Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ilmu Takhrij Hadits




ILMU TAKHRIJ HADITS

1.    Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang terkenal diantaranya yaitu al-istinbath (mengeluarkan), al-tadrib (melatih atau membiasakan), al-tawjih (memperhadapkan). Sedangkan secara terminologi, ada beberapa pendapat;
Para muhadisin mengartikan takhrij hadis sebagai diberikut:
1)      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan sebut para periwayatnya dalam sanad yang sudah memberikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2)      Ulama mengemukakan banyak sekali hadis yang sudah dikemukakan oleh para guru hadis, atau banyak sekali kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3)      ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy menyampaikan dalam kitab Fathul Mughits sebagai diberikut, “Takhrij yaitu seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau kawan-kawannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4)      Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis orisinil dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber orisinil dengan sebut perawi penyusunnya.
5)      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian. Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai diberikut:
·      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan sebut para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
·      Mengemukakan asal permintaan hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari banyak sekali kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya hingga kepada Nabi Saw.
·      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.
Dari banyak sekali pernyataan di atas, sanggup disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij hadis yaitu penelusuran atau pencarian hadis pada banyak sekali kitab hadis sebagai sumbernya yang orisinil yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
2.    Syarat-Syarat seorang yang melaksanakan takhrij (Mukharrij)
Semua orang tahu bahwa pekerjaan  mentakhrij bukanlah pekerjaan gampang,  sehingga setiap orang simpel untuk melakukannya. Akan tetapi pekerjaan mentakhrij mempunyai syarat-syarat yang wajib dipenuhi untuk siapa saja yang bersedia untuk melaksanakan takhrij. Berikut diantaranya:
1)   Memiliki ilmu Bahasa Arab yang cukup, mengetahui tashrif fi’il, dan bisa membedakan antara aksara orisinil dan zaidah serta fi’il dan isim. Karena tiruana hadits dan sumber acuan takhrij berbahasa Arab
2)   Memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilahnya.
3)   Memiliki pengetahuan terhadap kitab-kitab hadits dan metodologi penyusunannya. Mengetahui acuan Ashliyyah, yang ibarat ashliyyah, dan yang bukan ashliyah.
4)   Mengetahui metode-metode takhrij, kelebihan dan belum sempurnanyanya. Mengetahui kitab-kitab bagi setiap metode takhrij.Apabila tidak, akan menyulitkan dirinya untuk mendapat yang diharapkannya.
5)   Menikmati kesabaran dalam melaksanakan takhrij, tidak merasa lelah dan jemu. Apabila tidak, maka akan mengakibatkan pekerjaannya tidak sempurna.
3.    Tujuan Ilmu Takhrij Hadis
Mengkaji hadits Rasulullah Saw baik sanad maupun matan dengan metode-metode takhrij, dan mempercepat sampainya kepada tempat-tempat dan sumber-sumber  yang bermacam-macam. Dan melatih pentakhrij pada suatu cara yang menghasilkan pengetahuan pada hadits yang diterima atau ditolak.
Adapun secara ringkas, tujuan Takhrij hadis ada tiga berdasarkan ustadz Ahmad Luthfi
1. Tujuan Awal: Mencari tahu siapa perawi hadis itu; ada di mana, di Kitab apa, pecahan apa, dan jilid, halaman dan nomor berapa.
2. Tujuan Akhirnya: Mengetahui bagaimana aturan hadis itu; Apakah Shahih, Hasan, Dhaif, Palsu.
3. Samasukan dan tujuan selesai mentakhrij: Apakah hadis ini boleh dijadikan dalil, atau tidak.
B. Manfaat Ilmu Takhrij Hadits
Manfaat yang bisa dicapai oleh ilmu takhrij itu banyak macamnya, diantaranya manfaat bagi sanad, manfaat bagi matan, dan manfaat bagi sanad dan matan sekaligus. Berikut rinciannya.
a. Manfaat bagi Sanad
1)   Merangkum sejumlah besar sanad-sanad hadits dan jalan-jalannya pada sumber yang tidak sama-beda.sehingga akan tersingkap sanad yang bersambung, terputus, mursal, dan yang lainnya.
