Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penghapusan Pidana



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Alasan penghapus pidana ialah keadaan khusus (yang harus dikemukakan tetapi tidak dibuktikan oleh terdakwa) yang jikalau dipenuhi menimbulkan meskipun terhadap tiruana unsur tertulis dari rumusan delik sudah dipenuhi dan dijatuhi pidana. kitab undang-undang hukum pidana tidak menunjukan apa yang dimaksud dengan alasan penghapus pidana dan perbedaan antara alasan pembenar dan alasan pemaaf. kitab undang-undang hukum pidana spesialuntuk sebut hal-hal yang sanggup menghapuskan pidana saja. Pembahasan terkena hal tersebut berkembang melalui doktrin dan yurispridensi.
Dalam aturan pidana seseorang yang didakwa melaksanakan suatu tindak pidana sanggup dipidana bila memenuhi dua hal yaitu  perbuatannya bersifat melawan aturan dan Pelaku tindak pidana sanggup dipertanggungjawabankan atas perbuatan yang didakwakan (adanya kesalahan pelaku) atau perbuatan tersebut sanggup dicelakan kepada pelakunya dan tidak ada alasan pemaaf. Dalam ilmu aturan pidana, alasan aturan pidana dibedakan dalam alasan penghapus pidana umum dan disebut dalam pasal 44, 48-51 KUHP, dan alasan penghapus pidana khusus. Teori aturan pidana biasanya alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibedakan menjadi alasan pembenar, alasan Pemaaf, dan alasan Penghapus Penuntutan.
B.  Rumusan Masalah
  1. Apa alasan peniadaan pidana ?
  2. Apa saja alasan aturan pidana ?
  3. Sebutkan jenis-jenis alasan peniadaan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Alasan Penghapusan Pidana
Dalam aturan pidana ada beberapa alasan yang sanggup dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada (para) pelaku atau terdakwa yang diajukan ke pengadilan lantaran sudah melaksanakan suatu tindak pidana. Alasan-alasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana. Alasan penghapus pidana ialah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim. Meskipun KUHPidana yang kini ini ada mengatur wacana alasan penghapus pidana, akan tetapi KUHPidana sendiri tidak mempersembahkan pengertian yang terperinci wacana alasan penghapus pidana tersebut.[1]

B.  Alasan Hukum Pidana
Alasan-alasan pidana tersebut dalam kitab undang-undang hukum pidana termasuk dalam Bab wacana hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pengenaan pidana. Dalam ilmu aturan pidana, alasan aturan pidana dibedakan dalam:
1.      Alasan penghapus pidana umum disebut dalam pasal 44, 48-51 KUHP.
2.      Alasan penghapus pidana khusus,  disebut dalam pasal 122, 221 ayat 2, 310 dan 367 ayat 1 KUHP.


