Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi Aturan Waris Adat



HUKUM WARIS

Hukum waris susila mencakup aturan-aturan dan keputusan-keputusan aturan yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi. Pengaruh aturan-aturan aturan lainnya atas lapangan aturan hukum waris sanggup dilukiskan sebagai diberikut:
  1. hak purba/pertuanan/ulayat masyarakat aturan susila yang bersangkutan membatasi pewarisan tanah.
  2. Transaksi-transaksi ibarat jual gadai harus dilanjutkan oleh para andal waris.
  3. Kewajiban dan hak yang timbul dari perbuatan-perbuatan kredit tetap berkekuatan aturan sehabis si pelaku tiruanla meninggal.
  4. Struktur pengelompokan wangsa/sanak, demikian pula bentuk perkawinan turut memilih bentuk dan isi pewarisan.
  5. Perbuatan-perbuatan aturan ibarat adopsi, perkawinan ambil anak, pemdiberian bekal/modal berumah tangga kepada pengantin wanita, sanggup pula dipandang sebagai perbuatan di lapangan aturan waris. Hukum waris dalam arti luas yaitu penyelenggaraan pemindah tanganan dan peralihan harta kekayaan kepada generasi diberikutnya.
Adapun aturan-aturan dalam aturan waris mengalami imbas yaitu:
1.      Perubahan/perkembangan sosial.
2.      Karena makin eratnya ikatan keluarga sejalan dengan melonggarnya ikatan clan dan suku.
3.      Aturan-aturan pewarisan dari stelsel-stelsel aturan abnormal yang sebab relasi tertentu dengan agama menerima kewibawaan yang berasal dari religi, aturan-aturan itu contohnya oleh hakim-hakim agama diterapkan atas peristiwa-peristiwa kongkrit, meskipun imbas itu di dalam aturan waris lebih kecil daripada di dalam aturan perkawinan, tergantung kepada kekuatan aturan waris structural apakah aturan tersebut sanggup bertahan ataukah akan terjadi perubahan yang mendalam.
Tak Terbaginya Harta Benda
Tidak terbaginya harta peninggalan ini di sementara lingkungan aturan berafiliasi dengan asas bahwa harta benda yang diterima dari nenek moyang mustahil dimiliki selain daripada gotong royong dengan para andal waris lainnya yang secara keseluruhan yaitu kesatuan yang tak terbagi. Setiap anak yang lahir hidup, menjadi masyarakat di dalam kelompok wangsa/sanak yang mempunyai harta kerabat ibarat tanah pertanian, perkebunan dengan rumah, ternak, keris dan suplemen mas intan, setiap laki-laki atau perempuan yang meninggal membiarkan kelompok tersebut berlangsung terus tanpa gangguan. Sepanjang seseorang semasa hidupnya memperoleh harta pencarian (harta hasil perjuangan pribadi), maka harta tersebut sepeninggalannya berpindah sebagai kebulatan tak terbagi kepada keturunannya yang berhak atas itu, yang semasa hidup si pewaris juga sudah berafiliasi dengan harta tersebut selaku andal waris.
Misalnya:
Jika seorang perempuan Minangkabau pemilih sawah pribadi meninggal, maka sawah tersebut menjadi harta pustaka rendah, harta pusaka di dalam generasi pertama menjadi milik  kelompok tak terbagi dari anak-anaknya. melaluiataubersamaini cara serupa, harta pencarian seornag laki-laki menjadi harta pusaka wangsa-wangsa/para sanaknya laki-laki dan perempuan serta keturunan saudaranya perempuan dalam garis perempuan. dengan demikian terbentuklah jenjang-jenjang di dalam kelompok harta pusaka:
1.      Harta pustaka tinggi, harta benda tertua dari banyak generasi sebelumnya  berasal dari para nenek leluhur yang turut mendirikan nagari, di bawah pengurusan penghulu andiko (kepala kesatuan kerabat terbesar).
2.      Harta benda berasal dari para nenek beberapa generasi yang lalu.
3.      Harta benda termuda yang ditinggalkan oleh seorang laki-laki atau perempuan dari satu generasi sebelumnya.
Ketiruananya itu di dalam praktek menjadi lebih terang dengan punahnya kelompok-kelompok kewangsaan dan penggabungan harta benda kesannya dan sebagainya. Bila suatu kelompok kerabat menjadi terlalu besar, maka ia memecah diri dan dengan demikian terbagilah pula harta kekayaan yang pada asasnya tidak sanggup dipecah-pecah. Jika harta kerabat tak terbagi semacam itu berada di tangan penggalan clan patrilineal, maka penerus-penerusnya terdiri atas bawah umur si suami (dan isterinya) beserta keturunan dari anak-anaknya laki-laki.
