Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perutangan



RISUMAN
HUKUM PERUTANGAN

A.        Pengertian Hukum Perutangan
Hukum perutangan  menurut aturan susila ialah keseluruhan aturan yang menguasai hak-hak atas benda-benda selain tanah dan perpindahan hak-hak itu serta aturan terkena jasa-jasa. Hak-hak atas barang itu juga disebut hak milik, tetapi ia senantiasa berupa hak milik bebas, artinya hak perorangan atas benda-benda selain tanah itu tidak dibatasi oleh hak ulayat, hak pertuanan dan hak masyarakat. Dalam tinjauan aturan susila bentuk-bentuk transaksi yang berkaitan dengan benda-benda bergerak (tumbuh-tumbuhan ternak dan benda-benda lain), atau benda-benda  selain tanah ini mempunyai kriteria tersendiri.
Berpindahnya hak atas barang ialah pristiwa aturan yang pada karenanya akan menjadikan pemindahan hak dan kewajiban yang kadang bersifat tetap dan kadang pula bersifat sementara.Penyerahan atau pemidahan benda tersebut yang bersifat tetap pada hakikatnya sering disebut sebagai transaksi jual beli. Sedangkan panyerahan yang spesialuntuk mempunyai sifat sementara biasa disebut dengan sewa-menyewa atau gadai, akan tetapi tidak tiruana benda tersebut sanggup disewakan atau digadaikan. Penyerahan benda yang bersifat tetap menjadikan hak milik atas barang tersebut. Dan ini membuktikan pemilik benda tersebut mempunyai hak penguasaan mutlak dalam memanfaatkannya. Sedangkan penyerahan yang bersifat sementara akan menjadikan hak penguasaan (memanfaatkan) atas benda tersebut dan bersifat sementara.




