendiri ialah turunan dari code penal perancis. Code penal menjadi ide pembentukan peraturan pidana di Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda berdasarkan perjalanan sejarah ialah wilayah yang berada dalam kekuasaan kekaimasukan perancis. Desakan pembentukan segera kitab undang-undang hukum pidana nasional sebagai sebuah negara yang pernah dijajah oleh bangsa asing, aturan yang berlaku di Indonesia secara pribadi dipengaruhi oleh aturan-aturan aturan yang berlaku di negara penjajah tersebut. Negeri Belanda yang ialah negeri dengan sistem aturan continental menurunkan betuknya melalui asas konkordansi. Peraturan yang berlaku di Negara jajahan harus sama dengan aturan aturan negeri Belanda. Hukum pidana (straffrecht) ialah salah satu produk aturan yang diwariskan oleh penjajah.[10]
Pada tahun 1965 LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional) memulai suatu perjuangan pembentukan kitab undang-undang hukum pidana baru. Pembaharuan aturan pidana Indonesia harus segera dilakukan. Sifat undang-undang yang selalu tertinggal dari realitas sosial menjadi landasan dasar ide pembaharuan KUHP. kitab undang-undang hukum pidana yang masih berlaku hingga ketika ini ialah produk kolonial yang diterapkan di negara jajahan untuk membuat ketaatan. Indonesia yang kini menjadi Negara yang bebas dan merdeka hendaknya menyusun sebuah peraturan pidana gres yang sesuai dengan jiwa bangsa.[11]




D.  Usaha Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia
Pembaharuan aturan khususnya aturan pidana di Indonesia dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu:
1.      Pembuatan undang-undang yang maksudnya untuk mengubah, menambah dan melengkapi kitab undang-undang hukum pidana yang kini berlaku.
2.      Menyusun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) yang tujuannya untuk menggantikan kitab undang-undang hukum pidana yang kini berlaku yang ialah warisan kolonial.