2)   Menguatkan sanad hadits
3)   Mengetahu derajat suatu hadis
4)   Membedakan nama rawi yang muhmal
5)   Menjelaskan nama rawi yang mubham
6)   Menghilangkan kemungkinan tadlis dalam riwayat ‘an’anah nya seorang mudallis.
7)   Menghilangkan kemungkinan ragunya seorang guru yang mukhtalith
b.   Manfaat bagi matan
1)   Mengetahui maksud yang digambarkan oleh suatu hadis
2)   Mengetahui sababul wurud hadis
c.    Manfaat bagi matan dan sanad sekaligus
1)   Mengetahui beberapa sumber dari suatu hadis
2)   Mengetahui illat pada sanad dan matan
3)   Mengetahui cacat pada suatu sanad hadis atau matannya.
 C.    Perkembangan ilmu Takhrij Hadis
Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, sebab pengetahuan mereka tentang sumber hadis saat itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga besar lengan berkuasa sekali, sehingga apabila mereka hendak menunjukan ke-sahih-an sebuah hadis, mereka sanggup menerangkan sumber hadis tersebut dalam banyak sekali kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut mereka ketahui.
Namun saat para Ulama mulai merasa kesusahan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan  setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang kala tidak sebut sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melaksanakan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.
D.    Munculnya takhrij Hadis sebagai  suatu cabang ilmu
Pada pertama munculnya ilmu takhrij, belum ada orang yang menulis tentang ilmu takhrij, sebab pada masa itu ilmu takhrij masih bersifat tuturan. Bukan berarti pada masa itu belum ada kegiatan mentakhrij, sebab pada masa itu sudah bermunculan kutab-kitab takhrij, mirip yang sudah dilakukan Az-Zaila’i (Kitab Nashb Ar-Rayah Li Ahadits Al Hidayah), Ibn Hajar Al-Atsqolani (At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz Al-Kabir), Al-Iraqi (Kitab Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar), dan banyak ulama yang lainnya.
Pada tahun 1978 M dimulailah penyusunan kitab tentang ilmu takhrij, kaidah-kaidah, manhaj, dan metodenya. Diantara kitab ilmu takhrij,
1)   Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, karya Dr. Mahmud Ath-Thohhan pada tahun 1978 M
2)   Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah Saw, karya Dr. ‘Abd Al-Mahdi bin ‘Abd Al-Qadir pada tahun 1982 M
3)   Kasyf al-Litsaam ‘an Asrar Takhrij Hadits Sayyid al-Anaam, karya Dr. ‘Abd al Maujuud Muhammad ‘Abd Al-Lathiif pada tahun 1984 M
4)   Al-Madkhal ila Takhrij al-Ahaadiits wa al-Aatsaar wa al-Hukm ‘Alaiha, karya Dr. Abu Bakr ‘Abd ash-Shamad bin Bakr bin Ibrahim pada tahun 1410 H
5)   Al-Waadhih fi fann At-Takhrij wa dirasat al-Asaanid, Karya Dr. Sulthon al-Ukayilah, dkk.
6)   Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhrij al Hadiits, Karya Dr. Hamzah Malaibari & Dr. Sulthon Ukayilah
7)   Takhrij Al-Hadits An-Nabawi, Dr. ‘Abd Al-Ghani At-Tamimi
8)   ‘Ilm takhrij Al-Ahaadits, Muhammad Mahmud Bakkar
9)   Manhaj Dirasat Al-Asaanid wa Al-Hukm ‘Alaiha, Dr. Walid Al-‘Ani

E.     Metode Takhrij Hadits
Menurut Dr. Mahmud Ath-Thahhan, di dalam melaksanakan takhrij, ada lima metode yang sanggup dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.      Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode ini dikhususkan jikalau kita mengetahui nama sobat bersahabat yang meriwayatkan hadis, kemudian kita mnecari menolongan dari tiga macam karya hadis yakni;
·      Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sobat bersahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sobat bersahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapat petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·      Al- Ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sobat bersahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai aksara engkaus hijaiyah. melaluiataubersamaini mengetahui nama sobat bersahabat sanggup megampangkan untuk merujuk hadisnya.