B.         Bentuk-Bentuk Transaksi  Hukum  Perutangan
Hak yang pertama-tama  dilakukan atas benda ini ialah hak milik bumi putra, suatu hak dari masyarakat selaku kesatuan susunan  rakyat yang terletak diatas benda-benda tersebut sebagai hak yang lebih tinggi.
misal :
a.       Dikalangan sementara suku dayak mirip Maayan Siung terdapat larangan untuk mewariskan barang-barang pusaka kepada orang-orang diluar wilayah suku dan juga untuk membawanya keluar.
b.      Tentang republik desa Tnganan-Pagrisinga (Bali) perlu dikemukakan bahwa tiruana milik orang-orang desa ternaknya, perkakas rumahnya dibawakan oleh hak desa, sedangkan dibeberapa desa lainya desa daapat mengusai ternak dan barang-barang untuk keperluan masyarakat tanpa penggantian kerugian.
1.      Transaksi Atas Rumah danTanaman
  1. Numpang atau magersari di Jawa atau lindung di Priangan
 Apabila seorang pemilik tanah yang bertempat tinggal di tanah itu (samadengan mempunyai rumah dari tanah itu) memdiberi izin kepada orang lain untuk membuat rumah yang kemudian ditempati olehnya di atas tanah itu juga maka, terjadi transaksi yang disebut numpang. Dapat diketahui, pada azasnya setiap masyarakat dalam suatu masyarakat aturan susila tertentu, sanggup mempunyai hak milik atas rumah dan tanaman. Akan tetapi kadang pula ditemukan terkena hak rumah dan tanaman biasanya terpisah dari hak atas tanah tempat benda-benda itu berada semisal :
-          Seseorang sanggup menjadi pemilik pohon dan rumah diatas pekarangan orang lain, dengan izin pemilik tanah
-          Para masyarakat harta besama yang menanam pohon-pohon diatas tanah kelompoknya (banyak terjadi di Ambon)  menjadi pemilik pohon tersebut.
Di tempat Padang ratu, Lampung tengah, di mana kebanyakan masyarakatnya mempunyai rumah sekaligus tanahnya, dan apabila ada rumah yang dibangun diatas tanah orang lain, maka pemilik rumah mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu, yakni mencakup :
-          Pemilik rumah tidak diperbolehkan merusak keadaan tanah.
-          Jika akan menjual  rumah, maka rumah tersebut harus lebih doloe ditawarkan pada pemilik tanah.
-          Jika rumah hendak diwariskan, maka pemilik tanah harus member tahu pada pemilik tanah.
Namun, pada pemisahan  antara hak atas tumbuhan dan rumah disatu pihak dengan hak atas tanah mempunyai ciri-ciri antara lain:
-          Transaksi terkena pekarangan, biasanya mencakup rumah dan tanamanya. Jadi, rumah dan tanamanya ialah objek transaksi jual gotong royong dengan pekaranganya;disamping itu mungkin pula orang memperdagangkan rumah dan pohon-pohon terlepas dari tanahnya, mirip orang menjual benda-benda pada umumnya. Namun dalam hal rumah, ini biasanya berarti rumah tersebut harus dipindahkan.
-          Kadang kita jumpai, ada pula hak atas pohon(dan atas rumah) itu diikuti oleh hak atas bidang tanah yang bersangkutan, semisal:
Seorang masyarakat komplotan aturan menanam pohon (buah-buahan) ditanah pertanianya, yang setelah dipetik hasilnya, terpaksa ditinggalkan dalam waktu yang lama, karna tandusnya tanah. Disisi lain ada pula masyarakat, kususnya didaerah Lampung yang memperbolehkan jenis transaksi yang mana pihak pembeli spesialuntuk mengetahui  sebagian dari wujud tumbuhan tersebut, semisal bawang, ubi yang masih berada dalam tanah dan lain-lain. Akan tetapi ada masyarakat lain yang mengklaim jenis transaksi tersebut, dengan alasan tidak sesuai dengan syariat Islam, karena insiden tersebut sanggup merugikan salah satu pihak yang bersangkutan.
  1. Sewa
Sewa dalam transaksi yang berkaitan dengan flora ini biasanya terjadi apabila si penyewa membayar uang dimuka, sebagaimana halnya yang terjadi pada penyewaan tanah oleh perkebunan-perkebunan gula misalnya, maka transaksi ini sangat mirip jual tahunan atau jual ayodan. Sedangkan untuk sewa yang berkaitan dengan rumah ini biasanya waktu yang ditentukan spesialuntuk bersifat sementara.
2.      Transaksi  Ternak dan Benda-Benda Lain
a.       Memperduai (Minangkabau), Maro (Jawa) Toyo (Minahasa), Tesang (Sulawesi Selatan), Nengah (priangan) Mertelu (Jawa) Jejuran (Priangan).
Transaksi yang dimaksud di atas terjadi apabila, adanya kesepakatan antara  kedua pihak. Sedangkan untuk jenis bagi hasil (nggado dalam istilah jawa), yaitu pemlik mempersembahkan ternak  kapada pihak kedua (orang yang nggado) untuk merawat dan menjaga ternak, selain itu pihak kedua juga diperbolehkan mengambil manfaat dari ternak. Adapun untuk sumbangan hasil orang yang nggado harus membetikan sebagian (separo kalau memperduai atau maro serta tiga kalau mempertelu atau jejuron) hasil ternaknya kepada pemilik ternak.
  1.  Transaksi Penjualan
Penjualan benda dari tangan ketangan berlangsung biasa. Istilah “menjual” yang juga digunakan dalam transaksi tersebut berarti penjualan (kontan), tidak termasuk didalamnya menggadaikan atau menyewakan. Sedangkan hak atas ternak, kususnya dalam hal transaksi, di tempat Lampung dibedakan antara unggas dan ternak besar (kerbau, sapi, dan lain-lain). Sistem penjualan unggas tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, yang penting barang ada ditempat dan tetjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, sedangkan untuk transaksi yang berukuran besar, diharapkan izin dari kepala kampung dan dihadiri oleh saksi.
c.       Gadai
Menggadaikan benda-benda berlangsung denga menyerahkan benda-benda tersebut ke tangan lain. Bila si pemdiberi gadai terlalu usang untuk menebusnysa, maka benda gadai itu sanggup dijual demi perhitugan, ataupun jatuh ketangan si akseptor gadai. Dan biasanya kalau benda gadai itu disimpan, maka atas uang gadai itu diperhitungkan bunga, bila benda itu  dipakai maka tidak perlu dibayar bunga.

d.      Sewa
Sewa pada jenis transaksi ternak dan benda ialah suatu trasaksi yang mengijinkan orang lain untuk mengambil manfaat dari ternak maupun benda  dengan membayar uang sewa. misal : A mempunyai ternak atau mobil. Ia ingin mengambil manfaat dari ternak atau mobilnya, akan tetapi Ia tidak bisa  mengerjakan sendiri, kemudian Ia mengadakan perjanjian dengan B, yang maksudnya menyuruh B untuk mengerjakannya.