Usaha pembaharuan aturan pidana (KUHP) didasarkan pada alasan-alasan baik politik, sosiologis maupun praktis, serta alasan adaptif bahwa kitab undang-undang hukum pidana Nasional nanti sanggup beradaptasi dengan kecenderungan-kecenderungan Internasional yang diakui oleh masyarakat beradab. Usaha pembaharuan aturan pidana melalui penyusunan R-KUHP sudah dimulai semenjak tahun 1958 dengan terbentuknya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) yang kemudian diubah menjadi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Saat ini sudah berhasil disusun RUU-KUHP tahun 1999-2000, di mana di samping tetap memandang asas Legalitas sebagai asas yang mendasar bagi negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum, juga mengakui adanya aturan adat yang memang untuk daerah-daerah tertentu masih hidup dalam masyarakat. Hal ini terlihat dalam Pasal 1 ayat (3) RUU-KUHP tahun 1999/2000, serta Pasal 62 ayat (1) berupa hukuman pemenuhan kewajiban adat.[12]
Di Pulau Bali hingga ketika ini masih terdapat tindak pidana adat yang sebagian besar diselesaikan di luar pengadilan, yaitu melalui Prajuru Desa Adat. Penyelesaian melalui Pengadilan Negeri kepada pelaku spesialuntuk dijatuhi pidana ibarat dalam Pasal 1O KUHP. Hal ini membuat masyarakat adat merasa tidak puas, sehingga kepada pelaku oleh masyarakat adat juga dijatuhi hukuman adat. Oengan demikian ada penjatuhan pidana ganda dalam penyelesaian tindak pidana adat.[13]
Untuk menghindari penjatuhan pidana ganda (pidana berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana dan hukuman adat), maka terhadap tindak pidana adat yang sudah dijatuhi hukuman adat oleh Pimpinan Adat dan yang bersalah sudah melaksanakannya, apabila tindak pidana adat tersebut diajukan ke muka pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut harus ditetapkan tidak diterima. melaluiataubersamaini masih ditaati dan dihormatinya aturan adat untuk daerah-daerah tertentu di Indonesia maka sangat relevan untuk mengangkat ke permukaan aturan pidana adat berserta hukuman adatnya sebagai materi penyusunan kitab undang-undang hukum pidana Nasional.[14]
Pembaharuan kitab undang-undang hukum pidana secara parsial/tambal sulam yang pernah dilakukan Indonesia yakni dengan mencabut, menambahkan, atau menyempurnakan pasal-pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun aturan-aturan aturan pidana di luar kitab undang-undang hukum pidana dengan beberapa peraturan perundang-undangan semoga sesuai dengan kondisi bangsa dan perkembangan jaman. Pembaharuan aturan pidana materiel dengan model parsial ini sudah dilakukan semenjak pertama Indonesia merdeka dengan disahkannya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagai sertifikat kelahiran KUHP.[15]
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mencabut, menambahkan, atau menyempurnakan pasal-pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana antara lain sebagai diberikut:
1.      UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Dalam undang-undang ini diatur beberapa hal terkait dengan perjuangan pembaharuan aturan pidana, antara lain:
a.       Mengubah kata-kata “Nederlandsch-Indie” dalam peraturan aturan pidana menjadi “Indonesia”.
b.      Mengubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie menjadi Wetboek van Strafrecht sebagai aturan pidana Indonesia dan sanggup disebut KUHP.
c.       Perubahan beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana semoga sesuai dengan kondisi bangsa yang merdeka dan tata pemerintahan yang berdaulat.
d.      Kriminalisasi tindak pidana pemalisuan uang dan kabar bohong.
2.      UU Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan
            Dalam undang-undang ini dimenambahkan jenis pidana pokok gres berupa pidana tutupan ke dalam Pasal 10 karakter a kitab undang-undang hukum pidana dan Pasal 6 karakter a kitab undang-undang hukum pidana Tentara.
3.      UU Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemdiberian Surat Izin kepada Dokter dan Dokter Gigi
            melaluiataubersamaini undang-undang ini kitab undang-undang hukum pidana dimenambahkan satu pasal, yaitu Pasal 512a tentang kejahatan praktek dokter tanpa izin.
4.      UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUH Pidana
            Dalam undang-undang ini diatur antara lain sebagai diberikut:
a.       Pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
b.      Penambahan beberapa pasal dalam KUHP, yaitu;
(1)   Pasal 52 a tentang pemberatan pidana (ditambah 1/3) jikalau pada ketika melaksanakan kejahatan memakai bendera kebangsaan Republik Indonesia.
(2)   Pasal 142 a tentang kejahatan menodai bendera kebangsaan negara sobat dekat.
(3)   154 a tentang kejahatan menodai bendera kebangsaan dan lambang negara Republik Indonesia.
5.      UU Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP.
melaluiataubersamaini undang-undang ini ancaman pidana pada Pasal 359, 360, dan 188 diubah, yaitu:
-          Pasal 359 tentang tindak pidana penghilangan nyawa alasannya yakni kealpaan dipidana lebih berat dari pidana penjara terbaik 1 tahun atau pidana kurungan terbaik 9 bulan menjadi pidana penjara terbaik 5 tahun atau pidana kurungan terbaik 1 tahun.
-          Pasal 360 tentang tindak pidana alasannya yakni kesalahan mengakibatkan luka berat, sehingga mengakibatkan orang sakit sementara atau tidak sanggup menjalankan profesinya tiruanla dipidana terbaik 9 bulan penjara atau kurungan terbaik 6 bulan atau denda terbaik Rp 300,-, dipisah menjadi dua ayat yaitu:
a.       Pasal 360 ayat (1) tentang tindak pidana perlukaan berat
alasannya yakni kealpaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara terbaik 5 tahun atau pidana kurungan terbaik 1 tahun.
b.      Pasal 360 ayat (2) tentang tindak pidana perlukaan alasannya yakni kealpaan sehingga mengakibatkan seseorang menjadi sakit sementara atau tidak sanggup menjalankan pekerjaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara terbaik 9 bulan atau pidana kurungan terbaik 6 bulan atau pidana denda terbaik Rp. 300,-.
c.       Pasal 188 tentang tindak pidana kebakaran, peletusan, atau banjir yang membahayakan umum atau mengakibatkan matinya orang lain alasannya yakni kealpaan dipidana lebih enteng yaitu pidana penjara terbaik 5 tahun atau pidana kurungan terbaik 1tahun atau pidana denda terbaik Rp. 300,-.
6.      UU Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP.
melaluiataubersamaini undang-undang ini, kata “vijf en twintig gulden” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, dan 407 ayat (1) diubah menjadi Rp. 250,- (1).
7.      UU Nomor 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam kitab undang-undang hukum pidana dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945.
melaluiataubersamaini undang-undang ini maka eksekusi denda yang ada dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun dalam ketentuan pidana yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945 harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali.
8.      UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.
melaluiataubersamaini undang-undang ini, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dimenambahkan pasal baru, yaitu Pasal 156a yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melaksanakan perbuatan:
a.       Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b.      engan maksud semoga supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
9.      UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian.
melaluiataubersamaini undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian, yaitu:
a.       Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan.
melaluiataubersamaini ketentuan ini, maka Pasal 542 tentang tindak pidana pelanggaran perjudian yang diatur dalam Buku III tentang Pelanggaran dimasukkan dalam Buku II tentang Kejahatan dan ditempatkan dalam Buku II sehabis Pasal 303 dengan sebutan Pasal 303 bis.
b.      Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam Pasal 303 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana dari pidana penjara terbaik 2 tahun 8 bulan atau denda terbaik Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara terbaik 10 tahun dan denda terbaik Rp. 25.000.000,-. Di samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8 bulan menjadi 10 tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) hukuman pidana juga diubah dari bersifat alternatif penjara atau denda) menjadi bersifat kumulatif (penjara dan denda).
c.       Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) tentang perjudian dalam kitab undang-undang hukum pidana dari pidana kurungan terbaik 1 bulan atau denda terbaik Rp. 4.500,- penjara terbaik 4 tahun atau denda terbaik Rp. 10.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (1).
d.      Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) tentang residive perjudian dalam kitab undang-undang hukum pidana dari pidana kurungan terbaik 3 bulan atau denda terbaik Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara terbaik 6 tahun atau denda terbaik Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (2).
10.  UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Pramasukana Penerbangan.
a.       Memperluas ketentuan berlakunya aturan pidana berdasarkan tempat yang diatur dalam Pasal 3 dan 4 kitab undang-undang hukum pidana menjadi berbunyi:
·         Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melaksanakan tindak pidana di dalam kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia.
·         Pasal 4
Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal 438, 444 hingga dengan Pasal 446 tentang pembajakan maritim dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak maritim dan Pasal 479 hutrf j tentang penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum, Pasal 479 karakter l, m, n, o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
b.      Menambah Pasal 95a tentang arti pesawat udara Indonesia, 95b tentang arti penerbangan, dan 95c tentang arti dalam dinas.
c.       Sesudah Bab XXIX kitab undang-undang hukum pidana tentang Kejahatan Pelayaran dimenambahkan belahan gres yaitu Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Pramasukana Penerbangan. Dalam belahan gres ini terdapat 28 pasal gres yaitu Pasal 479a-479r.
11.  UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
Dalam undang-undang ini dimenambahkan 6 pasal gres tentang kejahatan terhadap keamanan negara yaitu Pasal 107 a-f. Pelaksanaan pidana mati yang berdasarkan Pasal 11 dilaksanakan di tiap gantungan sudah diubah dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pidana Mati di Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum. Eksekusi pidana mati berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang kemudian dijadikan UU Nomor 2/PnPs/1964 dilaksanakan dengan cara ditembak.
Di samping adanya beberapa perundang-undangan yang merubah kitab undang-undang hukum pidana di atas, terdapat juga beberapa perundang-undangan di luar kitab undang-undang hukum pidana yang mengatur tentang pidana. Di antaranya yakni tindak pidana ekonomi (diatur dalam UU Nomor 7 Drt Tahun 1951 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi), tindak pidana korupsi (diatur dalam UU Nomor 3 tahun 1971 kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 dan diperbaharui lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001), tindak pidana narkotika (diatur dengan UU Nomor 22 Tahun 1997), tindak pidana psikotropika (diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1997), tindak pidana lingkungan hidup (diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1997), tindak pidana pembersihan uang (diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2003), tindak pidana terorisme (diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 2003), dan lain sebagainya.[16]



