Mengenal Konsep Grameen Bank: Memaknai Menyebarkan (Sharing) Dalam Ekonomi
Dalam goresan pena ini kita akan mempelajari konsep dan tugas Grameen Bank, terutama dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan di Bangladesh serta mengampanyekan kegiatan pemberdayaan wanita (woman empowerment) supaya bisa sanggup berdiri diatas kaki sendiri secara ekonomi.
Grameen Bank ialah entitas perjuangan yang mempunyai fungsi utama sebagai microfinance bank, yakni mempersembahkan layanan microcredit kepada masyarakat miskin diwilayah pedesaan (rural area).
Microcredit yakni kegiatan kontribusi lunak yang disalurkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah sebagai upaya memberdayakan diri dan memperoleh pendapatan, sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan bagi diri sendiri beserta keluarganya (www.grameen.com).
Untuk menghindari rancu’nya pengertian microfinance Grameen Bank dengan bank perkreditan rakyat (rural bank) dan koperasi (co-operative), maka goresan pena ini akan tetap memakai istilah microfinance/microcredit dan microfinance bank.
Secara resmi Grameen Bank didirikan pada 1983. Adapun maksud pertama dibentuknya entitas ini yakni untuk memmenolong masyarakat kelas bawah di pedesaan Bangladesh dengan menyediakan kontribusi usaha. Grameen sendiri berasal dari bahasa Bengali ‘gram’ yang berarti desa atau pedesaan.
Namun demikian beberapa tahun sebelumnya, yakni pada selesai 1970’an, Muhammad Yunus sudah melaksanakan eksperimen dengan mempersembahkan kontribusi lunak tanpa jaminan kepada beberapa anggota masyarakat (kaum perempuan) berpenghasilan rendah.
Ternyata para peminjam tersebut bisa mengembalikan kontribusi pada waktu yang sudah ditentukan. Ide ini membuat Muhammad Yunus berkeinginan untuk memperluas cakupan area menolongan ke wilayah pedesaan lain di Bangladesh, hingga kemudian terbentuklah Grameen Bank.
Sebuah studi, Household Survey of the Bangladesh Institute of Development Studies, mengungkapkan bahwa apabila dibandingkan dengan institusi keuangan lain di Bangladesh, tingkat pengembalian kontribusi pada Grameen Bank berada dikimasukan 92%, sedangkan pada institusi keuangan lain spesialuntuk mencapai 75% (Kowalik and Miera. The Creditworthiness of the Poor: A Model of the Grameen Bank, Research Working Paper, April 2010).
Pada kala 1990’an, Grameen Bank berkembang dengan pesat. Entitas ini mempunyai kurang lebih 3.2 juta nasabah, yang 95% diantaranya yakni kaum perempuan. Grameen Bank juga mempunyai 1,178 cabang dan melayani lebih dari 41,000 desa di Bangladesh dengan aset tak kurang dari US$ 3 milliar (Mainsah, E, et.al. Grameen Bank: Taking Capitalism to the Poor, 2004).
Dipertama-pertama kehadirannya, kontribusi dari Grameen Bank memang lebih ditujukan kepada kaum perempuan, sebab secara tradisional kaum wanita mempunyai otoritas yang lemah dalam pengambilan keputusan. Oleh kesannya dana kontribusi tersebut dibutuhkan bisa meningkatkan iman diri, independensi, dan partisipasi kaum perempuan.
Disamping itu, dengan mempersembahkan kontribusi kepada kaum perempuan, maka kesetaraan antara pria dan wanita bisa diwujudkan. Lebih jauh, perbaikan kesejahteraan kaum wanita dipercaya membawa dampak positif kepada bawah umur mereka.