Kemungkinan-kemungkinan harta kekayaan itu tetap tak terbagi di karenakan:
1.      Kelompok kerabat mempunyai hak bersama atas harta tersebut.
2.       Harta tersebut spesialuntuk diwarisi oleh satu anak yaitu anak laki-laki tertua, anak perempuan tertua dan jikalau tidak ada anak laki-laki bungsu.
3.      Sesudah meninggalnya si pemilik, hatanya dijadikan harta keluarga sebagai keastuan tak terbagi.




Ahli Waris
Pada umumnya yang menajdi andal waris yaitu para masyarakat yang paling karib di dalam generasi diberikutnya, yaitu bawah umur yang dibesarkan di dalam keluarga/brayat si pewaris, yang pertama-tama mewarisi yaitu bawah umur kandung. Namun, pertalian dan solidaritas keluarga itu di sementara leingkungan aturan diterobos oleh ikatan dan pertautan kelompok kerabat yang tersusun unilineal. Pada kerabat-kerabat yang yaitu penggalan clan, maka dalam hal ini terasalah adanya ketegangan antara tuntutan hak dari kesatuan keluarga dengan tuntutan hak dari kerabat tersebut.
Bila keadaan-keadaan sosial berubah dan contohnya mengakibatkan peningkatan peraturan/pengembaraan dan oleh sebab itu juga tambahnya kehidupan brayat berdikari atau menjadikan tidak terpakainya rumah-rumah besar kerabat yang sangat berharga itu, yang berarti tambahnya rumah-rumah keluarga dan dengan demikian makin kuatnya ikatan hidup keluarga mandiri, maka relasi aturan yang berdasarkan ikatan/pertalian keluarga lebih besar lengan berkuasa daripada yang bertumpu kepada ikatan kerabat besar. melalui praktek pembekalan semasa hidup si pewaris, timbullah hak mewarisi bagi bawah umur terhadap harta keluarga sebagai keseluruhan.
Adapun hambatan-hambatan bagi bawah umur untuk mewarisi harta kekayaan orang tuanya ialah:
1.      Anak tidak mewarisi dari salah seorang di antara orang tuanya yang institusional tetap tinggal di dalam kelompok kerabatnya, sedangkan anak-anaknya tidak termasuk di dalamnya.
2.      Bagi anak di dalam tata sanak bersegi satu untuk mewaris dari kedua orang tuanya, yaitu bentuk perkawinan yang berakibat bahwa anak yang kawin dilepaskan dari paguyuban hidup kerabatnya yaitu perkawinan jujur dalam arti sepenuhnya dan bentuk tertentu dari perkawinan ambil anak.

Di dalam golongan bawah umur yang berhak mewaris di banyak sekali lingkngan aturan terjadi suatu differensiasi yang berafiliasi denga tak terbaginya harta (riil) orang tuanya dalam bentuk milik:
1.      Anak laki-laki tertua.
2.      Anak perempuan sulung.
3.      Anak laki-laki termuda.
4.      Anak laki-laki sulung dan bungsu.
Lembaga Hidup Waris
Titik pertama harta keluarga semenjak tiruanla diperuntukkan dasar hidup materiil bagi mereka yang lahir dari keluarga yang bersangkutan, mendapatkan realisasinya di dalam asas penggantian tempat, forum hidup waris. Keturunan dari anak (waris) yang meninggal menlampaui pewarisnya, mendapatkan porsi orang tuanya dari harta peninggalan kakeknya. Hanya peradilan agama yang kadang kala mengakibatkan penerobosan asas tersebut.
Kebersamaan Harta Perkawinan
Dalam hal ada kebersamaan harta perkawinan da tidak ada keturunan maka sepeninggal jodoh yang satu, yang tinggal hidup mewaris seluruh harta kekayaan/peninggalan. Jika jodoh terakhir inipun meninggal pula, maka harta tersebut dibagi sama rata di antara para masyarakat kerabat kedua pihak atau dua sepertiga untuk kerabat suami dan sepertiga bagi kerabat pihak isteri.
