Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Instrumen Ham Internasional



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hak Asasi Manusia menjadi sorotan utama seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia. Persoalan ini tidak saja menjadi sorotan masyarakat dan organisasi internasional ibarat PBB, tetapi juga pemerintahan yang peduli terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM. melaluiataubersamaini demikian, kita harus menyadari bahwa problem Hak Asasi Manusia yakni problem bersama dalam menuntut partisipasi aktif  untuk menghargai dan melindunginya demi kelangsungan kehidupan insan yang beradab. PBB pada tahun 1948 sudah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pengakuan masyarakat internasional wacana Hak Asasi Manusia semakin berpengaruh dengan banyaknya konvensi internasional terkena Hak Asasi Manusia.[1] Untuk lebih jelasnya wacana HAM Internasional ini akan dibahas dalam potongan selanjutnya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konvensi hak anak?
2.      Bagaimana konvensi menentang penyiksaan?
3.      Bagaimana konvensi pembatalan segala bentuk diskriminasi?
4.      Bagaimana konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konvensi Hak Anak
Anak ialah generasi penerus impian usaha bangsa serta sebagai sumber daya insan di masa depan yang ialah modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan.[2] Materi substantif hak anak dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
1.    Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights)
Ialah hak-hak anak dalam Kovensi Hak Anak yang mencakup hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Mengenai hak terhadap kelangsungan hidup didalam KHA terdapat pada pasal 6 dan pasal 24 KHA. Dalam pasal 6 KHA tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Pasal 24 KHA mengatur terkena kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa di jangkau dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan ddan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer.
Dalam pasal 24 KHA dikemukakan beberapa langkah kongkrit yang harus dilakukan negara-negara peserta mengimplementasi hak hidup anak, yaitu :[3]
a.    Untuk melaksanakan menurunkan angka ajal bayi dan anak (vide pasal 24 ayat 2 karakter a).
b.    Menyediakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan khususnya pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 karakter b).
c.    Memberantas penyakit dan belum sempurnanya gizi termasuk dalam rangka pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 karakter c).
d.   Penyediaan pelayanan kesehatan sebelum dan setelah melahirkan bagi ibu-ibu (vide pasal 24 ayat 2 karakter d).
e.    Memeperoleh gosip serta jalan masuk pada pendidikan dan mendapat pertolongan pada pengetahuan dasar wacana kesehatan dan gizi (pasal 24 ayat 2 karakter e).
f.     Mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang bau tanah serta penyuluhan keluarga berencana (vide pasal 24 ayat 2 karakter f).
g.    Mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka jelek terhadap pelayanan kesehatan (vide pasal 24 ayat 3), dan pengembangan kolaborasi internasional (vide pasal 24 ayat 4).
Hak terhadap kelangsungan hidup berkaitan pula dengan beberapa pasal relevan dengan hak terhadap kelangsungan hidup  itu yaitu pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 23, pasal 26, pasal 27, pasal 30, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 38.
2.      Hak terhadap proteksi (protection rights).
Ialah hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang mencakup hak proteksi dari diskriminasi, tindak kekerasan dan penerlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga (bagi belum dewasa pengungsi). Hak terhadap proteksi ialah hak anak yang penting. Kenyataannya belum dewasa sering menderita aneka macam jenis pelanggaran, perkosaan sebagai akhir dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan sosial. Hak terhadap Perlindungan dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
a.    Pasal-pasal terkena larangan diskriminasi anak: Pasal 2 wacana prinsip non diskriminasi terhadap hak-hak anak, Pasal 7 wacana hak anak untuk mendapat nama dan kewargguagaraan, Pasal 23 wacana hak belum dewasa penyandang cacat memperoleh pendidikan, perawatan dan tes khusus, Pasal 30 wacana hak belum dewasa dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli.
b.    Pasal-pasal terkena larangan eksploitasi anak:
·      Pasal 10 wacana hak anak untuk berkumpul kembali bersama orangtuanya dalam kesatuan keluarga, apakah dengan meninggalkan atau memasuki negara tertentu untuk maksud tersebut.
·      Pasal 11 wacana kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi penculikan atau penguasaan anak diluar negeri.
·      Pasal 16 wacana hak anak untuk memperoleh proteksi dari gangguan terhadap kehidupan pribadi.
·      Pasal 19 wacana kewajiban negara untuk melindungi anak dari segala bentuk salah perlakuan yang dilakukan oleh orangtua atau orang lain yang bertanggung tanggapan atas pengasuhan mereka.
·      Pasal 20 wacana kewajiban negara untuk mempersembahkan proteksi khusus bagi belum dewasa yang kehilangan lingkungan keluarga mereka.
Adapun pasal yang berkaitan terkena larangan eksploitasi anak yaitu Pasal 21, Pasal 25, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39 dan  Pasal 40.
c.       Pasal terkena krisis dan keadaan darurat anak
Untuk mengambarkan hak-hak anak atas proteksi dari krisis dan keadaan darurat sanggup dirujuk dalam pasal-pasal diberikut: Pasal 10 wacana mengembalikan anak dalam kesatuan keluarga. Pasal 22 wacana proteksi terhadap belum dewasa dalam pengungsian. Pasal 25 wacana peninjauan secara periodik terkena penempatan anak. Pasal 38 wacana konflik bersenjata atau peperangan yang menimpa anak. Pasal 39 wacana perawatan rehabilitasi. Dalam kertas kerja yang berjudul A Guide for Non-Governmental Organzations Reporting to the Committee on the Rights of the Child, dirinci beberapa pasal proteksi khusus, yaitu :[4]
1.    Anak-anak dalam situasi darurat, yakni: belum dewasa dalam pengungsian (vide pasal 22), belum dewasa dalam (korban) peperangan atau konflik bersenjata (vide pasal 38).
2.    Anak-anak yang berkonflik dengan hukum, yakni problem prosedural peradilan anak (vide pasal 40), belum dewasa yang berada dalam aksentuasi terhadap kebebasan (vide pasal 37), re-integrasi sosial belum dewasa dan penyembuhan fisik dan psikologis anak (vide pasal 39).
3.    Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni; eksploitasi ekonomi ibarat pekerja anak (vide pasal 32), penyalahgunaan obat bius dan narkotika (vide pasal 33), eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual (vide pasal 34), bentuk-bentuk eksploitasi lainnya (vide pasal 36), perdagangan anak, penculikan dan penyelundupan anak (vide pasal 35).
4.    Anak-anak dari kelompok minoritas atau belum dewasa penduduk suku terasing (vide pasal 30).