Selain mempersembahkan layanan berupa kontribusi lunak, entitas ini juga mempersembahkan jasa keuangan dan perjuangan kecil, serta tabungan masyarakat pedesaan. Grameen Bank bisa meyakinkan masyarakat pedesaan bahwa setiap penghasilan yang mereka miliki akan jauh lebih baik bila ditempatkan dalam tabungan (saving) pada microfinance bank.
melaluiataubersamaini segala upaya tersebut, Muhammad Yunus berhasil menumbuhkan kesadaran bahwa Grameen Bank ‘dimiliki’ oleh para nasabahnya, sehingga setiap nasabah mengemban tanggungjawaban untuk memelihara dan mengembangkan entitas ini.
Dalam praktiknya, sebelum kontribusi dikucurkan, setiap calon nasabah digabungkan kedalam sebuah grup kecil terdiri dari 5 hingga dengan 10 orang. Grup ini mempunyai tanggungjawaban bersama atas kontribusi yang diterima para anggotanya.
Adapun kontribusi ditentukan dari kebutuhan dan kemampuan calon nasabah dengan menlampaukan mereka yang mempunyai kebutuhan paling besar. Demikian seterusnya hingga setiap nasabah memperoleh kontribusi sesuai kebutuhannya.
Grameen Bank memakai kekuatan komunitas sosial sebagai masukana untuk mengelola risiko. Karena setiap grup mempunyai tanggungjawaban secara bersama-sama, maka terbentuk kesadaran dari tiap anggotanya untuk melunasi kontribusi sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Sanksi yang diterapkan pun (jika ada) lebih berupa hukuman sosial.
Tidak spesialuntuk itu, secara rutin penanggungjawaban yang ada disetiap grup mengunjungi daerah perjuangan anggota-anggotanya, serta memastikan bahwa usaha-usaha tersebut berkembang dan menhadirkan laba (profitable).
Grameen Bank juga mempersembahkan penghargaan kepada nasabah tertentu yang mempunyai kriteria yang sudah diputuskan. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang nasabah lain biar memperoleh pencapaian yang sama. Adapun kriteria tersebut antara lain: ketepatan waktu pengembalian pinjaman, jumlah bawah umur nasabah yang bersekolah, besarnya tabungan nasabah dibandingkan dengan kontribusi yang dimiliki, dan sebagainya.
Menilik situs resmi www.grameen.com, aset yang dimiliki Gramen Bank bertumbuh dengan kapitalisasi yang sangat cepat. Pada tahun pertamanya, total aset yang dimiliki oleh Grameen Bank yakni sebesar US$ 4.9 juta. Satu dasawarsa kemudian, aset tersebut bertambah menjadi US$ 313.65 juta. Data terakhir di 2013, Grameen Bank mempunyai aset senilai US$ 2,301 juta.
Walaupun demikian, perkembangan Grameen Bank bukan tanpa masalah. Beberapa persoalan, termasuk musibah (banjir), informasi politik, serta transparansi dan dapat dipercaya para penanggungjawaban di entitas itu sempat menggoyang keberadaan institusi ini.
Namun diluar permasalahan yang ada, Grameen Bank pantas mendapat apresiasi sebab berperan besar dalam memmenolong masyarakat miskin Bangladesh menuju perbaikan taraf kehidupan dan kesejahteraan. Adanya faktor pemberdayaan wanita menjadi poin plus tersendiri, mengingat kultur yang ada di Bangladesh belum menempatkan kaum wanita sederajat dengan laki-laki.
Kemampuan Grameen Bank menghasilkan rural entrepreneurship terlihat dari berkembangnya usaha-usaha di pedesaan Bangladesh. Ini diperkuat dari data statistik yang mengatakan setoran nasabah yang pada pertama pendiriannya berada dikimasukan US$ 18.51 juta, kemudian berkembang hingga mencapai US$ 648.48 juta pada 2009 (www.grameen.com).
Demikian beberapa poin yang bisa kita pelajari dari Grameen Bank, sebuah entitas yang mengemban misi memmenolong masyarakat miskin meningkatkan kesejahteraan secara bergotong-royong, sekaligus mewujudkan pemberdayaan wanita menuju kesetaraan gender. ‘Berbagi’, dalam konsep Grameen Bank, yakni pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi secara bersama-sama. **
ARTIKEL TERKAIT :
Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) dalam Perekonomian
Peranan Sektor Pariwisata (Travel and Tourism) dalam Pembangunan Ekonomi
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Grameen Bank ialah entitas perjuangan yang mempunyai fungsi utama sebagai microfinance bank, yakni mempersembahkan layanan microcredit kepada masyarakat miskin diwilayah pedesaan (rural area).