C.  Jenis-Jenis Alasan Penghapusan Pidana
              Dalam teori aturan pidana, alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibeda-bedakan menjadi :
1.      Alasan pembenar (Rechtvaardigingsgronden)
Merupakan suatu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa kemudian menjadi perbuatan yang patut dan benar.[2] Alasan Pembenar terdiri atas:
a.       Pembelaan terpaksa (Noodweer)
Pasal 49 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “Barangsiapa terpaksa melaksanakan perbuatan untuk pembelaan, lantaran ada serangan atau bahaya serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak  dipidana”.
Dalam pembelaan darurat (noodweer) dan semoga orang sanggup menyampaikan dirinya dalam pembelaan darurat berdasarkan suara pasal diatas harus dipenuhi tiga macam syarat-syarat sebagai diberikut:
·         Perbuatan yang itu harus terpaksa untuk membela dan pembelaan itu harus harus amat perlu,  boleh dikatakan tidak ada jalan lain.
·         Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan spesialuntuk terhadap kepentingan.
·         Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu.
Pada hakekatnya pembelaan terpaksa ialah orang yang melaksanakan perbuatan dengan menghakimi sendiri (eigen-richting), akan  tetapi dalam  batas tertentu diperkenankan lantaran semata-mata untuk membela diri terhadap serangan yang dilakukan oleh orang lain, yang dengan demilikian itu tidak sanggup dibutuhkan ada alat negara yang sempat mempersembahkan pertolongan  guna mencegah kejahatan dan oleh alasannya ialah itu diperkenankan berbuat membela diri.
Pembelaaan terpaksa harus dikerjakan oleh keadaan yang terpaksa “noodzakelijke verdediging” dalam arti yang tidak terlampau  luas dan tidak pula disempitkan.
b.      Melaksanakan Ketentuan Undang-Undang (Wettlijkvoorchrift)
Bertindak untuk melaksanakan ketentuan undang-undang berdasarkan pasal 50 kitab undang-undang hukum pidana tidak dipidana.didalam pasal 50 kitab undang-undang hukum pidana berbunyi: ” barangsiapa melaksanakan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “.
c.       Melaksanakan Perintah dari pihak atasan  (Ambtelijk Bevel)
Dalam pasal 51 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “Barang siapa melaksanakan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang didiberikan oleh kuasa yang berhak akan itu,  tidak boleh dihukum”. Melaksanakan perintah jabatan relasi antara perintah jabatan dan dengan pihak yang diperintah harus memiliki relasi aturan yang bersifat berlaku umum, baik berdasarkan isinya maupun peraturan itu sendiri.[3]
2.      Alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden)
Merupakan suatu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan aturan jadi tetap ialah perbuatan pidana,tetapi ia tidak dipidana kerena tidak ada kesalahan.[4]
Jenis Alasan Pemaaf terdiri atas:
a.       Pembelaan melampaui batas (Noodweerexces)
Pasal 49 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi : “orang yang melampaui batas pembelaan yang perlu jikalau perbuatan tersebut dilakukannya lantaran sangat gerah hatinya disebabkan oleh serang itu, tidak dipidana”. yang dimaksud dengan melampaui  pembelaan yang perlu ialah tidak seimbang antara pembelaan yang didiberikan dengan akhir yang timbul. Hal ini disebabkan antara lain alat yang dipakai untuk membela diri tidak seimbang dengan alat yang dipakai lawannya. (misalnya; mempergunakan sepotong besi sedangkan lawannya rotan). Pembelaan melampaui batas (Noodweer exces) adalah suatu alasan pemaaf (schulduitluitingsgrond) lantaran perbuatan yang melampaui batas pembelaan itu tetap melawan aturan spesialuntuk pembuat yang tidak memiliki kesalahan.
b.      Perintah yang dikeluarkan oleh jabatan yang tidak wenang
Pasal 51 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi: “Perintah jabatan yang didiberikan oleh kuasa yang tidak berhak tidak membebaskan dari hukuman, kecuali jikalau pegawai yang dibawahnya atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seolah-olah didiberikan kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajiabn pegawai yang dibawah perintah tadi”.
Berdasarkan Pasal 51 ayat (2) menunjukan melaksanakan  Perintah yang dikeluarkan oleh jabatan yang tidak wenang tidak dipidana, asalkan oleh pembuat yang melaksanakan perintah jabatan itu dipenuhi syarat:
·         Secara subyektif yang diperintah itu tegoedertrouw yaitu dalam batin yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah itu tidak sah, jadi ada salah kira dari pihak yang diperintah dan,
·         Secara obyektif ialah masuk logika lantaran perintah jabatan yang tidak sah itu masih dalam lingkungan pekerjaannya.
c.       Tak bisa bertanggung jawaban
Pasal 44 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana berbunyi  : ”barangsiapa melaksanakan perbuatan yang tidak sanggup dipertanggungjawabankan padanya, disebabkan lantaran jiwanya cacat dalam tumbuhnya  (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu lantaran penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”.
Pertumbuhan jiwa yang tidak tepat sanggup terjadi pada ketika kelahiran ibarat imbisil (keadaan bodoh) dan idiot (keadaan gila), juga sanggup terjadi pada pertumbuhan tubuh yang tidak sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang seharusnya seimbang. Sedangkan gangguan jiwa yang disebabkan oleh penyakit, orang tersebut pada mulanya sehat tetapi gres mengalami gangguan jiwa setelah dihinggapi penyakit tertentu contohnya menderita penyakit yang kronis.
d.      Daya paksa atau (overmacht)
Dalam pasal 48 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi”: Barang siapa melaksanakan perbuatan lantaran imbas daya paksa tidak dipidana”.
Menurut para hebat menimbulkan adanya beberapa bentuk daya paksa. derma secara  tradisional bentuk-bentuk daya paksa,adalah terdiri atas:
  • Overmacht yang absolute atau physiekedwang (vis absoluta)
  • Overmacht yang relative (vis compulsive)
  • Overmacht dalam arti sempit atau psychische drang
Oleh Jonkers Keadaan darurat (nootoestand) biasanya dikatakan ada tiga kemungkinan yaitu:
·         Perperihalan dua kepentingan hukum.
·         Perperihalan antara dua kewajiban hukum
·         Perperihalan antara kepentingan aturan dan kewajiban hukum.[5]
3.      Alasan penghapus penuntutan
Alasan peniadaan penuntutan di sini soalnya bukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran terkena sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melaksanakan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan. Yang menjadi pertimbangan ialah disini ialah kepentingan umum.Kalau perkaranya tidak ditunut, tentunya yang melaksanakan perbuatan tidak sanggup dijatuhi pidana. misal Pasal 53 KUHP, kalu terdakwa dengan sukarela mengurungkan niatnya, percobaan untuk melaksanakan suatu kejahatan.
Alasan-alasan yang dimuat dalam perundang-undangan untuk hapusnya hak penuntutan adalah:

a.       Adanya suatu putusan yang sudah berkekuatan aturan tetap
Hal ini diatur dalam pasal 76 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi : “kecuali dalam hal putusan hakim sanggup diubah,orang tidak sanggup dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang baginya sudah diputuskan oleh hakim di Indonesia dengan putusan yang sudah tetap”.
Apabila putusan sudah berkekuatan aturan tetap,upaya aturan tidak sanggup dipakai lagi. Putusan yang sudah berkekuatan aturan tetap tersebut,dapat berupa:
·         Putusan bebas
·         Putusan lepas dari segala tuntutan aturan
·         Putusan tidak sanggup mendapatkan tuntutan penuntut umum
·         Putusan pemidanaan
b.      Kematian orang yang melaksanakan delik
Hal ini diatur dalam pasal 77 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi: “hak menuntut hilang oleh lantaran meninggalnya  si tersangka.”
c.       Daluwarsa
Hal ini diatur dalam pasal 78 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi: hak untuk penuntutan pidana hapus lantaran daluwarsa :
·         Dalam satu tahun bagi tiruana pelanggaran dan bagi kejahatan yang    dilakukan dengan percetakan
·         Dalam enam tahun bagi kejahatan-kejahatan yang diancam dengan denda, eksekusi kurungan atau eksekusi penjara, yang lamanya tidak lebih dari tiga tahun.
·         Dalam dua belas tahun bagi tiruana kejahatan yang diancam dengan eksekusi penjara sementara yang lamanya lebih dari tiga tahun
·         Dalam delapan belas tahun bagi tiruana kejahatan, yang diancam dengan eksekusi mati  atau eksekusi penjara seumur hidup.
Untuk orang,yang sebelum melaksanakan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan belas tahun,tenggang daluwarsa yang tersebut diatas itu, dikurangi sepertiga.”
d.      Penyelesaian kasus di luar pengadilan
Hal ini diatur dalam pasal 82 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana yang berbunyi antara lain sebagai diberikut:
“Hak penuntutan pidana kerena pelanggaran,yang atasnya tidak ditentukan eksekusi pokok lain daripada denda, hilang kalau dengan rela hati sudah dibayar maksimum denda serta juga biaya perkara.”
Ketentuan diatas secara rasional ialah hal yang logis demi efisiensi.hal ini diatur demikian untuk memdiberi kepastian aturan bagi pelaku pelanggaran maupun bagi pegawanegeri penuntut.[6]















BAB III
PENUTUP

Simpulan :
Alasan peniadaan pidana ialah beberapa alasan yang sanggup dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada (para) pelaku atau terdakwa yang diajukan ke pengadilan lantaran sudah melaksanakan suatu tindak pidana. Dalam teori aturan pidana, alasan-alasan yang menghapuskan pidana dibeda-bedakan menjadi tiga macam yaitu alasan pembenar (Rechtvaardigingsgronden), alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden), dan alasan penghapus penuntutan.














DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993.
Samidjo, Hukum Pidana, Bandung: CV. Armico, 1985.

Posting Komentar untuk "Penghapusan Pidana"