Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) Dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Artikel yang disajikan kali ini masih terkait dengan shadow economy yang diulas beberapa waktu lalu. Dalam artikel itu sempat disinggung wacana tax evasion dan tax avoidance. Untuk pembahasan kali ini, kita akan mengulas lebih detil terkena hal tersebut.

Artikel yang disajikan kali ini masih terkait dengan  Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Untuk memulainya, kita mengutip terlebih lampau definisi tax evasion dan tax avoidance. Rujukan yang dipakai ialah dari Sandmo (2004), dalam studinya yang berjudul The theory of tax evasion: A retrospective view.

Dalam pemaparannya, Sandmo mengungkapkan bahwa tax evasion ialah tindakan illegal atau melawan aturan yang dilakukan untuk melanggar kewajiban perpajakan. Tindakan ini dilandasi dengan unsur kesengajaan, sehingga pelaku berusaha seterbaik mungkin semoga perbuatannya tidak terbongkar.



Disisi lain, tax avoidance digambarkan sebagai upaya yang dilakukan tanpa melanggar hukum, yakni dengan memanfaatkan celah (loopholes) dari peraturan yang ada untuk mengurangi atau meniadakan kewajiban perpajakan.

Tindakan ini cenderung muncul lantaran adanya ‘peluang’. Kaprikornus dari sudut pandang pelaku, apabila perbuatannya ketahuan, ia tinggal melunasi kewajibannya; namun kalau tidak, berarti ia memperoleh laba dari tindakan tersebut (Sandmo, A. The Theory of tax evasion: A retrospective view, 2004).

Dari pengertian tersebut bisa kita maknai bahwa meski dari dimensi hukum, tax avoidance dianggap sebagai tindakan legal, namun dari dimensi moral, baik tax evasion maupun tax avoidance sama-sama mengatakan rendahnya kesadaran dalam melakukan kewajiban perpajakan.

Pada praktiknya, pelanggaran perpajakan bisa dilakukan oleh individu maupun entitas perjuangan (perusahaan). Undang-undang perpajakan Indonesia, yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 wacana Ketentuan Umum Dan Tata Teknik Perpajakan sebagaimana sudah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, menyatakan dengan tegas hukuman yang didiberikan atas pelanggaran perpajakan.

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pelanggaran perpajakan itu bisa berupa kealpaan atau kesengajaan; dengan demikian ada perlakuan yang tidak sama menyangkut nominal dan jenis hukuman yang dikenakan. Hal ini berkaitan dengan prinsip keadilan dalam hukum.

Beberapa pelanggaran dikategorikan sebagai pelanggaran enteng, menyerupai keterlambatan melunasi dan/atau melaporkan kewajiban perpajakan sesuai tanggal jatuh tempo, kemudian tidak melengkapi persyaratan manajemen dalam pelaporan pajak, dan sebagainya.

Ada juga bentuk pelanggaran perpajakan yang masuk dalam kategori pelanggaran berat, misalnya: penerbitan faktur pajak tiruan, pendirian perusahaan fiktif (biasanya untuk memperoleh tender/proyek), dan sejenisnya.

Penindakan atas pelanggaran perpajakan juga bervariasi, mulai dari metode soft approach atau pendekatan halus, contohnya dengan mempersembahkan surat himbauan atau mengadakan sosialisasi kepada wajib pajak; hingga dengan investigasi bukti permulaan hingga penyidikan pajak yang bisa berujung pada eksekusi pidana.

Lebih jauh, tidak simpel merumuskan dan menghitung kerugian negara yang timbul akhir pelanggaran pajak. Yang paling umum diterapkan ialah dengan menghitung tax gap, yakni selisih antara potensi pemasukan dari sektor perpajakan dengan pemasukan riil.

Akan tetapi, masalahnya justru terletak pada penghitungan potensi itu sendiri. Perlu dingat bahwa acara tax evasion dan tax avoidance tidak terdeteksi dari pertama, sehingga sangat mungkin dalam penghitungan potensi tersebut tidak sesuai (terdapat selisih) dengan potensi yang sebenarnya.

Sementara itu penelitian dari The International Tax Compact (2010) sebut beberapa penyebab munculnya tax evasion dan tax avoidance, yakni:
Dari sisi wajib pajak, berupa:
  • kesadaran yang rendah terkena pajak. Rendahnya kesadaran ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, contohnya menganggap pajak sebagai beban; ketidakpercayaan pada transparansi dan pertanggung-jawabanan otoritas perpajakan; serta tingginya angka korupsi dalam bidang perpajakan.
  • tingginya biaya ketaatan pajak, yang tercermin dari besarnya nominal pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak.
 Dari sisi pegawanegeri pajak (pemerintah), yaitu:
  • ketidakmampuan menggali potensi perpajakan secara cermat.
  • ketidakmampuan mendeteksi praktik-praktik pelanggaran pajak.
  • terdapat kasus dibeberapa negara, yakni adanya ketentuan perpajakan yang terlalu cepat berubah, sehingga membuat instabilitas dalam pelaksanaan peraturan tersebut.
(The International Tax Compact. Addressing Tax Evasion and Tax Avoidance in Developing Countries, 2010).

Demikian beberapa hal penting terkait tax evasion dan tax avoidance.  **


ARTIKEL TERKAIT :
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengertian Pajak Berganda (Double Taxation) dalam Perdagangan Antar Negara
Memahami Pengertian Kebijakan Stimulus Fiskal (Fiscal Stimulus)
Mengenal Shadow Economy

Posting Komentar untuk "Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) Dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)"