Pembagian sedemikian itu sanggup pula dilakukan sebelum jodoh terakhir meninggal, dan kadang kala mungkin dipaksakan lebih pertama realisasinya bila yang bersangkutan kawin lagi ataupun sebab alasan-alasan lain. Di wilayah-wilayah denga tata susunan parental sering terjadi bahwa tuntutan hak si janda atas nafkah dan atas bagiannya di dalam harta yang dihasilkan bersama semasa perkawinan dalam hal ada keturunan, pada ketika proteksi harta peninggalan itu direalisasikan dalam bentuk penunjukan penggalan yang kira-kira sama, sedangkan si suami sendiripun seringkali menjamin nafkah isterinya dengan jalan pengasingan/pewarisan hartanya sesama hidupnya.
Bagian-Bagian Harta Peninggalan
Harta peninggalan orang yang tutup usia tidak sanggup dipandang sebagai kesatuan lingkaran yang diwariskan dengan cara serupa. Di dalam harta itu mungkin terdapat:
  1. Benda-benda yang masih terpancang dalam ikatan kerabat tertentu.
  2. Benda-benda yang terkait pada ikatan keluarga.
  3. Benda-benda yang termasuk martabat tertentu.
  4. Benda-benda yang masih terpaut pada paguyuban aturan dalam ikatan tertentu, pada kesatuan tata susunan rakyat yang bila si pemegang hak individual meninggal sanggup dikuasai oleh hak purba paguyuban tersebut dengancara tertentu.
  5. Utang di samping piutang.
Harta Benda Kerabat
Perbedaan dalam pewarisan antara benda-benda yang berasal dari kerabat (harta warisan) dengan yang diperoleh secara berdikari di dalam keluarga, sering tampak terang dalam hal si pewaris tidak mempunyai anak maka barang asalnya kemabali kepada kerabatnya sendiri (agar tidak hilang), sedangkan benda-benda keluarganya jatuh ke tangan jodoh yang masih hidup. Telah kita ketahui bahwa di sementara lingkungan hukum, ikatan kerabat yang besar lengan berkuasa sanggup pula mempengaruhi pewarisan benda-benda yang diperoleh di dalam keluarga.
misal:
Tanah yang di kalangan orang-orang Batak Toba didiberikan sebagai hadiah perkawinan kepada anak perempuan, sepeninggal perempuan tersebut tetap tinggal pada suami dan kerabat laki-laki tersebut, dengan catatan bahwa pihak boru (kerabat si pria) hingga beberapa generasi dilarang menguasai tanah tersebut tanpa sepengetahuan pihak hula-hula (kerabat si wanita) dan mempersembahkan hak menlampaui beli kepada kerabat ini.
Harta Benda Keluarga
Perbedaan dalam pewarisan akhir solidaritas keluarga sanggup timbul berhubung dengan adanya perkawinan kedua.
misal:
Anak- anak dari perkawinan pertama mewaris harta benda yang diperoleh selama perkawinan tersebut, sedangkan bawah umur dari perkawinan kedua tidak. Sesuai dengan itu, ditetapkan bahwa harta benda rumah yang satu dilarang beralih ke rumah yang lain ditenpat-tempat lain dalam lingkungan aturan tersebut dikenal peribahasa aturan susila dengan maksud yang sama. Kesusahan-kesusahan akhir perkawinan ganda biasanya di atasi dengan cara serupa, melalui praktek pewarisan/pembekalan semasa hidup. Jika contohnya bawah umur dari perkawinan pertama sudah dikawinkan dan oleh sebab itu tidak lagi yaitu penggalan dari keluarga yang dibuat dalam perkawinan kedua, maka pada ketika ayahnya meningal, mereka tidak mewarisi harta benda yang sudah diperoleh di dalam perkawinan kedua, ambadunga mereka sudah menerima penggalan warisan dari harta keluarga pada perkawinan pertama, dalam pada itu mereka tetap sanggup menuntut hak atas barang-barang asal ayahnya.
Harta Benda Martabat Tertentu
Benda-benda keramat di dalam suatu kerabat sanggup terkait pada kualitas pemiliknya.
misalnya:
Benda-benda Kraton Kasepuhan Cirebon terpaut pada orang yang memperoleh (mewaris) martabat Sultan Sepuh. melaluiataubersamaini cara serupa, suatu gelar atau nama spesialuntuk sanggup diwarisi oleh keturunan yang berkarakter memadai. Dapat pula dikatakan bahwa andal waris milik khas kerabat itu menjadi pengurus yang sah.
