Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penafsiran Surah At-Taubah Ayat 71 Dan An-Nisa Ayat 34



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam dua dekade ini, kesetaraan gender mulai banyak dikaji di kalangan akademisi Indonesia. Kajian ihwal kasus perempuan ini muncul lebih disebabkan oleh rasa keprihatinan terhadap realitas posisi perempuan dalam aneka macam lini kehidupan. Posisi perempuan selalu dikaitkan dengan lingkungan domestik yang berafiliasi dengan urusan keluarga dan rumah tangga, sementara posisi pria sering dikaitkan dengan lingkungan publik, yang berafiliasi dengan urusan-urusan di luar rumah. Dalam struktur sosial ibarat ini, posisi perempuan yang demikian itu susah mengimbangi posisi laki-laki. Perempuan yang ingin berkiprah di lingkungan publik masih susah melepaskan diri dari tanggung balasan di lingkungan domestik. Beban ganda ibarat ini dikarenakan tugasnya sebagai pengasuh anak sudah ialah persepsi budaya secara umum.
Ironisnya, bahwa posisi perempuan di dalam masyarakat kurang disadari oleh kaum perempuan sendiri. Bahkan tidak jarang sekelompok perempuan merasa nyaman dengan kondisi tersebut walaupun sekelompok lainnya merasa prihatin. Demikianlah, sehingga dominasi pria dalam kiprah publik dan domestikasi perempuan ialah contoh relasi yang pasti terjadi antara pria dan perempuan di masyarakat.Oleh lantaran itu, tidak heran kalau kemudian hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati.
Salah satu tema kajian feminisme yang menarikdanunik yaitu kajian kritis ihwal konsep kesetaraan gender dalam al-Qur’an. Tema kajian tersebut ialah prinsip pokok dalam fatwa Islam, yakni persamaan antara manusia, baik pria dan perempuan, maupun antara bangsa, suku dan keturunan.
Dari pemaparan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi kasus gender ini pada ayat-ayat Al-Qur’an yaitu surah At-Taubah ayat 71 dan surah An-Nisa ayat 34, sehingga untuk lebih jelasnya ihwal ayat ini kita bahas dalam belahan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penafsiran surah At-Taubah ayat 71?
2.      Bagaimana penafsiran Surah An-Nisa ayat 34?