Microcredit yakni kegiatan kontribusi lunak yang disalurkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah sebagai upaya memberdayakan diri dan memperoleh pendapatan, sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan bagi diri sendiri beserta keluarganya (www.grameen.com).
Untuk menghindari rancu’nya pengertian microfinance Grameen Bank dengan bank perkreditan rakyat (rural bank) dan koperasi (co-operative), maka goresan pena ini akan tetap memakai istilah microfinance/microcredit dan microfinance bank.
Secara resmi Grameen Bank didirikan pada 1983. Adapun maksud pertama dibentuknya entitas ini yakni untuk memmenolong masyarakat kelas bawah di pedesaan Bangladesh dengan menyediakan kontribusi usaha. Grameen sendiri berasal dari bahasa Bengali ‘gram’ yang berarti desa atau pedesaan.
Namun demikian beberapa tahun sebelumnya, yakni pada selesai 1970’an, Muhammad Yunus sudah melaksanakan eksperimen dengan mempersembahkan kontribusi lunak tanpa jaminan kepada beberapa anggota masyarakat (kaum perempuan) berpenghasilan rendah.
Ternyata para peminjam tersebut bisa mengembalikan kontribusi pada waktu yang sudah ditentukan. Ide ini membuat Muhammad Yunus berkeinginan untuk memperluas cakupan area menolongan ke wilayah pedesaan lain di Bangladesh, hingga kemudian terbentuklah Grameen Bank.
Sebuah studi, Household Survey of the Bangladesh Institute of Development Studies, mengungkapkan bahwa apabila dibandingkan dengan institusi keuangan lain di Bangladesh, tingkat pengembalian kontribusi pada Grameen Bank berada dikimasukan 92%, sedangkan pada institusi keuangan lain spesialuntuk mencapai 75% (Kowalik and Miera. The Creditworthiness of the Poor: A Model of the Grameen Bank, Research Working Paper, April 2010).
Pada kala 1990’an, Grameen Bank berkembang dengan pesat. Entitas ini mempunyai kurang lebih 3.2 juta nasabah, yang 95% diantaranya yakni kaum perempuan. Grameen Bank juga mempunyai 1,178 cabang dan melayani lebih dari 41,000 desa di Bangladesh dengan aset tak kurang dari US$ 3 milliar (Mainsah, E, et.al. Grameen Bank: Taking Capitalism to the Poor, 2004).
Dipertama-pertama kehadirannya, kontribusi dari Grameen Bank memang lebih ditujukan kepada kaum perempuan, sebab secara tradisional kaum wanita mempunyai otoritas yang lemah dalam pengambilan keputusan. Oleh kesannya dana kontribusi tersebut dibutuhkan bisa meningkatkan iman diri, independensi, dan partisipasi kaum perempuan.
Disamping itu, dengan mempersembahkan kontribusi kepada kaum perempuan, maka kesetaraan antara pria dan wanita bisa diwujudkan. Lebih jauh, perbaikan kesejahteraan kaum wanita dipercaya membawa dampak positif kepada bawah umur mereka.
Selain mempersembahkan layanan berupa kontribusi lunak, entitas ini juga mempersembahkan jasa keuangan dan perjuangan kecil, serta tabungan masyarakat pedesaan. Grameen Bank bisa meyakinkan masyarakat pedesaan bahwa setiap penghasilan yang mereka miliki akan jauh lebih baik bila ditempatkan dalam tabungan (saving) pada microfinance bank.
melaluiataubersamaini segala upaya tersebut, Muhammad Yunus berhasil menumbuhkan kesadaran bahwa Grameen Bank ‘dimiliki’ oleh para nasabahnya, sehingga setiap nasabah mengemban tanggungjawaban untuk memelihara dan mengembangkan entitas ini.