Harta Benda Paguyuban Hukum
Sebagai manifestasi kewibawaannya ke dalam hak purba suatu paguyuban aturan atas tanah kadang kala mencegah pewarisan tanah pertanian, sebab dengan meninggalnya seorang masyarakat desa inti, tanahnya kembali ke dalam hak purba desa sepenuhnya dan selanjutnya didiberikan kepada masyarakat desa tingkat kedua yang menerima giliran. Bila tanah semacam itu biasanya diserahkan kepada waris si meninggal, maka ia melahirkan suatu tuntutan hak mewarisi tanah masyarakat desa inti, andaikata keadaan sosial memmenolong ke arah itu. tetapi hak mewaris itu seringkali bertemu dengan kekuatan berlakunya hak purba ke dalam, yang spesialuntuk mengizinkan hak-hak individual atas tanah-tanah pertanian hingga batas-batas tertentu, tidak lebih dan tidak kurang. Ini berarti bahwa dengan jalan pewarisan:
  1. Kesatuan milik tanah pribadi si pewaris dilarang dimenambahkan kepada kesatuan tanah yang sudah menjadi milik andal waris.
  2. Sebaliknya kesatuan milik tanah si pewaris tidak pula boleh dibagi-bagikan kepada para andal waris dalam kesatuan-kesatuan yang lebih kecil.
Larangan kumulasi dan pemecahan milik baku yang diizinkan oleh hak purba paguyuban hidup ituialah norma yang yaitu manifestasi berlakunya hak purba ke dalam. Larangan tersebut sanggup menimbulkan bentk-bentuk campuran, di situ pihak sebab berdasarkan banyak sekali alasan, norma itu secara formal hendak dipertahankan, sednagkan secara materiil terdapat toleransi terhadap pelanggaran atas prinsip tersebut.
misalnya:
Waris yang sudah mempunyai tanah pertanian masyarakat desa inti, mendaftarkannya atas nama isterinya atau anaknya laki-laki tertua, sednagkan is sendiri mendapatkan tanah pertanian mendiang ayahnya ataupun dua orang laki-laki bersaudara mendaftarkan tanah pertanian ayah mereka atas nama saudara yang tertua, tetapi selama hidup mereka selaku sebagai orang-orang yang masing-masing berhak atas separo tanah tersebut. Pamong desa memmenolong tindakan itu dengan jalan mendaftarkan tanah pertanian yang bersangkutan atas nama anak laki-laki tertua.
Utang
Utang-utang yang ada timbul pada dank arena selesai hidup si pewaris juga yaitu penggalan harta peninggalan, meskipun dalam arti negative. Aktiva yang terdapat di dalam harta peninggalan si mati pertama-tama boleh dan harus dimanfaatkan untuk perawatan dan pemakaman jenazah. Seorang waris bertindak berdasarkan hukum, jikalau ia untuk keperluan tersebut, atas tanggung balasan sendiri dalam batas-batas kepatutan menjual suatu penggalan dari kativa si pewaris. Biaya pemakaman berkedudukan menlampau. Asas ini berlaku di mana-mana. Selamatan-selamatan ada kalanya didanai oleh para andal waris dengan atau tanpa perhitungan dengan harta peninggalan kelak.
Ada dua macam titik pertama tidak sama para andal waris bertanggung gugat atas utang-utang si pewaris yang belum terbayar pada ketika meninggalnya.
  1. Norma yang berlaku sebagai titik pertama tanpa restriksi di beberapa lingkungan aturan yaitu para andal waris bertanggung gugat atas utang-utang si pewarianya. Tanggung gugat tersebut diperlunak dengan adanya:
a.       Kewajiban para kreditur untuk memdiberitahukan piutangnya kepada andal waris dalam waktu 40 hari sehabis si pewaris meninggal atau sebelum penyelenggaraan selamatan untuk kepentingan si meninggal.
b.      Pertimbangan bahwa dalam suasana sedih demikian itu terdapat alasan yang besar lengan berkuasa bagi kreditur untuk bersikap tolerant terhadap para andal waris untuk tidak menagih seluruh piutangnya.
  1. Titik pertama lain yang lebih sempit tetapi lebih umum berlakunya yaitu bahwa harus yang dipakai untuk membayar utang-utang si pewaris spesialuntuklah harta peninggalannya yang tidak terbagi. Titik tolak itu menimbulkan asas/norma di dalam aturan susila bahwa yang diwariskan spesialuntuklah sisa harta peninggalan.

Posting Komentar untuk "Materi Aturan Waris Adat"