Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Demokrasi Berdasarkan Abraham Lincoln

Pengertian Demokrasi Menurut Abraham LincolnDemokrasi yang mempunyai pengertian singkat yaitu pemerintahan berada di tangan rakyat sanggup ditafsirkan menjadi banyak pendapat dari banyak ahli. Salah satu andal yang menlontarkan pendapat yakni Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (from people, for people, and by people). Arti dari pengertian tersebut yakni suatu pemerintahan suatu negara dipegang oleh rakyat, walaupun melalui wakil-wakil rakyat tetapi kemauan rakyat harus dipenuhi. Definisi lain yakni rakyat mempunyai kebebasan penuh untuk melaksanakan semua kegiatan termasuk kegiatan politik, alasannya yakni rakyat mempunyai kekuasaan tertinggi dan dalam hal ini juga demi kepentingan bersama.

Apabila dilihat dari pendapat Abraham Lincoln, sanggup disimpulkan bahwa demokrasi merupakan suatu landasan yang dipakai untuk menata sistem pemerintahan suatu negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik dimana dalam proses tersebut rakyat mempunyai peranan yang penting untuk memilih dan memutuskan hal yang berkaitan dengan kehidupan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejarah Demokrasi Dunia


Munculnya demokrasi berasal dari kebudayaan Yunani Kuno pada kala ke-6 sampai kala ke-3 SM. Sistem demokrasi yang berlaku pada zaman itu yakni demokrasi eksklusif atau direct democracy. Pengertian dari demokrasi eksklusif ini yakni suatu sistem politik yang hak pembuatan keputusan politik dijalankan eksklusif oleh seluruh rakyat menurut pertolongan dari mayoritas. Pelaksanaan demokrasi eksklusif zaman Yunani Kuno berjalan secara efektif, alasannya yakni wilayah Yunani pada masa itu masih terbatas dengan jumlah penduduk hanya 300.000 jiwa dalam suatu wilayah. Namun ketentuan demokrasi ini hanya berlaku untuk warga negara yang resmi dan rakyat jelata, budak belian, dan pedagang abnormal tidak memperoleh hak untuk melaksanakan demokrasi.

Sejarah di Eropa Barat


Pada masa kala pertengahan atau sekitar tahun 6-15 M, gagasan demokrasi ini tidak dipakai oleh orang barat. Tanda dari masyarakat kala pertengahan sendiri antara lain perubahan struktur sosial yang menjadi feodal. Kekuasaan kehidupan sosial dan spiritual pada zaman itu dikuasai oleh Paus dan kaum gereja. Pada final dari kala pertengahan, muncullah negara-negara modern di Eropa Barat sehingga terjadi perubahan sosial dan kultural. Sebelumnya yang dikuasai oleh kaum gereja, namun pada karenanya anutan yang bebas sangatlah dihargai sehingga sanggup memerdekakan dirinya. Abad pertengahan sendiri menghasilkan suatu dokumen yang penting yaitu Magna Charta. Magna Charta ini sendiri merupakan kontrak atau perjanjian antara darah biru dengan raja. Walaupun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak memihak rakyat jelata, namun tetap dianggap sebagai asal mula berkembangnya gagasan demokrasi.

Setelah kala pertengahan, kala 15-17 M, negara-negara monarki lahir dan dengan demikian raja mempunyai hak untuk memerintah secara mutlak atau sewenang-wenang yang didasarkan pada konsep hak suci raja. Namun hak sewenang-wenang ini mendapat kecaman atau bertentangan dan mendapat pertolongan yang kuat dari golongan menengah sehingga berujung pada perubahan kedudukan raja. Pendobrakan terhadap hak raja sendiri didasari oleh teori rasionalis yang dikenal dengan kontrak sosial. Kontrak sosial sendiri mempunyai asas, salah satunya yakni dunia dikuasai oleh aturan alam yang mengandung prinsip-prinsip keadilan universal. Makna dari aturan alam sendiri yakni aturan yang berlaku bagi seluruh manusia, baik dari golongan raja, bangsawan, maupun rakyat jelata.

Sejarah di Indonesia


Demokrasi di Indonesia terbagi menjadi empat periode dan setiap periode mempunyai cirinya tersendiri. Pembagian demokrasi di Indonesia antara lain sebagai berikut.

