Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Teknologi Dan Industrialisasi Di Jepang

Jepang mempunyai sejarah panjang dalam pengembangan teknologi dan industrialisasi yang membawa dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara tersebut. Perpaduan antara riset (R&D) dan penerapan teknologi bisa mengubah negara yang sebelumnya hancur alasannya ialah abadiahan di perang dunia kedua, menjadi salah satu negara maju dengan pendapatan tertinggi di dunia (high-income country). Artikel ini akan mengupas tentang industrialisasi dan perkembangan teknologi di negara Jepang.

the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yakni dengan menghasilkan Gross Domestic Product (GDP) kurang-lebih sebesar US$ 4.11 triliun pada 2015, dan GDP per kapita tak kurang dari US$ 32.5 ribu.

Berbicara terkena teknologi, faktor ini diyakini menjadi elemen penting dalam era globalisasi dan peningkatan daya saing. Teknologi juga dipercaya mempunyai kiprah utama dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.



Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Robert M. Solow. Dalam penelitiannya terkait data ekonomi Amerika Serikat 1909-1949, Solow berusaha menemukan faktor apa saja yang kuat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut. Kerangka berpikir yang dipakai ialah bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh akumulasi modal (capital), tenaga kerja (labor), serta adanya perkembangan teknologi (catatan: Solow memakai istilah ‘technical change’).

Selanjutnya, faktor-faktor tersebut diukur untuk memilih mana yang lebih secara umum dikuasai dalam menghipnotis output pertumbuhan ekonomi.

Temuan yang dihasilkan menggambarkan bahwa 87.5% output pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh adanya perubahan teknologi (technical change), dan spesialuntuk 12.5% yang dikarenakan adanya peningkatan modal (capital accumulation) dan jumlah tenaga kerja.

Dari studi tersebut, sanggup disimpulkan bahwa pengembangan teknologi menjadi kunci bagi pembangunan ekonomi jangka panjang (Solow, Robert M. Technical Change and the Aggregate Production Function, The Review of Economics and Statistcs, Vol. 39, No. 3, pp.312-320, 1957).

Dalam konteks Jepang, pertama perkembangan teknologi dan industrialisasi di negara ini dimulai semenjak adanya Restorasi Meiji (Meiji Restoration) pada era 1868-1912. Era Meiji juga dikenal sebagai pertama modernisasi Jepang. Era ini menjadi tonggak transformasi Jepang dari negara feodal menuju negara industri.

Adapun tujuan-tujuan pemerintahan Meiji antara lain sebagai diberikut:
  • Industrialisasi atau modernisasi perekonomian.
  • Modernisasi sistem politik.
  • Modernisasi militer.
(Sumikawa, Shunsuke. The Meiji Restoration: Roots of Modern Japan, 1999).

Disamping itu, Jepang juga mengadopsi aneka macam kebudayaan barat, baik dalam hal busana (fashion), sajian makanan, hiburan, serta tarian/dansa.

Meski demikian, modernisasi militer menjadi titik sentral dari transformasi tersebut. Hal ini antara lain terwujud melalui kemenangan militer Jepang atas Rusia (1904-1905), yang menandakan betapa teknologi militer yang diterapkan Jepang pada dikala itu bisa menjadikannya sebagai salah satu negara terkuat di dunia.

Namun situasi berbalik tatkala Jepang mengalami abadiahan pada perang dunia kedua/world war II (1939-1945). Selain hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki akhir bom yang dijatuhkan oleh tentara sekutu, abadiahan ini membawa dampak besar bagi kondisi perekonomian domestik Jepang, antara lain ditandai dengan:
  • Lebih dari 2 juta jiwa tewas dan tak kurang dari 13 juta orang kehilangan pekerjaan.
  • Kekayaaan negara yang hilang mencapai 25%.
  • Produksi sektor industri jatuh sampai tinggal 10% dari keadaan sebelum perang.
  • Harga komoditas pangan yang meroket dan tingkat persediaan yang rendah, sehingga memicu hiperinflasi.