·      Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sobat bersahabat dengan urutan nama mereka sesuai aksara engkaus. Jika seorang peneliti mengetahui pecahan dari hadis itu, maka sanggup merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
·      Kelebihan metode ini yaitu bahwa proses takhrij sanggup diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini yaitu ia tidak sanggup dipakai dengan baik, apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
a.      Kitab Al-Athraf
1)      Al-Athraf al-Shahihain; al-Hafidz Imam Ibn Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin Ubaid ad-Dimasyqi
2)      Al-Athraf al-Kutub al-Sittah; al-Hafidz Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad bin Thahir bin Ahmad al-Maqdisi
3)      Al-Athraf Shahihain; Khalaf bin Hamdun Al-Wasithy
4)      Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf; Abu Qasim Ali bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyqi
5)      Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf; Jamaludin Abu Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizyi
6)      Ittihaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Aasyarah; Abi Al-Fadhl Ahmad bin Ali al-Asqalani (Ibnu Hajar Al-Atsqolani)
b.      Kitab-kitab Mu’jam
1)   Mu’jam Al-Kabir, Al-Ausath, dan Shagir, Karya Ath-Thabrani
2)   Mu’jam Ash-Shahabah, Karya Ahmad bin ‘Ali Al-Maushili
c.       Kitab Al-Musnad
1)      Musnad Ahmad bin Hanbal
2)      Musnad Abu Bakar Abdullah bin Al-Zubair al-Humadi
3)      Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi
2.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya berdasarkan urutan aksara hijaiyah.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal mempersembahkan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan susah unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai pola ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut yaitu iza atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya yaitu law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza ja’akum (اذاجَاءَكُمْ), maka hal tersebut tentu akan mengakibatkan susahnya menemukan hadis yang sedang dicari, sebab adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)   Al-Jami’ Al-Kabir; As-Suyuthi
2)   Al-Jami’ Al-Azhar; Al-Manawi
3)   Al-Jami’ Al-Shagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir; As-Suyuthi
4)   Mausu’ah Al-Athraf, karya Abu Muhajir basyuni Zaghlul
3.      Takhrij berdasarkan kata-kata dalam matan hadits
Metode ini yaitu metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak dipakai huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan yaitu pecahan hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud sanggup diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih simpel mabadunga menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang aneh dan jarang penerapanya.
Metode ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus memakai kata-kata lain.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya yaitu kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.

4.      Takhrij melalui tema hadits
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh sebab itu untuk melaksanakan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih lampau disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian gres mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis mempunyai lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut. misal :
بُنِيَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ انْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللّهُ وانَّ مُحَمَّدّا رَسُوْلُ اللَّهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَايْتَاءِ الزَّكاَةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاّ
Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu yaitu Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadis diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari didalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Teknik ini banyak dimenolong dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang meliputi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang mukharrij harus mempunyai beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih secara khusus.
Metode ini mempunyai kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya. Akan tetapi metode ini juga mempunyai banyak sekali kelemahan, terutama apabila kandungan hadis susah disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga ia tidak sanggup memilih kawanya, maka metode ini mustahil diterapkan.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Kanz Al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al: Muttaqy al-Hindi
2)      Miftah Kunuz al-Sunnah; Dr. Aj. Wensick
3)      Karya-karya lain yang disusun berdasarkan tema tertentu mirip fiqih, sejarah, Targhib dan Tarhib, dan sebagainya.
5.      Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya gres yang sudah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat memmenolong sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, mirip hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab mirip diatas ia sudah melaksanakan takhrij al hadis.