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Surah At-Taubah ayat 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
Artinya:
“Dan orang-orang yang diberiman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan didiberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Tafsir Ayat :
Dalam buku Tafsir Alquran Karim karangan Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, menafsirkan bahwa orang-orang mukmin baik pria atau perempuan setengahnya menjadi pemmenolong yang setengah (bimbing-membimbing), mereka menyuruh dengan ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, menegakkan sembahyang, mempersembahkan zakat serta mengikuti Allah dan rasul-Nya. Maka orang-orang mukmin wajib menyuruh dengan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar terhadap siapa yang tidak berdasarkan jalan kebenaran, meskipun pemerintah sendiri. Kezaliman-kezaliman yang dibentuk orang dalam negeri, wajib engkau muslimin memberantasnya dan menghilangkan sekedar tenaga masing-masing. Orang-orang surat kabar dengan tulisannya, anggota-anggota dewan perwakilan dengan pembicaraannya dalam siding-sidang dewan, ulama-ulama dengan perkataan dan fatwanya dan begitulah seterusnya, sehingga tiap-tiap orang islam bertanggung balasan terhadap kezaliman yang diperbuat orang dalam negerinya. Apabila yang demikian tidak dilaksanakan oleh kaum muslimin, maka Allah akan menhadirkan siksa, bukan saja kepada orang-orang yang berbuat kezaliman itu, melainkan keseluruhan penduduk negeri ini.[1]
Dalam buku Tafsir Tematis karangan Muhammad Fuad Abdul Baqi jilid 2 menafsirkan ayat diatas bahwa sebagian kaum mukminin, baik pria maupun perempuan yaitu penolong bagi sebagian yang lain. Mereka saling menyongkong lantaran kesamaan agama dan keimanan kepada Allah. Mereka menyuruh yang ma’ruf (segala amal saleh yang diperintahkan syariat, ibarat tauhid dan ibadah), mencegah yang mungkar (segala ucapan dan perbuatan yang tidak boleh syariat, ibarat kezhaliman dan kenistaan), mengerjakan shalat fardhu tepat waktu, membayar zakat wajib, menanti perintah dan laranagn Allah serta Rasul-Nya. Mereka yang mempunyai sifat demikian pasti dirahmati Allah (sebagaimana janji-Nya) dengan kenikmatan surga. Allah Maha kuat, tiada sesuatu yang bisa melemahkan-Nya, Maha Bijaksana dalam tiruana ketentuan-Nya. Dia tidak meletakkan sesuatu, kecuali pada tempatnya.[2]
Sedangkan dalam buku Tafsir Al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab bahwa ayat tersebut membuktikan ihwal keadaan kaum munafikin dan bahaya siksa yang menanti mereka, sekarang sebagaimana kebiasaan al-qur’an menggandengkan uraian dengan sesuatu yang sejalan dengan uraian yang kemudian atau bertolak belakang dengannya, melalui ayat-ayat ini Allah menguraikan keadaan orang munafik. Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain mereka semoga tertarik mengubah sifat jelek mereka.[3]
Dan orang-orang mukmin yang mantap imanya dan terbukti kemantapannya melalui amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka dan senasib serta sepenanggungan mereka sehingga sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan kebutuhan mereka. Bukti kemantapan dogma mereka yaitu mereka menyuruh melakukan yang ma’ruf, mencegah perbuatan yang mungkar, melaksanakan sholat dengan khusyuk dan bersinambung, menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Mereka itu pasti akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus, Sesungguhnya Allah Mahaperkasa tidak sanggup dikalahkan atau dibatalkan kehendak-Nya oleh siapa pun lagi Maha Bijaksana dalam tiruana ketetapan-Nya.[4]
Firman-Nya: (أواباءبعضبعضه) ba’dhuhum auliya’ ba’dhl sebagian mereka yaitu penolong sebagian yang lain tidak sama redaksinya dengan apa yang dilukiskan menyangkut orang munafik. Huruf (س) sin pada (سيرحمهم) akurhamuhum/ akan merahmati mereka digunakan antara lain dalam arti kepastian hadirnya rahmat itu. kata ini dihadapkan dengan Allah melupakan mereka yang ditujukan kepada orang-orang munafik. Rahmat yang dimaksud di sini bukan spesialuntuk rahmat di akhirat, tetapi sebelumnya yaitu rahmat di dunia, baik buat setiap orang mukmin maupun untuk kelompok mereka. Rahmat tersebut ditemukan antara lain pada kenikmatan berafiliasi dengan Allah Swt dan pada ketenangan batin yang dihasilkannya. Juga pada pemeliharaan dari segala bencana, persatuan dan kesatuan serta kesediaan setiap anggota masyarakat muslim untuk berkorban demi saudaranya, ini antara lain yang diraih di dunia. Adapun di akhirat, tiada ada kata yang sanggup menguraikannya, ibarat yang disampaikan Rasul Saw bahwa di alam abadi ada anugerah yang tidak pernah dilihat sebelumnya oleh mata, tidak terdengar diberitanya oleh telinga, dan tidak juga pernah terlintas dalam benak manusia.[5]

B.       Surah An-Nisa ayat 34
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Artinya:
“Kaum pria itu yaitu pemimpin bagi kaum wanita, oleh lantaran Allah sudah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan lantaran mereka (laki-laki) sudah menafkahkan sebagian dari harta mereka. lantaran itu Maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh lantaran Allah sudah memelihara (mereka). wanita-wanita yang engkau khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di kawasan pulas mereka, dan pukullah mereka. kemudian jikalau mereka mentaatimu, Maka tidakbolehlah engkau mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”