1. Periode Demokrasi Parlementer (1945-1965)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dimulai dari periode ini akan tetapi pelaksanaan demokrasi pada periode ini tidak didukung oleh modal yang cukup untuk menjadi mapan dalam pelaksanaannya, baik teori, konsep, dan pratiknya. Perananan demokrasi pada periode ini yakni sebagai pemersatu dan alat koalisi antarsuku dan agama. Pelaksanaan demokrasi parlementer tidaklah cocok untuk diterapkan di Indonesia alasannya yakni timbul perpecahan politik dan partai-partai yang mendominasi terpecah belah sehingga demokrasi parlementer diubah dengan demokrasi terpimpin.

2. Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Demokrasi terpimpin pelaksanaannya terjadi pada masa pemerintahan orde lama. Demokrasi ini bercirikan dominasi politik yang dipegang oleh Presiden dan pada masa ini paham komunis dan peranan ABRI dalam dunia politik sangat berpengaruh. Dominasi pada dunia politik ini banyak menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945, menyerupai pembubaran dewan perwakilan rakyat oleh Presiden padahal dalam hal ini Presiden tidak mempunyai kewenangan. Munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang sesungguhnya menjadi alat untuk keluar dari kebuntuan politik akan tetapi sebagai awal dari suatu permasalahan yang kompleks. Pada masa itu, adanya Undang-Undang Dasar 1945 yang mempunyai aturan bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun saja sanggup dipatahkan dengan ketetapan MPRS no. 111 tahun 1963 yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Kehidupan berdemokrasi pada periode orde usang ini diperkeruh dengan munculnya PKI yang mendominasi kehidupan politik Indonesia. Dengan adanya Dekrit Presiden tadi menciptakan PKI bebas mendirikan apa saja, misalnya yakni Front Nasional. Front Nasional intinya sudah dimanfaatkan oleh PKI menjadi bab taktik komunisme sebagai alat persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat dan strateginya untuk mendapat laba dari kharisma yang dimiliki oleh Presiden Soekarno.

3. Periode Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Demokrasi Pancasila berlaku pada ketika masa pemerintahan Presiden Soeharto atau lebih dikenal dengan masa orde baru. Pada periode ini ditawarkan tiga komponen demokrasi, yaitu menegakkan kembali asas-asas negara aturan dan kepastian hukum, mengutamakan kehidupan yang layak bagi semua warga negara, dan ratifikasi dan proteksi HAM, peradilan yang bebas, dan tidak memihak. Akan tetapi pada pelaksanaannya tiga komponen demokrasi ini tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini ditandai dengan dominasi ABRI dalam dunia politik, sentralisasi pengambilan keputusan politik, tugas dan fungsi partai politik pada masa itu dimatikan, pemerintah ikut campur tangan dalam urusan partai politik, politik pada periode itu tidak terperinci arahnya, ideologi negara yang dimonolitisasi, dan peleburan forum non pemerintahan.

4. Periode Pasca Orde Baru / Reformasi (1998-sekarang)

Periode ini rakyat menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM harus lebih konsekuen dan tuntutan ini berasal dari lengsernya Presiden Soeharto yang telah menjabat selama 32 tahun dengan demokrasi Pancasila yang diberlakukannya. Dalam periode reformasi ini, impian demokrasi untuk mapan dan menjunjung tinggi HAM merupakan suatu tantangan sehingga dalam periode ini banyak terjadi perombakan-perombakan. Demokrasi pada periode ini mempunyai wacana yang berkaitan dekat dengan pemberdayaan masyarakat madani dan penegakan HAM yang dilakukan dengan sungguh-sungguh serta pengembalian kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Pada periode ini, tokoh-tokoh reformasi tidak mau menambahkan atribut tertentu mengenai demokrasi alasannya yakni dampak dari pengalaman pahit pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa orde baru. Demokrasi pada periode ini identik dengan demokrasi tanpa nama, dimana hak rakyat yakni komponen penting didalam pelaksanaan demokrasi ini. Baca: Pengertian Serta Ciri-Ciri Demokrasi Langsung dan Tidak Langsung

Posting Komentar untuk "Pengertian Demokrasi Berdasarkan Abraham Lincoln"