Kelebihan metode ini sanggup dilihat dari segi gampangnya proses takhrij. Hal ini sebab sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, sebab cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Al-Azhar al-Mutanatsirat fi al-Akhbar al-Mutawatirat; al-Suyuthi
2)      Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyat; al-Madani
3)      Al-Maqaashid al-Hasanah (hadits Masyhur); Al-Syahwi
4)      Al-Marasil; Abu Daud
5)      Al-Tanzih Al-Syari’at an al-Akhbar al-Asyarah al-Maudhu’at; Ibn Ira
6)      Al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-hadits al-Maudhu’; Al-Qari
7)      Al-Maudhu’at; Ibn Jauzi





ILMU TAKHRIJ HADITS

1.    Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang terkenal diantaranya yaitu al-istinbath (mengeluarkan), al-tadrib (melatih atau membiasakan), al-tawjih (memperhadapkan). Sedangkan secara terminologi, ada beberapa pendapat;
Para muhadisin mengartikan takhrij hadis sebagai diberikut:
1)      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan sebut para periwayatnya dalam sanad yang sudah memberikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2)      Ulama mengemukakan banyak sekali hadis yang sudah dikemukakan oleh para guru hadis, atau banyak sekali kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3)      ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy menyampaikan dalam kitab Fathul Mughits sebagai diberikut, “Takhrij yaitu seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau kawan-kawannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4)      Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis orisinil dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber orisinil dengan sebut perawi penyusunnya.
5)      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian. Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai diberikut:
·      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan sebut para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
·      Mengemukakan asal permintaan hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari banyak sekali kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya hingga kepada Nabi Saw.
·      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.
Dari banyak sekali pernyataan di atas, sanggup disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij hadis yaitu penelusuran atau pencarian hadis pada banyak sekali kitab hadis sebagai sumbernya yang orisinil yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
2.    Syarat-Syarat seorang yang melaksanakan takhrij (Mukharrij)
Semua orang tahu bahwa pekerjaan  mentakhrij bukanlah pekerjaan gampang,  sehingga setiap orang simpel untuk melakukannya. Akan tetapi pekerjaan mentakhrij mempunyai syarat-syarat yang wajib dipenuhi untuk siapa saja yang bersedia untuk melaksanakan takhrij. Berikut diantaranya:
1)   Memiliki ilmu Bahasa Arab yang cukup, mengetahui tashrif fi’il, dan bisa membedakan antara aksara orisinil dan zaidah serta fi’il dan isim. Karena tiruana hadits dan sumber acuan takhrij berbahasa Arab
2)   Memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilahnya.
3)   Memiliki pengetahuan terhadap kitab-kitab hadits dan metodologi penyusunannya. Mengetahui acuan Ashliyyah, yang ibarat ashliyyah, dan yang bukan ashliyah.
4)   Mengetahui metode-metode takhrij, kelebihan dan belum sempurnanyanya. Mengetahui kitab-kitab bagi setiap metode takhrij.Apabila tidak, akan menyulitkan dirinya untuk mendapat yang diharapkannya.
5)   Menikmati kesabaran dalam melaksanakan takhrij, tidak merasa lelah dan jemu. Apabila tidak, maka akan mengakibatkan pekerjaannya tidak sempurna.
3.    Tujuan Ilmu Takhrij Hadis
Mengkaji hadits Rasulullah Saw baik sanad maupun matan dengan metode-metode takhrij, dan mempercepat sampainya kepada tempat-tempat dan sumber-sumber  yang bermacam-macam. Dan melatih pentakhrij pada suatu cara yang menghasilkan pengetahuan pada hadits yang diterima atau ditolak.
Adapun secara ringkas, tujuan Takhrij hadis ada tiga berdasarkan ustadz Ahmad Luthfi
1. Tujuan Awal: Mencari tahu siapa perawi hadis itu; ada di mana, di Kitab apa, pecahan apa, dan jilid, halaman dan nomor berapa.
2. Tujuan Akhirnya: Mengetahui bagaimana aturan hadis itu; Apakah Shahih, Hasan, Dhaif, Palsu.
3. Samasukan dan tujuan selesai mentakhrij: Apakah hadis ini boleh dijadikan dalil, atau tidak.
B. Manfaat Ilmu Takhrij Hadits
Manfaat yang bisa dicapai oleh ilmu takhrij itu banyak macamnya, diantaranya manfaat bagi sanad, manfaat bagi matan, dan manfaat bagi sanad dan matan sekaligus. Berikut rinciannya.
a. Manfaat bagi Sanad
1)   Merangkum sejumlah besar sanad-sanad hadits dan jalan-jalannya pada sumber yang tidak sama-beda.sehingga akan tersingkap sanad yang bersambung, terputus, mursal, dan yang lainnya.