C.      Isi Hukum Perutangan
Hukum perutangan berdasarkan Hukum Adat ialah keseluruhan peraturan aturan yang menguasai hak-hak atas benda-benda selain tanah dan perpindahan hak-hak itu, serta aturan terkena jasa-jasa. Makara bukan aturan terkena utang-piutang mirip yang diatur di dalam BW.
Hak atas barang-barang itu juga dinamakan hak milik, tetapi ia senantiasa berupa hak milik bebas. Artinya hak peroeangan atas benda-benda selain tanah itu tidak dikuasai dan tidak dibatasi oleh hak purba, hak ulayat, hak pertuanan, hak masyarakat. Keadaan yang demikian ini lebih menegaskan sifat agraris dari persekutuan-persekutuan aturan Indonesia, dan tanahlah yang terpenting bagi masyarakat.

D.      Ciri-Ciri Pokok Hukum Perutangan
Adapun ciri-ciri pokok aturan perutangan ialah:
  1. Ia gres menjelang sifat individualistis, ialah menunjuk kepada corak komun, corak non-individual. Corak ini menonjol sekali di dalam forum tolong-menolong yang memegang tugas terkemuka di dalam kehidupan persekutuan/ masyarakat aturan adat. Menurut Van Vollenhoven, corak komun ini spesialuntuk akan menipis dengan perkembangan kemandirian individual, tidak atas perintah ordonansi. Dalam pada itu harus dijaga tidakboleh hingga unsur-unsur yang baik turut lenyap. Kemajuan dibidang ini ialah soal perkembangan ekonomis, bukan soal moral.
  2. Yang diputuskan spesialuntuklah garis-garis pokoknya saja, tanpa aturan aksesori dan presumsi-presumsi berdasarkan undang-undang. Artinya tidak ada ketentuan-ketentuan terang dan aturan pengatur memang sesuai dengan sifat aturan susila sendiri.
  3. Yang penting sekali dalam penggolongan bahan ini ialah motifnya. Artinya harus diperhatikan bahwa motif pendorong kontrak itu sangat penting dan bahwa motif tersebut memilih sifat kontrak yang bersangkutan. Dan bahwasanya memang sudah ialah kelaziman di dalam aturan pada umumnya bahwa maksud para pihak itu lebih diutamakan daripada bentuk yang mereka pakai untuk menuangkan isi maksud tersebut.
  4. Di dalamnya tidak terdapat ajaran-ajaran umum yang memang tidak dirasakan perlunya. Hal ini tidak mengherankan lantaran di dalam aturan susila itu segala sesuatunya dipertimbangkan secara kasuistis dan insiden demi peristiwa.
  5. Hukum ini bersifat riil: tiruana kekerabatan aturan digambarkan dan dijelmakan secara riil. Yang ialah belahan atau objek harta kekayaan yang berdikari ialah benda yang dinikmati keuntungannya berdasarkan hak milik, sewa, gadai dan sebagainya, buka hak milik atas keris, hak menikmati perkarangan rumah, hak gadai atas sawah dan sebagainya. Corak aturan perutangan yang riil dan visual itu bermetamorfosis pula di dalam panjer, suatu satuan pengikat sebagai kepada persetujuan/persesuaian kehendak belaka.
Menurut Van Vollenhoven, kewajiban aturan tidak timbul lantaran consensus semata, untuk diharapkan bergeser/berpindahnya sesuatu benda. Namun perlu diperhatikan bahwa panjer itu pada asasnya bukan persekot, sebab:
a.       Ia tidak mengurangi harga pembelian.
b.        Kadang-kadang ia berupa surat yang didiberikan secara sepihak.
Meskipun sangat penting, namun panjer tidak ialah syarat hakiki/mutlak bagi adanya suatu kekerabatan hukum. Ia spesialuntuk berfungsi sebagai alat penguat bukti dan suatu cambuk pendorong bagi keyakinan baik. Ini terbukti dari kenyataan bahwa panjer itu spesialuntuk diisyaratkan bila seorang masyarakat komplotan aturan susila akan mengadakan kekerabatan aturan harta kekayaan dengan pihak luar/asing, tidak demikian halnya bila kekerabatan aturan itu terjalin antara sesame masyarakat sekerabat, sesuku atau sedesa.


Posting Komentar untuk "Perutangan"