Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Belajar yakni key term, istilah kunci yang paling vital dalam setiap perjuangan pendidikan, sehingga tanpa berguru gotong royong tak pernah ada pendidikan.[1] Sebagai suatu proses, berguru hampir selalu mendapat daerah yang luas dalam banyak sekali disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, contohnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka belahan terbesar upaya riset dan eksprimen psikologi berguru pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam terkena proses perubahan insan itu.[2]

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian belajar?
2.      Apa saja teori-teori belajar?
3.      Apa saja jenis-jenis belajar?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan berguru adalah  semata-mata mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera nerasa gembira ketika anak-anaknya sudah bisa sebut kembali secara lisan sebagian besar warta yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Disamping itu, ada pula sebagaian orang yang memandang berguru sebagai tes belaka ibarat yang tampak pada tes membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila bawah umur mereka sudah bisa memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan terkena arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.[3]
Secara umum, berguru sanggup diartikan sebagai perubahan sikap yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman. Pengertian berguru memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang mencakup keseluruhan tingkah laris individu maupun yang spesialuntuk terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu. Perubahan ini dengan sendirinya dialami tiap-tiap individu atau manusia, terutama spesialuntuk sekali semenjak insan dilahirkan. Sejak ketika itu, terjadi perubahan-perubahan dalam arti perkembangan melalui fase-fasenya. Dan lantaran itu pula, semenjak ketika itu berlangsung proses-proses belajar.[4]
B.  Ciri-ciri Belajar
  1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Yaitu individu yang berguru akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan sudah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi, perubahan tingkah laris individu yang terjadi lantaran mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk kategori perubahan dalam pengertian belajar. Karena individu yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.[5]
  1. Perubahan dalam berguru bersifat fungsional
Yaitu perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menimbulkan perubahan diberikutnya dan akan berkhasiat bagi kehidupan ataupun proses berguru diberikutnya. Misalnya, jikalau seorang anak berguru menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi sanggup menulis. Perubahan itu berlangsung terus menerus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia sanggup menulis dengan kapur, dan sebagainya. Di samping itu, dengan kecakapan-kecakapan lain. Misalnya, sanggup menulis surat, menyalin catatan-catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.[6]
  1. Perubahan dalam berguru bersifat positif dan aktif
Yaitu perubahan yang selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. melaluiataubersamaini demikian, makin banyak perjuangan berguru itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan lantaran perjuangan individu sendiri. Misalnya, perubahan tingkah laris lantaran proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya lantaran dorongan dari dalam dan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.[7]
  1. Perubahan dalam berguru bukan bersifat sementara
Yaitu perubahan yang terjadi lantaran proses berguru bersifat menetap atau permguan. Ini berarti bahwa tingkah laris yang terjadi setelah berguru akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah berguru tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan bahkan makin berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.
  1. Perubahan dalam berguru bertujuan atau terarah
Yaitu perubahan tingkah laris itu terjadi karen ada tujuan yang akan dicapai. Misalnya seseorang yang berguru mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin sanggup dicapai dengan berguru mengetik atau tingkah kecakapan mana yang dicapainya. melaluiataubersamaini demikian, perbuatan berguru yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laris yang sudah diputuskannya.
  1. Perubahan mencakup beberapa aspek seluruh aspek tingkah laku
Yaitu perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses berguru mencakup perubahan keseluruhan tingkah laku.[8] Jika seseorang berguru sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laris secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.[9] Misalnya, jikalau seorang anak sudah berguru naik sepeda, maka perubahan yang paling tampak yakni dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia sudah mengalami perubahan-perubahan lainnya ibarat pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, keinginan untuk mempunyai sepeda yang lebih bagus, kebiasaan memmembersihkankan sepeda dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu bekerjasama erat dengan aspek lainnya.[10]