Tafsir Ayat :
Para lelaki, yakni jenis kelabuin atau suami, adalah qawwamun, pemimpin dan penanggung balasan atas para wanita, oleh lantaran Allah sudah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan lantaran mereka, yakni pria secara umum atau suami, sudah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk isteri dan anak-anaknya. Sebab itu, maka perempuan yang saleh ialah yang taat kepada Allah dan juga kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah bersama dan atau bila perintahnya tidak berperihalan dengan perintah Allah serta tidak mencabut hak-hak langsung isterinya. Di samping itu ia juga memelihara diri, hak-hak suami, dan rumah tangga ketika suaminya tidak di tempat, oleh lantaran Allah sudah memelihara mereka. Pemeliharaan Allah terhadap para isteri antara lain dalam bentuk memelihara cinta suaminya, ketika suami tidak di tempat, cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap isterinya.[6]
Karena tidak tiruana isteri taat kepada Allah, demikian juga suami. Maka ayat ini memdiberi tuntunan kepada suami bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku terhadap isteri yang membangkang. Jangan hingga pembangkangan mereka berlanjut dan tidakboleh hingga juga sikap suami berlebihan sehingga menjadikan runtuhnya kehidupan rumah tangga. [7]
Petunjuk Allah itu yaitu wanita-wanita yang engkau khawatirkan, yakni sebelum terjadi nusyuz mereka, yaitu pembangkangan terhadap hak-hak yang dianugerahkan Allah kepada engkau, wahai para suami, maka nasihatilah mereka pada dikala yang tepat dan dengan kata-kata yang menyentuh, tidak menimbulkan kejengkelan, dan bila pesan tersirat belum mengakhiri pembangkangannya maka tinggalkanlah mereka bukan dengan keluar dari rumah tetapi di kawasan pembaenteng engkau berdua dengan memalingkan wajah dan membelakangi mereka. Kalau perlu tidak mengajak berbicara paling usang tiga hari berturut-turut untuk mengatakan rasa kesal dan ketidakbutuhanmu kepada mereka, jikalau sikap mereka berlanjut dan kalau ini pun belum mempan, maka demi memelihara kelanjutan rumah tanggamu maka pukullah mereka, tetapi pukulan yang tidak menyakitkan semoga tidak mencederainya namun mengatakan sikap tegas.[8]
Lalu, jikalau mereka sudah menaati engkau, baik semenjak pertama pesan tersirat atau setelah meninggalkannya di kawasan pulas atau dikala memukulnya, maka tidakbolehlah engkau mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka, dengan menyebut dan mengecam lagi pembangkangannya yang lalu. Tetapi, tutuplah lembaran usang itu dan buka lembaran gres dengan bermusyawarah dalam segala duduk kasus rumah tangga, bahkan kehidupan bersama. Sesungguhnya Allah sejak lampau hingga sekarang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Karena itu, merendahkan kepada Allah dengan menaati perintah-Nya dan tidakboleh merasa besar kepala apalagi membangkang bila perintah itu hadir dari Allah Swt.[9]