d.      Hak untuk tumbuh kembang (development rights)
Ialah hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang mencakup segala bentuk pendidikan dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak. Mengenai hak untuk tumbuh kembang dalam KHA pada pada dasarnya terdapat hak untuk memperoleh jalan masuk pendidikan dalam segala bentuk dan tingkatan, dan hak yang berkaitan dengan taraf hidup secara memadai untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan, diatur dalam pasal 28 dan pasal 29 Konvensi Hak Anak. Pasal 28 ayat 1, hak anak untuk mendapat pendidikan dan sekaligus mempersembahkan langkah konkrit bagi terselenggarakannya hak pendidikan. Untuk mengambarkan Hak untuk tumbuh kembang dalam KHA mengacu kepada beberapa pasal, yaitu pasal 17 (hak untuk memperoleh informasi), pasal 28 dan 29 (hak untuk memperoleh pendidikan), pasal 31 (hak untuk bermain dan rekreasi), pasal 14 (hak untuk kebebasan berfikir, consience dan agama), pasal 5, 6,13,14 dan 15 (hak untuk pengembangan kepribadian, sosial dan psikologis), pasal 6 dan pasal 7 (hak atas identitas, nama dan kebangsaan), pasal 24 (hak atas kesehatan dan pengembangan fisik), pasal12 dan pasal 13 (hak untuk didengar), dan pasal 9, 10 dan 11 (hak untuk keluarga). Berdasarkan bentuknya, hak atas untuk tumbuh kembang, yaitu :
1.      Hak untuk memperoleh gosip
2.      Hak untuk memperoleh pendidikan
3.      Hak untuk bermain dan rekreasi
4.      Hak untuk berpartisipasi dalam acara budaya
5.      Hak untuk kebebasan berfikir, consience dan beragama
6.      Hak untuk menyebarkan kepribadian
7.      Hak untuk memperoleh identitas
8.      Hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik
9.      Hak untuk didengar (pendapat)
10.  Hak untuk/atas keluarga