C.  Teori-Teori Belajar
Belajar itu bukanlah spesialuntuk melatih kekutan otot-otot dan urat saraf, lebih daripada soal memperkuat. Perbuatan-perbuatan berguru yakni kegiatan gres dan menambah pengetahuan dan kecakapan baru. Tetapi tidak tiruana kegiatan gres yakni belajar. Karena problem berguru ialah problem penting di dalam psikologi dan psikologi pendidikan, maka banyaklah pendapat teori-teori berguru yang dikembangkan oleh para ahlinya yang bersangkutan.[11] Adapun teori-teori berguru itu ialah:
1.      Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa daya
Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa insan mempunyai daya-daya. Misalnya, daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi dan sebagainya. Untuk melatih daya ingat seseorang harus melakukannya dengan cara menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah aneh dan sebagainya. Untuk mempertajam daya berpikir seseorang harus melatihnya dengan memecahkan permasalahan dari yang sederhana hingga yang kompleks. Untuk meningkatkan daya fantasi seseorang harus membiasakan diri merenungkan sesuatu. melaluiataubersamaini perjuangan tersebut maka daya-daya itu sanggup tumbuh dan berkembang dan tidak lagi bersifat laten (tersembunyi) di dalam diri. Pengaruh teori ini dalam berguru yakni ilmu pengetahuan yang didapat spesialuntuklah bersifat hafala-hafalan belaka. Penguasaan materi yang bersifat hafalan biasanya jauh dari pengertian. Walaupun begitu, teori ini sanggup dipakai untuk menghafal rumus, dalil, tahun, kata-kata asing, dan sebagainya.[12]
2.      Teori tanggapan
Teori tanggapan yakni sutau teori berguru yang menentang teori berguru yang dikemukan oleh jiwa daya. Herbart yakni orang yang mengemukakan teori tanggapan. Menurutnya teori yang dikemukakan oleh ilmu jiwa daya tidak ilmiah, lantaran psikologi daya tidak sanggup menunjukan kehidupan jiwa. Menurutnya unsur jiwa yang paling sederhana yakni tanggapan. Sehingga orang yang banyak mempunyai tanggapan yang tersimpan dalam otaknya dikatakan orang yang pandai, sebaliknya orang yang sedikit mempunyai tanggapan dikatakan orang yang kurang pandai.[13] Jika sejumlah tanggapan diartikan sebagai sejumlah kesan, maka berguru yakni memasukkan kesan-kesan ke dalam otak dan menjadikan orang pandai. Kesan dimaksud di sini tentu berupa ilmu pengetahuan yang didapat setelah belajar.[14]
3.      Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian. Misalnya seorang pengamat yang mengamati seseorang dari kejauhan. Orang yang jauh itu pada mulanya spesialuntuklah satu titik hitam yang terlihat bergerak semakin bersahabat dengan si pengamat. Semakin bersahabat orang itu dengan si pengamat maka semakin terang terlihat bagian-bagian atau unsure-unsur anggota tubuh orang tersebut. Si pengamat sanggup berkata bahwa orang itu mempunyai kepala, tangan, kaki, dahi, mata, hidung, mulut, telinga, baju, celana, sepatu, kacamata, jam tangan, ikat pinggang, dan sebagainya. Dalam belajar, berdasarkan Gestalt yang terpenting yakni pembiasaan pertama, yaitu mendapat respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh instight. Belajar dengan insting adalah sebagi diberikut:[15]
a.       Insting tergantung dari kemampuan dasar.
b.      Insting tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan.
c.       Insting spesialuntuk timbul apabila situasi berguru diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek yang perlu sanggup diamati.
d.      Insting adalah hal yang harus dicari, tidak sanggup jatuh dari langit.
e.       Belajar dengan insting dapat diulangi.
f.       Insting sekali sanggup dipakai untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
4.      Teori berguru dari R. Gagne
Menurut Gagne, berguru ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laris atau berguru yakni pengetahuan/keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Dalam teori ini ada lima kategori sesuatu yang dipelajari insan yaitu:[16]
a.       Keterampilan monotoris.
Dalam hal ini perlu koordinasi dari banyak sekali gerakan badan, contohnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik aksara R.M, dan sebagainya.
b.      Informasi verbal.
Orang sanggup menunjukan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar. Dalam hal ini sanggup dimengerti bahwa untuk menyampaikan sesuatu itu perlu inteligensi.
c.       Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar memakai simbol-simbol. Misalnya, membedakan aksara m dan n, sebut tumbuhan yang sejenis.
d.      Strategi kognitif
Ini ialah organisasi keterampilan yang internal yang perlu untuk berguru mengingat dan berpikir. Kemampuan ini tidak sama dengan kemampuan intelektual, lantaran ditujukan ke dunia luar dan tidak sanggup dipelajari spesialuntuk dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan terus-menerus.
e.       Sikap
Kemampuan ini tak sanggup dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak bergantung atau dipengaruhi oleh korelasi verbal ibarat halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses berguru tanpa kemampuan ini berguru tak akan berhasil dengan baik.
5.      Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa asosiasi
Dalam aliran ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal, yaitu teori konektionisme dari Thorndike dan teori conditioning dari Ivan P. Pavlov.
a.       Teori konektionisme
Teori ini menyampaikan bahwa respon lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi stimulasi dalam berguru coba-coba. Respon benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang. Respon yang tidak benar diperlemah atau tercabut. Gejala ini disebut sub situsi respons. Ada tiga aturan berguru yang utama berguru dan ini diturunkannnya dari hasil-hasil penelitiannya, yaitu:[17]
1.      Hukum efek. Hukum ini sebut bahwa keadaan memuaskan menyusul respon memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang menjengkelkan memperlemah pautan ini.
2.      Hukum tes. Hukum ini menunjukan keadaan ibarat dikatakan pepatah “Latihan menjadi sempurna”. melaluiataubersamaini kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons (tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3.      Hukum kesiapan. Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang memilih keadaan yang disebut memuaskan atau menjengkelkan itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respon terhadap suatu impuls yang kuat menjadikan kepuasaan, sedangkan menghalang-halangi pelaksanaan tindakan atau memaksanya menjadikan kejengkelan.
b.      Teori conditioning
Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika beliau melihat lampu kemudian lintas menyala merah dan bergerak setelah beliau melihat lampu kemudian lintas menyala hijau. Bagi para perenang dalam suatu lomba renang, mereka akan berhenti setelah mencapai finis. Di sekolah, bagi tiruana anak didik suara lonceng dalam frekuansi tertentu sebagai tanda masuk, istirahat atau pulang, maka mereka akan menaatinya. Bentuk-bentuk kelakuan ibarat itu terjadi lantaran adanya conditioning. Karena kondisinya diciptakan, maka sudah menjadi kebiasaan. Kondisi yang diciptakan itu ialah syarat memunculkan refleks bersyarat.