2)   Menguatkan sanad hadits
3)   Mengetahu derajat suatu hadis
4)   Membedakan nama rawi yang muhmal
5)   Menjelaskan nama rawi yang mubham
6)   Menghilangkan kemungkinan tadlis dalam riwayat ‘an’anah nya seorang mudallis.
7)   Menghilangkan kemungkinan ragunya seorang guru yang mukhtalith
b.   Manfaat bagi matan
1)   Mengetahui maksud yang digambarkan oleh suatu hadis
2)   Mengetahui sababul wurud hadis
c.    Manfaat bagi matan dan sanad sekaligus
1)   Mengetahui beberapa sumber dari suatu hadis
2)   Mengetahui illat pada sanad dan matan
3)   Mengetahui cacat pada suatu sanad hadis atau matannya.
 C.    Perkembangan ilmu Takhrij Hadis
Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, sebab pengetahuan mereka tentang sumber hadis saat itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga besar lengan berkuasa sekali, sehingga apabila mereka hendak menunjukan ke-sahih-an sebuah hadis, mereka sanggup menerangkan sumber hadis tersebut dalam banyak sekali kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut mereka ketahui.
Namun saat para Ulama mulai merasa kesusahan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan  setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang kala tidak sebut sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melaksanakan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.
D.    Munculnya takhrij Hadis sebagai  suatu cabang ilmu
Pada pertama munculnya ilmu takhrij, belum ada orang yang menulis tentang ilmu takhrij, sebab pada masa itu ilmu takhrij masih bersifat tuturan. Bukan berarti pada masa itu belum ada kegiatan mentakhrij, sebab pada masa itu sudah bermunculan kutab-kitab takhrij, mirip yang sudah dilakukan Az-Zaila’i (Kitab Nashb Ar-Rayah Li Ahadits Al Hidayah), Ibn Hajar Al-Atsqolani (At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz Al-Kabir), Al-Iraqi (Kitab Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar), dan banyak ulama yang lainnya.
Pada tahun 1978 M dimulailah penyusunan kitab tentang ilmu takhrij, kaidah-kaidah, manhaj, dan metodenya. Diantara kitab ilmu takhrij,
1)   Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, karya Dr. Mahmud Ath-Thohhan pada tahun 1978 M
2)   Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah Saw, karya Dr. ‘Abd Al-Mahdi bin ‘Abd Al-Qadir pada tahun 1982 M
3)   Kasyf al-Litsaam ‘an Asrar Takhrij Hadits Sayyid al-Anaam, karya Dr. ‘Abd al Maujuud Muhammad ‘Abd Al-Lathiif pada tahun 1984 M
4)   Al-Madkhal ila Takhrij al-Ahaadiits wa al-Aatsaar wa al-Hukm ‘Alaiha, karya Dr. Abu Bakr ‘Abd ash-Shamad bin Bakr bin Ibrahim pada tahun 1410 H
5)   Al-Waadhih fi fann At-Takhrij wa dirasat al-Asaanid, Karya Dr. Sulthon al-Ukayilah, dkk.
6)   Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhrij al Hadiits, Karya Dr. Hamzah Malaibari & Dr. Sulthon Ukayilah
7)   Takhrij Al-Hadits An-Nabawi, Dr. ‘Abd Al-Ghani At-Tamimi
8)   ‘Ilm takhrij Al-Ahaadits, Muhammad Mahmud Bakkar
9)   Manhaj Dirasat Al-Asaanid wa Al-Hukm ‘Alaiha, Dr. Walid Al-‘Ani

E.     Metode Takhrij Hadits
Menurut Dr. Mahmud Ath-Thahhan, di dalam melaksanakan takhrij, ada lima metode yang sanggup dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.      Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode ini dikhususkan jikalau kita mengetahui nama sobat bersahabat yang meriwayatkan hadis, kemudian kita mnecari menolongan dari tiga macam karya hadis yakni;
·      Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sobat bersahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sobat bersahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapat petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·      Al- Ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sobat bersahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai aksara engkaus hijaiyah. melaluiataubersamaini mengetahui nama sobat bersahabat sanggup megampangkan untuk merujuk hadisnya.