e.       Hak untuk Berpatisipasi (participation rights).
Ialah hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang mencakup hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal mempengaruhi anak. Hak anak untuk berpartisipasi ialah hak anak terkena identitas budaya fundamental bagi anak, masa kanak-kanaknya, dan pengembangan keterlibatannya didalam masyarakat luas. Hak partisipasi ini memdiberi makna bahwa belum dewasa ikut mempersembahkan sumbang peran, dan bukan spesialuntuk seorang peserta yang bersifat fasif dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangannya. Mengenai hak untuk berpartisipasi dalam Konvensi Hak Anak diantaranya diatur dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 15.
Berdasarkan uraian diatas, hak anak atas partisipasi terdiri dari:
1.      Hak anak untuk beropini dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya.
2.      Hak anak untuk mendapat dan mengetahui gosip serta untuk berekspresi.
3.      Hak anak untuk berserikat, dan menjalin relasi untuk bergabung.
4.      Hak anak untuk memperoleh jalan masuk gosip yang layak dan terlindung dari gosip yang tidak sehat.
5.      Hak anak untuk memperoleh gosip wacana Konvensi Hak Anak.

B.       Konvensi Menentang Penyiksaan
Penyiksaan yakni tindakan kekerasan fisik dan atau mental yang dilakukan secara sepihak, sengaja dan sistematik oleh seseorang atau sekelompok orang lain yang menimbulkan perasaan tidak nyaman hingga dengan nyeri yang tidak tertahankan, sehingga berakibat terjadinya cedera dan kerusakan sementara dan atau menetap pada badan maupun pada fungsi organ tubuh, serta gangguan psikiatrik berupa perasaan cemas, takut dan teror yang berlebihan, hilangnya harga diri atau jati diri, serta penyiksaan berat yang sanggup mengakibatkan ajal dan sebagainya.[5]
Pasal 351 KUHPidana merumuskan Penyiksaan sebagai sesuatu yang menjadikan luka-luka berat, kematian, dan sengaja merusak kesehatan. Akan tetapi dalam pasal 28 KUHPidana merumuskan Penyiksaan yakni luka-luka berat spesialuntuk pada penyiksaan fisik semata. Efek dari penyiksaan yakni penderitaan yang bertingkat-tingkat. Ada beberapa istilah dalam penyiksaan antara lain:[6]
  1. Falanga, istilah untuk pemukulan berulang-ulang yang sangat andal (menyakitkan) pada telapak kaki dan seputar kaki. Falanga termasuk pemukulan sistematis dan berakibat cacatnya korban. Penyiksaan ini acap menimpa para tahanan di seluruh dunia.
  2. Planton yakni penyiksaan yang dilakukan pada tahanan dengan melaksanakan suatu posisi yang tidak normal dengan jangka waktu tertentu contohnya berdiri dengan kepala ditutup selama 14 jam. Planton lebih dikenal dengan memaksa korban untuk berdiri dengan jangka waktu lama.
  3. Submarino yakni memasukkan kepala korban ke dalam air, lumpur atau cairan lainnya, atau lebih dikenal dengan wet submarino. Dry submarino yakni memasukkan kepala korban ke kantong plastik dan mengikat kantong itu dengan tujuan korban akan kesusahan bernapas.
  4. Telephono, pemukulan kedua daun pendengaran secara simultan dengan telapak tangan bertujuan merusak gendang telinga, sehingga sanggup mengakibatkan sakit, pendarahan dan kehilangan pendengaran sehingga susah dideteksi oleh dokter.
Jadi, penyiksaan ialah suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja kepada seseorang yang tidak sanggup mempertahankan haknya dalam menentang sebuah kekerasan terhadap dirinya, dimana suatu tindakan tersebut menimbulkan rasa sakit bagi dirinya baik sakit yang jasmani atau dirasakan oleh tubuh/ raga maupun sakit rohani atau mental  pada seseorang bahkan penyiksaan yang berdampak hilangnya nyawa seseorang atau hingga mengakibatkan ajal sehingga sanggup dikatakan sudah merampas hak hidup seseorang yang ialah hak paling fundamental yang dimiliki oleh insan sebagai mahkluk pribadi. Hal-hal ibarat inilah yang mengakibatkan diperlukannya suatu pengaturan khusus yang mengatur wacana sesuatu yang menentang adanya penyiksaan, dimana seharusnya insan dengan kemampuannya berfikir dan mencar ilmu seharusnya lebih bisa mengoreksi diri, menyebarkan pemikirannya secara rasional bahwa tindakan penyiksaan bukanlah suatu cara yang paling tepat untuk mencapai kebenaran.