D.  Jenis-Jenis Belajar
  1. Belajar arti kata-kata
Pada anak kecil, beliau sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi beliau belum mengetahui bendanya, yaitu hewan yang disebutkan dengan kata itu. namun usang kelabuaan beliau mengetahui juga apa arti kata “kucing atau “anjing”. Dia sudah tahu bahwa kedua hewan itu berkaki empat dan sanggup berlari. Suatu ketika melihat seujung anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun balasannya tahu bahwa anjing itu bertubuh besar dengan pendengaran yang cukup panjang dan kucing itu bertubuh kecil dengan pendengaran yang kecil daripada anjing. melaluiataubersamaini begitu, maka kata kucing sanggup anak mengerti sebagai simbol dari binatang, termasuk anjing. Oleh lantaran itu penguasaan arti kata-kata yakni penting dalam belajar.[18]
  1. Belajar kognitif
Dalam berguru kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak spesialuntuk yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang bersifat materiil contohnya antara lain: orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil contohnya ibarat wangsit kemajuan, keadilan, perbaikan, pembangunan dan sebagainya. Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil sudah dimiliki, maka seseorang sudah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan berguru kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika mempersembahkan tanggapan terhadap objek-objek yang diamati. Sedangkan berguru itu sendiri yakni proses mental yang bergerak ke arah perubahan.[19]
  1. Belajar menghafal
Menghafal yakni suatu kegiatan menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nentinya sanggup diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai dengan materi asli. Peristiwa menghafal ialah proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diharapkan sanggup diingat kembali ke alam sadar.
  1. Belajar teoretis
Bentuk berguru ini bertujuan untuk menempatkan tiruana data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga sanggup dipahami dan dipakai untuk memecahkan problem, ibarat terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Misalnya bujur sangka mencakup beberapa aspek tiruana bentuk persegi empat, iklim dan cuaca kuat terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuhan-tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efisien, contohnya dalam penelitian fisika.
  1. Belajar konsep
Konsep yakni satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang mempunyai konsep bisa mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Misalnya pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bunga anggrek, bunga bangkai, bunga melati, bunga mawar, bunga kenanga dan sebagainya. Pada tiruana jenis tumbuhan itu ditemukan sejumlah ciri yang terdapat pada tiruana bunga-bunga faktual itu, yaitu mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik dan berbenang sari. Sejumlah cirri itu bersama-sama ditangkap atau dikumpulkan dalam pengertian “bunga”, yang kemudian dilambangkan dengan kata “bunga”.[20]
  1. Belajar kaidah
Kaidah ialah suatu pegangan yang tidak sanggup diubah-ubah. Kaidah ialah suatu citra mental dari kenyataan hidup dan sangat berguana dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah ialah suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh lantaran itu, berguru kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah satu upaya penguasaan ilmu selama berguru di sekolah atau di perguruan tinggi tinggi (universitas). Misalnya setiap makhluk yang bernyawa niscaya mati, udara yang lembab menyababkan besi berkarat, matahari terbit di timur dan karam di barat, dan sebagainya.[21]
  1. Belajar berpikir
Belajar berpikir sangat diharapkan selama berguru di sekolah atau di perguruan tinggi tinggi. Masalah dalam berguru terkadang ada yang harus dipecahkan seorang diri, tanpa menolongan orang lain. Pemecahan atas problem itulah yang memerlukan pemikiran. Berpikir itu sendiri yakni kemampuan jiwa untuk meletakkan korelasi antara bagian-bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana terjadi suatu proses penyusunan ilmu pengetahuan.
  1. Belajar keterampilan motorik (motor skill)
Orang yang mempunyai suatu keterampilan motorik, bisa melaksanakan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik banyak sekali anggota tubuh secara terpadu. Dalam kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai banyak sekali keterampilan motorik, ibarat mengenakan pakaiannya sendiri, memakai alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti, sehingga sanggup berkomunikasi dengan saudara-saudaranya, dan sebagainya. Pada waktu masuk sekolah dasar, anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru, ibarat menulis dengan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar, keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya.
  1. Belajar estetis
Bentuk berguru ini bertujuan membentuk kemampuan membuat dan menghayati keindahan dalam banyak sekali bidang kesenian. Belajar ini mencakup beberapa aspek fakta, ibarat nama Mozart sebagai penggubah musik klasik; konsep-konsep ibarat ritme, tema dan komposisi; relasi-relasi, ibarat korelasi antara bentuk dan isi; struktur-struktur ibarat sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni lukis; metode-metode, ibarat menilai mutu dan asliitas suatu karya seni.[22]