·      Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sobat bersahabat dengan urutan nama mereka sesuai aksara engkaus. Jika seorang peneliti mengetahui pecahan dari hadis itu, maka sanggup merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
·      Kelebihan metode ini yaitu bahwa proses takhrij sanggup diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini yaitu ia tidak sanggup dipakai dengan baik, apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
a.      Kitab Al-Athraf
1)      Al-Athraf al-Shahihain; al-Hafidz Imam Ibn Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin Ubaid ad-Dimasyqi
2)      Al-Athraf al-Kutub al-Sittah; al-Hafidz Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad bin Thahir bin Ahmad al-Maqdisi
3)      Al-Athraf Shahihain; Khalaf bin Hamdun Al-Wasithy
4)      Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf; Abu Qasim Ali bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyqi
5)      Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf; Jamaludin Abu Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizyi
6)      Ittihaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Aasyarah; Abi Al-Fadhl Ahmad bin Ali al-Asqalani (Ibnu Hajar Al-Atsqolani)
b.      Kitab-kitab Mu’jam
1)   Mu’jam Al-Kabir, Al-Ausath, dan Shagir, Karya Ath-Thabrani
2)   Mu’jam Ash-Shahabah, Karya Ahmad bin ‘Ali Al-Maushili
c.       Kitab Al-Musnad
1)      Musnad Ahmad bin Hanbal
2)      Musnad Abu Bakar Abdullah bin Al-Zubair al-Humadi
3)      Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi
2.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya berdasarkan urutan aksara hijaiyah.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal mempersembahkan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan susah unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai pola ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut yaitu iza atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya yaitu law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza ja’akum (اذاجَاءَكُمْ), maka hal tersebut tentu akan mengakibatkan susahnya menemukan hadis yang sedang dicari, sebab adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)   Al-Jami’ Al-Kabir; As-Suyuthi
2)   Al-Jami’ Al-Azhar; Al-Manawi
3)   Al-Jami’ Al-Shagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir; As-Suyuthi
4)   Mausu’ah Al-Athraf, karya Abu Muhajir basyuni Zaghlul
3.      Takhrij berdasarkan kata-kata dalam matan hadits
Metode ini yaitu metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak dipakai huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan yaitu pecahan hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud sanggup diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih simpel mabadunga menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang aneh dan jarang penerapanya.
Metode ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus memakai kata-kata lain.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya yaitu kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.

4.      Takhrij melalui tema hadits
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh sebab itu untuk melaksanakan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih lampau disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian gres mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis mempunyai lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut. misal :
بُنِيَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ انْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللّهُ وانَّ مُحَمَّدّا رَسُوْلُ اللَّهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَايْتَاءِ الزَّكاَةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاّ
Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu yaitu Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadis diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari didalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Teknik ini banyak dimenolong dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang meliputi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang mukharrij harus mempunyai beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih secara khusus.
Metode ini mempunyai kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya. Akan tetapi metode ini juga mempunyai banyak sekali kelemahan, terutama apabila kandungan hadis susah disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga ia tidak sanggup memilih kawanya, maka metode ini mustahil diterapkan.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Kanz Al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al: Muttaqy al-Hindi
2)      Miftah Kunuz al-Sunnah; Dr. Aj. Wensick
3)      Karya-karya lain yang disusun berdasarkan tema tertentu mirip fiqih, sejarah, Targhib dan Tarhib, dan sebagainya.
5.      Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya gres yang sudah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat memmenolong sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, mirip hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab mirip diatas ia sudah melaksanakan takhrij al hadis.
Kelebihan metode ini sanggup dilihat dari segi gampangnya proses takhrij. Hal ini sebab sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, sebab cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Al-Azhar al-Mutanatsirat fi al-Akhbar al-Mutawatirat; al-Suyuthi
2)      Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyat; al-Madani
3)      Al-Maqaashid al-Hasanah (hadits Masyhur); Al-Syahwi
4)      Al-Marasil; Abu Daud
5)      Al-Tanzih Al-Syari’at an al-Akhbar al-Asyarah al-Maudhu’at; Ibn Ira
6)      Al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-hadits al-Maudhu’; Al-Qari
7)      Al-Maudhu’at; Ibn Jauzi


Posting Komentar untuk "Ilmu Takhrij Hadits"