melaluiataubersamaini menyadari bahwa tindakan penyiksaan ialah tindakan yang berperihalan dengan Hak Asasi Manusia, berperihalan dengan hak seseorang untuk memilih nasibnya sendiri dalam hal hak bebas dari penyiksaanan sehingga pemerintah mencari cara biar dalam mengungkapkan kebenaran tidaklah harus dengan jalan penyiksaan. Kemudian lahirlah gerakan anti penyiksaan. yang dituangkan dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment / CAT). Agar tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat insan tidak terjadi di Indonesia. Konvenan ini dibutuhkan guna untuk melindungi hak-hak insan biar terbebas dari adanya suatu penyiksaan, baik penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun mental.
C.  Konvensi Tentang Penghapusan Semua Dikriminasi
Konvensi Internasional wacana pembatalan segala bentuk diskriminasi ras atau disebut dengan istilah ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) yakni sebuah instrumen aturan internasional yang mengatur wacana pembatalan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan menurut ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa. Konvensi ini lahir sebagai tindakan responsif terhadap banyaknya terjadi aneka macam diskriminasi rasial di aneka macam belahan dunia. Sejumlah pola tindakan diskriminasi rasial diantaranya sejarah perdagangan budak,  politik segregasi sosial menurut ras, perendahan kelompok-kelompok masyarakat adat, tindakan pembedaan terhadap masyarakat minoritas, pemberlakuan kebijakan apartheid di Afrika Selatan, diskriminasi antara “si hitam dengan si putih” yang terjadi di Amerika.[7]
Suara-suara penolakan atas diskriminasi rasial ini sudah diangkat dalam suatu deklarasi yang sudah dibuat oleh negara-negara anggota PBB yaitu United Nation Declaration on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination melalui resolusi 1904 (XVIII).  Namun, alasannya yakni sifat deklarasi spesialuntuklah sebuah pernyataan politis yang tidak bersifat mengikat secara hukum, maka untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut dirumuskanlah terkena penolakan atas diskriminasi rasial tersebut kedalam suatu konvensi.  Pada 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB mengesahkan konvensi ICERD ini sebagai resolusi 2106 A (XX) dan mulai berlaku secara efektif pada 4 Januari 1969.
Konvensi internasional wacana pembatalan segala bentuk diskriminasi ras terdiri dari 25 Pasal dengan sebuah klausula aksesori yang terdiri dari : Bagian I (pasal 1-7), Bagian II (Pasal 8-16), Bagian III (Pasal 17-25) dan Tambahan Secara garis besar, konvensi ini mewajibkan negara-negara pihak yang berjumlah 174 negara untuk menghapuskan aneka macam bentuk dan perwujudan dari diskriminasi ras di negaranya serta menjamin hak-hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis dan kesederajatan di muka aturan terutama peluang untuk memakai hak-haknya.
Bagian II (Pasal 8-16), potongan ini mengatur ketentuan terkena CERD (Committee on the Elimination of Racial Discrimination). CERD mempunyai kiprah dan wewenang untuk melaksanakan pemantauan atas pelaksanaan konvensi. Komite ini terdiri dari 18 orang pakar yang bermoral tinggi dan diakui ketidakberpihakannya serta kemampuannya di bidang HAM. Keanggotaan komite wacana pembatalan diskriminasi rasial terdiri dari .
Bagian III (Pasal 17-25), potongan ini ialah ketentuan penutup, memuat hal-hal yang berkaitan dengan mulai berlakunya konvensi, perubahan, pensyaratan (reservation), pengesahan dan aksesi, pengunduran diri serta mekanisme penyelesaian sengketa antar negara pihak.[8]