Untuk memperbaiki perekonomian yang porak-poranda, maka semenjak 1948, Jepang mulai menyebarkan industri-industri berskala besar, menyerupai industri kapal dan transportasi laut, kelistrikan, jalan kereta api, sampai industri kimia.

Disamping itu Jepang melaksanakan reformasi agraria, reformasi pasar perdagangan, regulasi pasar tenaga kerja, serta perbaikan taraf pendidikan. Mulai dari era ini, teknologi yang tiruanla menitikberatkan pada bidang militer mengalami perubahan (shifting), dengan lebih berserius pada pembangunan perekonomian dan perindustrian.

Sesudah menggenjot industri-industri berskala besar, maka hal diberikutnya yang dilakukan oleh pemerintah Jepang ialah peningkatan daya saing (competitiveness). Peningkatan ini antara lain dijalankan melalui perampingan/rasionalisasi produksi, penerapan teknologi terbaru, serta kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan lingkungan usaha.

Selanjutnya, pada pertengahan 1950’an sampai 1970’an, Jepang memasuki babak gres industrialisasi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pesat, kapasitas produksi yang semakin banyak, serta national income dan konsumsi domestik yang terus menanjak, sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sampai diatas 9% setiap tahunnya.

Industrialisasi yang begitu cepat terutama ditunjang oleh pengembangan teknologi yang sempurna samasukan, penerapan scientific method, serta quality control yang ketat. Faktor lain yang memperkuat industrialisasi Jepang ialah bantuan sektor perdagangan ekspor dan pasar ekonomi domestik yang kompetitif.

Salah satu capaian yang mengesankan ialah keberhasilan Jepang menerapkan teknologi kereta cepat (bullet train atau shinkansen) pada 1964, yang menghubungkan Tokyo dengan Osaka. Keberhasilan lain ialah adanya jalan raya bebas kendala (super highway) yang menghubungkan kota Komaki (tidak jauh dari Nagoya) dengan Nishinomiya (dekat kota Kobe), yang disertai dengan peningkatan alat transportasi darat, menyerupai bus dan mobil. Dari titik ini juga yang kemudian menjadi pertama kemajuan Jepang dibidang industri otomotif.

Selanjutnya, periode 1970’an-1990’an dipertamai dengan adanya stagnasi perekonomian dalam negeri, yang mengakibatkan melambatnya laju industri dan manufaktur. Atas hal ini, pemerintah Jepang mengambil kebijakan-kebijakan ekonomi, menyerupai pemdiberian stimulus fiskal (fiscal stimulus) dan penurunan tingkat suku bunga, untuk menggenjot kembali sektor rill dan konsumsi dalam negeri.

Selain itu pemerintah Jepang juga berupaya untuk menurunkan biaya perjuangan yang tinggi, meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan investasi pada infrastruktur, menerapkan standar produksi, serta menyediakan dana penelitian dan petes bagi tenaga jago untuk diberinovasi (Haramaya, Yuko. Japguase Technology Policy: History and a New Perspective, Research Institute of Economy, Trade and Industry, 2001).

Sampai dengan dikala ini, melalui pengembangan dan penerapan teknologi yang sempurna samasukan, serta penciptaan penemuan secara berkelanjutan, Jepang sudah bisa mengatakan kemampuannya sebagai salah satu negara besar dengan kekuatan teknologi modern. **

UPDATE ARTIKEL (Jumat, 25 Agustus 2017):

Dalam beberapa waktu terakhir, perkembangan teknologi dan industrialisasi Jepang mengalami kemajuan yang terbilang impresif.

Seperti yang termuat di situs Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang (the Ministry of Economy, Trade and Industry), pemerintah Jepang sudah melaksanakan aneka macam kerjasama, baik secara bilateral maupun multilateral, terkait dengan pengembangan teknologi modern.