BAB III
PENUTUP

Simpulan:
Secara umum sejarah aturan pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa kitab undang-undang hukum pidana 1915 hingga sekarang. Yang pertama, pada masa kerajaan Nusantara banyak kerajaan yang sudah memiliki perangkat aturan hukum. Hukum pidana yang berlaku ketika itu belum mengenal unifikasi. Di setiap tempat berlaku aturan aturan pidana yang tidak sama-beda. Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama memiliki peranan dalam pembentukan aturan pidana di masa itu.
Yang kedua, pada masa penjajahan perkembangan pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan tertulis. Dan yang ketiga yaitu pada masa kitab undang-undang hukum pidana 1915 hingga sekarang, pada masa ini dibentuklah kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku bagi tiruana golongan. kitab undang-undang hukum pidana tersebut menjadi sumber aturan pidana hingga dengan ketika ini.




DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1988.

Artikel:
Koleksi Sejarah, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=sejarah-hukum-pidana-di-indonesia
Chandra Yudiana, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=sejarah-hukum-pidana-di-indonesia
Anne Ahira, http://www.anneahira.com/hukum-pidana-di-indonesia.htm



[1]Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 7
[2] Ibid
[4] ibid 
[5]  Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana,op.cit., h. 8
[6] ibid
[7] Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 24
[8] ibid
[9] Koleksi Sejarah, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=sejarah-hukum-pidana-di-indonesia diakses Sabtu, tanggal 28/09/2013.
[10] ibid
[11] ibid
[12] Chandra Yudiana, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=sejarah-hukum-pidana-di-indonesia diakses Sabtu, tanggal 28/09/2013.
[13] ibid
[14] Anne Ahira, http://www.anneahira.com/hukum-pidana-di-indonesia.htm diakses Sabtu, tanggal 29/09/2013.
[16]  Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana,op.cit., h. 10

Posting Komentar untuk "Sejarah Aturan Pidana"