D.      Konvensi Anti Diskriminasi Terhadap Perempuan
Deklarasi Universal wacana Hak Asasi Manusia menegaskan asas terkena tidak sanggup diterimanya diskriminasi dan menyatakan bahwa tiruana insan dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, dan bahwa tiap orang berhak atas tiruana hak dan kebebasan yang dimuat di dalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan menurut jenis kelabuin. Negara-negara pihak pada perjanjian- internasional terkena Hak Asasi Manusia berkewajiban untuk menjamin hak yang sama antara pria dan wanita untuk menikmati tiruana hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.
Mengingat bahwa diskriminasi terhadap wanita melanggar asas persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat manusia, ialah halangan bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan pria dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya negara-negara mereka. Hal ini menghambat perkembangan kemakmuran masyarakat dan menambah sukarnya perkembangan sepenuhnya dari potensi kaum wanita dalam pengabdiannya terhadap negara-negara mereka dan terhadap umat manusia. Dalam situasi-situasi kemiskinan, wanita yang paling sedikit mendapat peluang untuk memperoleh makanan, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, petes, maupun untuk memperoleh peluang kerja dan lain-lain kebutuhan, Yakin bahwa dengan terbentuknya tata ekonomi internasional yang baru, menurut pemerataan dan keadilan, akan memdiberi sumbangan yang berarti pada peningkatan persamaan antara lelaki dan perempuan. dari hal ini dibutuhkan perubahan pada peranan tradisional pria maupun peranan wanita dalam masyarakat dan dalam keluarga, untuk mencapai persamaan sepenuhnya antara pria dan perempuan.[9]








BAB III
PENUTUP

Simpulan:
Adapun Internasional terkena Hak Asasi Manusia dalam makalah ini, antara lain:
1.    Konvensi Hak Anak (KHA) dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
a.       Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights.)
b.      Hak terhadap proteksi (protection rights).
c.       Pasal terkena krisis dan keadaan darurat anak.
d.      Hak untuk tumbuh kembang (development rights).
e.       Hak untuk Berpatisipasi (participation rights).
2.    Konvensi menentang penyiksaan ialah gerakan anti penyiksaan yang dibutuhkan guna untuk melindungi hak-hak insan biar terbebas dari adanya suatu penyiksaan, baik penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun mental.
3.    Konvensi wacana pembatalan tiruana dikriminasi adalah sebuah instrumen aturan internasional yang mengatur wacana pembatalan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan menurut ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa.
4.    Konvensi anti diskriminasi terhadap wanita harus ditegakkan alasannya yakni diskriminasi terhadap wanita melanggar asas persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat manusia, ialah halangan bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan pria dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya negara-negara mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Masyhur, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Bogor: Ghalia Indonesia, th.
Fahrian, Rizki, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Selasa, 29 April 2014.
Kudeter, Dodoy, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Selasa, 29 April 2014.
Muzaffar, Chandra, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, Bandung: Mizan Pustaka, 1993.
My Way, Law Is,  https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Senin, 28 April 2014.
Rafiqi, Zainul, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Senin, 28 April 2014.




https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Senin, 28 April 2014, Jam 19:30 Wita.
[3]Ibid  
[4]Ibid  
[5]Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, (Bogor: Ghalia Indonesia, th), h. 76.
https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Senin, 28 April 2014, Jam 17:30 Wita.
[7]Chandra Muzaffar, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, (Bandung: Mizan Pustaka, 1993, h. 70
[8]Rizki Fahrian, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 08.30 Wita.
https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=v-behaviorurldefaultvmlo diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 17.35 Wita.

Posting Komentar untuk "Instrumen Ham Internasional"