Salah satu wujud kerjasama dilakukan dengan Jerman, yakni dalam pengembangan Internet of Things (IoT), terutama berkenaan dengan sistem keamanan siber (cyber security), sistem standarisasi internasional, serta santunan terhadap pengembangan industri kecil dan menengah (small-medium enterprises).

Sebagai catatan, Internet of Things (IoT) ialah sebuah konsep dalam teknologi-komputerisasi, dimana objek-objek tertentu bisa terkoneksi melalui internet serta berkomunikasi satu sama lain (dictionary.cambridge.org).

Disamping itu, masih terkait dengan pengembangan IoT, pemerintah Jepang juga melaksanakan akad kerjasama dengan Uni Eropa (the European Union), utamanya menyangkut pertukaran informasi, rekomendasi kebijakan, serta standarisasi acara dalam kerangka IoT dan IoT solutions.

Kerjasama dalam bidang teknologi juga ditujukan sebagai sistem santunan (support system) pada bidang lain, termasuk ekonomi dan industri; serta sebagai masukana untuk menjawaban tantangan pembangunan dan lingkungan hidup, contohnya dilema emisi gas membuang dan problem pemanasan global (sumber: ringkasan diberita dari situs Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, www.meti.go.jp).

Sedangkan di sektor industri jasa, dikala ini Jepang tengah menyebarkan sistem robotik yang bisa difungsikan sebagai pengganti tenaga kerja insan untuk kebutuhan rumahtangga dan jasa perawatan (nursing service), sebagai akhir dari minimnya sumberdaya insan yang bekerja di sektor tersebut (www.japantime.co.jp, Prime time in worker-scarce Japan for investing in service robots, 22 August 2017).

Pengembangan sistem tersebut ialah potongan integral dari teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dimana komputer digital dan/atau mesin yang dikendalikan oleh komputer bisa mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan tertentu (www.britannica.com)

Lebih jauh, Jepang juga sedang menyebarkan teknologi terbaru dalam hal transportasi kereta cepat dengan nama SCMAGLEV (Superconducting Magnetic Leviation), yang diproyeksikan bisa beroperasi secara penuh pada 2027. Ini ialah teknologi pada alat transportasi kereta cepat (bullet train), dimana terdapat pengendali temperatur, peredam gangguan kelistrikan, serta mesin yang berkecepatan sampai 500 km/jam.

Teknologi ini juga dikatakan ramah lingkungan (environment-friendly technology), alasannya ialah spesialuntuk membutuhkan 50% dari energi yang dipakai oleh pesawat terbang. Selain itu, teknologi tersebut juga spesialuntuk mengeluarkan emisi gas membuang karbondioksida sebanyak 33% per penumpang, apabila dibandingkan dengan emisi gas membuang yang dihasilkan oleh moda transportasi udara (www.japan.go.jp. SCMAGLEV: The Japguase Technology That Will Revolutionize Intercity Transport, Spring 2017).

Namun demikian, OECD dalam laporannya menegaskan bahwa anggaran besar yang dipakai pemerintah Jepang untuk pengembangan pengetahuan dan inovasi, yakni mencapai 3.5% dari total GDP Jepang pada 2015, atau urutan ketiga tertinggi diantara negara-negara anggota OECD, dalam kenyataannya tidak tercermin pada peningkatan angka pertumbuhan ekonomi (OECD. Japan Policy Brief, April 2017). Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2017 diprediksi mencapai 1.2%, spesialuntuk meningkat 0.2% dari tahun sebelumnya, dan bahkan diproyeksikan menurun menjadi 0.8% pada 2018.

Kita akan terus mengamati bagaimana perkembangan teknologi dan industrialisasi di Jepang diberikutnya, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kemajuan negara tersebut. ***


ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Perkembangan Perekonomian Jepang
Perkembangan Industri di Korea Selatan
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang

Posting Komentar untuk "Perkembangan Teknologi Dan Industrialisasi Di Jepang"