Belajar Dari Pengelolaan Sampah Di Jepang
Persoalan sampah ialah problem yang terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kemajuan pembangunan ekonomi, serta perkembangan industri. Setiap wilayah disudut bumi menghadapi masalah sampah; namun demikian tidak sedikit pemerintah suatu negara melaksanakan tindakan fokus terhadap hal tersebut, sehingga tidak menjadikan efek negatif yang berkepantidakboleh. Kali ini kita akan berguru ihwal pengelolaan sampah (waste management) dari negara Jepang.
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawaban pihak terkait di sektor tersebut, baik melalui prosedur pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawaban pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu terkena sampah dan dampaknya pada lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, contohnya ketika berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kemembersihkanan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat memmembuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, maupun pojok bangunan. Fasilitas publik ibarat kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat membersihkan dari sampah di setiap sudutnya. Menurut pandangan masyarakat setempat, memmembuang sampah sembarangan ialah hal yang memalukan. Budaya aib ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting yakni kiprah pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai hukum ketat ihwal pengelolaan sampah, baik sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mengalami perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah yakni dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju daerah pemmembuangan simpulan untuk dibakar.
Seringkali pengambilan sampah tersebut tidak terpola dengan baik, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah memmembuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
Pada perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai akomodasi pengelolaan sampah terbaik di dunia. Pada 2009 saja, negara ini sudah mempunyai 1,243 akomodasi pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area.
Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode bermacam-macam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management and Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi problem sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce ialah upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu ketika akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket ibarat disebutkan diatas ialah salah satu pola prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai tiruana barang yang masih bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak daerah penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, baik di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan memanfaatkan barang bekas yang masih bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, ibarat botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, memmembuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, contohnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui aneka macam tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi problem sampah dengan baik.
Sebagai penutup, kebijakan dan implementasi yang dilakukan secara fokus oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan efek problem sampah akan bisa menjawaban masalah pengelolaan sampah. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Teknologi dan Industrialisasi di Jepang
Mengenal Disaster Management, Melihat Teknik Jepang Menangani Bencana Alam
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawaban pihak terkait di sektor tersebut, baik melalui prosedur pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawaban pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu terkena sampah dan dampaknya pada lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, contohnya ketika berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kemembersihkanan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat memmembuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, maupun pojok bangunan. Fasilitas publik ibarat kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat membersihkan dari sampah di setiap sudutnya. Menurut pandangan masyarakat setempat, memmembuang sampah sembarangan ialah hal yang memalukan. Budaya aib ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting yakni kiprah pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai hukum ketat ihwal pengelolaan sampah, baik sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mengalami perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah yakni dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju daerah pemmembuangan simpulan untuk dibakar.
Seringkali pengambilan sampah tersebut tidak terpola dengan baik, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah memmembuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
Pada perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai akomodasi pengelolaan sampah terbaik di dunia. Pada 2009 saja, negara ini sudah mempunyai 1,243 akomodasi pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area.
Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode bermacam-macam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management and Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi problem sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce ialah upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu ketika akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket ibarat disebutkan diatas ialah salah satu pola prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai tiruana barang yang masih bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak daerah penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, baik di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan memanfaatkan barang bekas yang masih bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, ibarat botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, memmembuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, contohnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui aneka macam tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi problem sampah dengan baik.
Sebagai penutup, kebijakan dan implementasi yang dilakukan secara fokus oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan efek problem sampah akan bisa menjawaban masalah pengelolaan sampah. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Teknologi dan Industrialisasi di Jepang
Mengenal Disaster Management, Melihat Teknik Jepang Menangani Bencana Alam
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian
Posting Komentar untuk "Belajar Dari Pengelolaan Sampah Di Jepang"