Dalam praktiknya, sebelum kontribusi dikucurkan, setiap calon nasabah digabungkan kedalam sebuah grup kecil terdiri dari 5 hingga dengan 10 orang. Grup ini mempunyai tanggungjawaban bersama atas kontribusi yang diterima para anggotanya.
Adapun kontribusi ditentukan dari kebutuhan dan kemampuan calon nasabah dengan menlampaukan mereka yang mempunyai kebutuhan paling besar. Demikian seterusnya hingga setiap nasabah memperoleh kontribusi sesuai kebutuhannya.
Grameen Bank memakai kekuatan komunitas sosial sebagai masukana untuk mengelola risiko. Karena setiap grup mempunyai tanggungjawaban secara bersama-sama, maka terbentuk kesadaran dari tiap anggotanya untuk melunasi kontribusi sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Sanksi yang diterapkan pun (jika ada) lebih berupa hukuman sosial.
Tidak spesialuntuk itu, secara rutin penanggungjawaban yang ada disetiap grup mengunjungi daerah perjuangan anggota-anggotanya, serta memastikan bahwa usaha-usaha tersebut berkembang dan menhadirkan laba (profitable).
Grameen Bank juga mempersembahkan penghargaan kepada nasabah tertentu yang mempunyai kriteria yang sudah diputuskan. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang nasabah lain biar memperoleh pencapaian yang sama. Adapun kriteria tersebut antara lain: ketepatan waktu pengembalian pinjaman, jumlah bawah umur nasabah yang bersekolah, besarnya tabungan nasabah dibandingkan dengan kontribusi yang dimiliki, dan sebagainya.
Menilik situs resmi www.grameen.com, aset yang dimiliki Gramen Bank bertumbuh dengan kapitalisasi yang sangat cepat. Pada tahun pertamanya, total aset yang dimiliki oleh Grameen Bank yakni sebesar US$ 4.9 juta. Satu dasawarsa kemudian, aset tersebut bertambah menjadi US$ 313.65 juta. Data terakhir di 2013, Grameen Bank mempunyai aset senilai US$ 2,301 juta.
Walaupun demikian, perkembangan Grameen Bank bukan tanpa masalah. Beberapa persoalan, termasuk musibah (banjir), informasi politik, serta transparansi dan dapat dipercaya para penanggungjawaban di entitas itu sempat menggoyang keberadaan institusi ini.
Namun diluar permasalahan yang ada, Grameen Bank pantas mendapat apresiasi sebab berperan besar dalam memmenolong masyarakat miskin Bangladesh menuju perbaikan taraf kehidupan dan kesejahteraan. Adanya faktor pemberdayaan wanita menjadi poin plus tersendiri, mengingat kultur yang ada di Bangladesh belum menempatkan kaum wanita sederajat dengan laki-laki.
Kemampuan Grameen Bank menghasilkan rural entrepreneurship terlihat dari berkembangnya usaha-usaha di pedesaan Bangladesh. Ini diperkuat dari data statistik yang mengatakan setoran nasabah yang pada pertama pendiriannya berada dikimasukan US$ 18.51 juta, kemudian berkembang hingga mencapai US$ 648.48 juta pada 2009 (www.grameen.com).
Demikian beberapa poin yang bisa kita pelajari dari Grameen Bank, sebuah entitas yang mengemban misi memmenolong masyarakat miskin meningkatkan kesejahteraan secara bergotong-royong, sekaligus mewujudkan pemberdayaan wanita menuju kesetaraan gender. ‘Berbagi’, dalam konsep Grameen Bank, yakni pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi secara bersama-sama. **
ARTIKEL TERKAIT :
Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) dalam Perekonomian
Peranan Sektor Pariwisata (Travel and Tourism) dalam Pembangunan Ekonomi
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Posting Komentar untuk "Mengenal Konsep Grameen Bank: Memaknai Menyebarkan (Sharing) Dalam Ekonomi"