Asbabunuzul Ayat :
Menurut bahasa “Asbab Al-Nuzul” berarti turunya ayat-ayat Al-Qur’an. Al Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Muhammad Saw secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun. Al Qur’an diturunkan untuk memperbaiki Aqidah, Ibadah, Akhlak dan pergaulan insan yang sudah menyimpang dan kerusakan dalam tatanan kehidupan insan ialah lantaran turunnya Al Qur’an. Asbab Al-Nuzul menurut Shubhi Al-Shalih yaitu sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung lantaran atau memdiberi jawabanan terhadap lantaran itu atau membuktikan hukumnya pada masa terjadinya lantaran tersebut.
Definisi ini mempersembahkan pengertian bahwa lantaran turun suatu ayat. Adakalanya berbentuk peristiwa. Adakalanya jawabanan suatu pertanyaan dan adakalanya berbentuk membuktikan aturan suatu masalah. Dalam Surat An-Nisa’ ayat 34 mempunyai Asbab Al-Nuzul yang berkaitan dengan ketentuan bahwa bagi pria ada hak untuk mendidik istrinya yang melaksanakan penyelewengan terhadap haknya selaku istri.
Adapun Asabab Al-Nuzul Surat An-Nisa’ ayat 34 yaitu sebagaimana yang dijelaskan oleh Wahbah Al-Zuhaily dalam Tafsir Munir yang artinya: “Muqati berkata : “Ayat ini turun untuk menanggapi Sa’ad Abnu-Rabi’(dari kabilah anshar) dan istrinya yang berjulukan Habibah Binti Zaid Ibn Abi Hurairah. Pada waktu itu istrinya “Nusyuz” (membangkang) kepada sa’ad. Akhirnya sa’ad menamparnya. Kemudian Habibah bersama ayahnya menhadiri Rasulullah SAW. Mengadukan itu. Untuk mengqishos suaminya, maka Habibah bersama ayahnya pergi untuk membalas Sa’ad. Kemudian Rasulullah bersabda: “Pulanglah kalian”! lantaran sudah hadir jibril kepadaku “lantas turunlah ayat ini (An-Nisa’ Ayat 34) maka Rasulullah kembali bersabda: “Saya meghendaki sesuatu namun ternyata Allah menghendaki lain. Dan yang dikehendaki Allah tentu lebih baik.” Maka Rasulullah membatalkan aturan Qishas tersebut. Sesudah turun ayat ini Nabi Muhammad SAW memdiberi hak kepada kaum pria untuk memukul istrinya yang Nusyuz (membangkang) seruan suami, selagi seruan itu tidak melanggar hukum-hukum yang ditentukan oleh syara’. Pemukulan terhadap istri harus bersifat mendidik dan tidak melukai istri.[10]
Dari Asbab Al-Nuzul surat An Nisa ayat 34 kita sanggup pelajaran yang menarikdanunik, bahwa kaum pria yaitu sebagai pemimpin dalam keluarga. Karena kaum pria mempunyai dua keutamaan yang tidak dimiliki oleh kaum perempuan yakni : Pertama, Keutamaan yang bersifat Fitri, yaitu kekuatan fisik dan kesempurnaannya di dalam kejadian, kemudian implikasinya yaitu kekuatan nalar dan kebenaran berpandangan terkena dasar-dasar dan tujuan aneka macam perkara. Kedua, keutamaan yang bersifat “Kasbiy,” yaitu kemampuan untuk berusaha mendapat rizki dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan. Oleh lantaran itu, kaum pria dibebani mempersembahkan nafkah pada kaum perempuan dan memimpin rumah tangga.

Munasabah Ayat :
Secara terminologi, Munasabah berarti Al-Musyakalah ( (المشكل) dan Al-Mugharabah ( المغربه ) yang mempunyai arti saling menyapai dan saling mendekati”. Selain itu, munasabah mempunyai arti pula “Persesuaian, Hubungan atau telogi.” Yaitu relasi pesesuaian antar ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya. Secara terminologis, munasabah adalah “adanya keserupaan dan kedekatan diantara aneka macam ayat, Surat, kalimat yang mengakibatkan
adanya hubungan.” Hubungan tersebut bisa membentuk makna ayat-ayat dan macam-macam relasi atau keniscayaan dalam pikiran, sepoerti relasi lantaran musabab, relasi kesetaraan dan relasi perlawanan. Munasabah sangat urgen kiprahnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an, diantaranya lantaran untuk :
1.      Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat kalimat atau ayat-ayat dan surat-surat Al Qur’an, sehingga belahan dari Al-Qur’an saling berafiliasi serta tampak menjadi kesatuan yang utuh dan integral.
2.      Mempergampang dalam memahami isi ayat-ayat Al Qur’an.
3.      Memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah.
4.      Menolak tuduhan bahwa susunan di dalam al-Qur'an sangat kacau.
Seperti yang sudah dikemukakan diatas, bahwa terkena munasabah, para mufassir menginginkan semoga dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seorang mufassir di tuntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa Al Qur’an serta berkolerasi antar ayat.[11] Karena penyusunan ayat-ayat Al Qur’an tidak berdasarkan pada kronologi masa turunnya, tetapi pada relasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terlampau selalu berkaitan dengan kandungan-kandungan ayat kemudian.
Dalam surat An-Nisa’ ayat 34, itu mempunyai munasabah dengan ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 33, 35 dan 36 yang berbunyi :
·         Q.S. An-Nisa’ : 33
9e@à6Ï9ur $oYù=yèy_ uÍ<ºuqtB $£JÏB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur 4 tûïÏ%©!$#ur ôNys)tã öNà6ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqè?$t«sù öNåkz:ÅÁtR 4 ¨bÎ) ©!$# tb%Ÿ2 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« #´Îgx© ÇÌÌÈ  