E.                 Aktivitas-Aktivitas Belajar
Berikut ini dibahas beberapa kegiatan belajar, yaitu:[23]
1.      Mendengarkan
2.      Memandang
3.      Meraba, membau dan mencicipi/mengecap.
4.      Menulis atau mencatat
5.      Membaca
6.      Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi
7.      Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan.
8.      Menyusun paper atau kertas kerja.
9.      Mengingat
10.  Latihan atau praktek.
BAB III
PENUTUP

Simpulan:
Belajar berkaitan dengan perubahan, baik yang mencakup keseluruhan tingkah laris individu maupun yang spesialuntuk terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu. Adapun teori-teori berguru itu ialah:
  1. Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa daya
  2. Teori tanggapan
  3. Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa Gestalt
  4. Teori berguru dari R. Gagne
  5. Teori berguru berdasarkan ilmu jiwa asosiasi
Sedangkan jenis-jenis belajar, antara lain:
1.      Belajar arti kata-kata
2.      Belajar kognitif
3.      Belajar menghafal
4.      Belajar teoretis
5.      Belajar konsep
6.      Belajar kaidah
7.      Belajar berpikir
8.      Belajar keterampilan motorik (motor skill)
9.      Belajar estetis
DAFTAR PUSTAKA

Anastari, Anne, Bidang-Bidang Pisikologi Terapan, Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, 1993.
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Edisi II, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Dryden, Gordon & Jeannette, Revolusi Teknik Velajar (The Learning Revolution), Cet. 7, Bandung: Kaifa, 2003.
Fudyartanta, Ki, Psikologi Umum, Cet I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Mahmud, Dimyati, Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1, Yogyakarta: BPFE, 1990.
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Cet. I, Bandung: CV. Pustka Setia, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajpertamai Pers, 2009.




[1]Gordon Dryden & Jeannette, Revolusi Teknik Velajar (The Learning Revolution), Cet. 7, (Bandung: Kaifa, 2003), h. 327
[2]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajpertamai Pers, 2009) , h. 59
[3]Ibid, h. 64
[4]Alex Sobur, Psikologi Umum, Cet. I, (Bandung: CV. Pustka Setia, 2003) , h. 218-219
[5]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 15
[6]Ibid  
[7]Ibid
[8]Ibid, h. 16
[9]Anne Anastari, Bidang-Bidang Pisikologi Terapan, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, 1993), h. 156
[10]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 17
[11]Ki Fudyartanta, Psikologi Umum, Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 266
[12]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 18
[13]Ibid
[14]Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1, (Yogyakarta: BPFE, 1990), h. 58
[15]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 19
[16]Ibid, h. 22
[17] Ibid, h. 24
[18]Ibid, h. 28
[19]Ibid, h. 29
[20]Ibid, h. 31
[21]Ibid, h. 32
[22]Ibid, h. 37
[23]Ibid, h. 38-45

Posting Komentar untuk "Belajar"