Artinya:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang engkau sudah bersumpah setia dengan mereka, maka diberilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’ : 33).
·         Q.S. An Nisa’ : 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz ÇÌÎÈ  
Artinya:
“Dan jikalau engkau khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga pria dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jikalau kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, pasti Allah memdiberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Q.S. An-Nisa’ : 35)




Sementara itu dalam ayat selanjutnya Allah SAW berfirman sebagai diberikut :
·         Q.S. An Nisa’ : 36
(#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ  
Artinya:
 “Sembahlah Allah dan tidakbolehlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat oke kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, bawah umur yatim, orang-orang miskin, tetangga yang bersahabat dan tetangga yang jauh, dan mitra sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa’ : 36)
Munasabah yang ada diantara dua ayat ini, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Munir “Bahwa Allah membuktikan sebab-sebab keutamaan pria atas perempuan, setelah Allah membuktikan bagian-bagian masing-masing dalam derma harta warisan dan Allah mencegah ketamakan atau melarang berangan-angan antara kaum pria dan kaum perempuan lantaran Allah sudah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Yakni masing-masing mempunyai keistimewaan-keistimewaan. Tetapi, keistimewaan pria lebih menunjang kiprah kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan lebih menunjang tugasnya sebagai pemdiberi rasa hening dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anakanaknya.
Dalam ayat sebelumnya ayat 33 dan sesudahnya 35 dan 36 juga terdapat munasabah dengan ayat 34 Surat An-Nisa’, tiruananya mengandung klarifikasi ihwal aturan Islam, dimana pada ayat 33 dari surat An-Nisa’ membuktikan ihwal aturan warisan. Pada ayat 35 surat An-Nisa’ membuktikan ihwal aturan kewajiban suami istri dalam berkeluarga. Dan pada ayat 36 dari surat An-Nisa’ membuktikan ihwal larangan Syirik dengan Allah dan menganjurkan untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua, kerabat dekat, tetangga, anak yatim dan orang-orang miskin. Semuanya yaitu sangat keterkaitan sekali lantaran dari ayat-ayat diatas yaitu ayat 33 hingga 35 dan 36 dari surat An-Nisa’ saling membutuhkan tatanan sikap manusia.
Sesungguhnya hukum-hukum yang disyaratkan bagi kalian. Ini berasal dari Allah yang maha mengetahui ihwal ihwal dan akhlaq para hambanya. Allah mengetahui ihwal apa yang terjadi diantara mereka beserta sebab-sebabnya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan mengetahui cara-cara memperbiki relasi antara suami isteri.












BAB II
PENUTUP

Simpulan :
·         Penafsiran surah At-Taubah ayat 71 yaitu orang-orang diberiman baik itu pria maupun perempuan yaitu penolong/ pembimbing bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf (amal saleh) dan melarang yang mungkar, mengerjakan sholat fardu tepat waktu, membayar zakat dan menaati perintah Allah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga orang yang mempunyai sifat demikian pasti akan dirahmati Allah dengan kenikmatan surga. Karena Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
·         Penafsiran surah An-Nisa ayat 34 yaitu Kaum pria yakni jenis kelabuin pria atau suami itu yaitu qawwamun/ pemimpin dan penanggung balasan atas kaum wanita, oleh lantaran Allah sudah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan lantaran mereka yakni (laki-laki secara umum atau suami sudah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk isteri dan anak-anaknya.





DAFTAR PUSTKA

M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peranan Dalam Kehidupan, Bandung : Mizan 1998.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Mahmud Yunus, Tafsir Alquran Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir Tematis, Jilid 2, Surabaya: Halim Jaya, 2012.
Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir Munir, Juz V, Beirut : Dar Al-Fikr, 1991.


[1] Mahmud Yunus, Tafsir Alquran Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004), Cet. VII, h. 275
[2] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir Tematis, (Surabaya: Halim Jaya, 2012), Jilid 2, h. 164
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 1, h. 163
[4] Ibid
[5] Ibid, h. 164
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 2, h. 509
[7] ibid
[8] Ibid, h. 510
[9] ibid
[10] Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut : Dar Al-Fikr, 1991), h. 54
[11] M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peranan Dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan 1998), h. 135.

Posting Komentar untuk "Penafsiran Surah At-Taubah Ayat 71 Dan An-Nisa Ayat 34"