Gadai
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gadai ialah suatu yang diperoleh seseorang piutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berpinjaman, atau oleh seorang lain atas namanya. Dan yang mempersembahkan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara dilampaukan dan pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menyelamatkannya sehabis barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus dilampaukan.[1]
Yang dimaksud dengan benda bergerak termasuk baik benda berwujud maupun tidak berwujud, contohnya surat-surat berharga atas tunjuk, yakni pembayaran sanggup dilakukan kepada orang yang disebut dalam surat itu atau kepada orang yang ditunjuk oleh orang itu (untuk surat-surat berharga, apabila diadakan gadai masih dibutuhkan penyumbatan dalam surat itu bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai) disamping endossement dibutuhkan juga penyerahan surat-surat berharga.[2] Dari apa yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi wacana gadai maupun duduk masalah yang mencakup gadai ini dalam cuilan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gadai?
2. Bagaimana ciri-ciri gadai berdasarkan KUH Perdata?
3. Bagaimana sifat gadai dan ruang lingkup objek gadai?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai
Gadai atau yang disebut juga dengan Pand, ialah salah satu kebendaan yang termasuk suatu forum jaminan yang di atur dalam buku ke II KUH Perdata. Menurut pasal 1150 KUH Perdata gadai yaitu suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkannya kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang mempersembahkan kepuasan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di lampaukan dari pada orang. Orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk menyelamatkannya sehabis barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana yang harus dilampaukan.
Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu barang bergerak kepunyaan orang lain, hak mana semata-mata diperjanjikan menyerahkan benit atas benda bergerak bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu barang dari pendapatan penjualan benda itu lebih lampau darin penagih-penagih lainnya.[3]
Sedangkan berdasarkan pendapat R. Wiyono Prodjodikoro yaitu:
“Gadai yaitu suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang suatu benda bergerak yang padanya diserahkan oleh si berutang atau oleh seorang lain atau namanya untuk menjamin pembayaran dukungan dan yang mempersembahkan hak kepada si berutang untuk dibayar lebih lampau dari berpiutang lainnya, yang diambil dari uang pendapatan penjualan barang itu”.[4]
Sedangkan berdasarkan R. Subekti, gadai yaitu sebagai diberikut :
“Perjanjian yang menjadikan bahwa tanahnya di serahkan untuk mendapatkan tunai ke sejumlah uang, dengan permufakatan bahwa si penyerah akan berhak mengembalikan tanah itu ke dirinya sendiri dengan jalan membayar sejumlah uang yang sama maka perjanjian (transactie) dinamakan gadai tanah (Ground Verpanding).”[5]
B. Ciri-ciri Gadai Menurut KUH Perdata
Gadai yaitu hak yang tidak sanggup dibagi-bagi, dimana sebagian pembayaran tidak membebaskan sebagian benda yang digadaikan diatur dalam pasai 1160 KUH Perdata. Maksudnya hak gadai sebagai jaminan kebendaan haruslah dibayar atau dilunasi secara keseluruhan. Sedangkan yang menjadi ciri-ciri dari gadai yang diatur berdasarkan KUH Perdata yaitu sebagai diberikut.
1. Benda yang menjadi objek gadai yaitu benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
2. Benda gadai harus diserahkan oleh pemdiberi gadai kepada pemegang gadai.
3. Perjanjian gadai ialah perjanjian yang bersifat Accesoir yaitu adanya hak dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian pokok contohnya perjanjian kredit.
4. Tujuan adanya benda jaminan, yaitu untuk mempersembahkan jaminan bagi pememegan gadai bahwa di kemudian hari piutangnya niscaya dibayar.
5. Pelunasan tersebut di lampaukan dari kreditur-kreditur lainnya.
6. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang.jaminan di lunasi terlebih lampau dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Barang yang sanggup dijadikan jaminan yaitu :
1. Perhiasan yang, terdiri dari emas, perak, permata dan lain-lain yang tidak terbatas baik bentuk maupun jumlah beratnya.
2. Barang yang digolongkan tekstil ibarat batik/kain, sarung tenun, permadani dan lain lain.
3. Jam-jam ibarat jam tangan, jam kantong, jam lonceng dan lain-lain.
4. Barang elektro ibarat TV, Komputer (Laptop), Radio, Tape Recorder, Hand Phone, dan lain sebagainya.
5. Barang bermotor ibarat sepeda motor dan kendaraan beroda empat dengan catatan untuk sepeda motor yang usianya 5 tahun terakhir kecuali merek Honda biasanya yang pembuatannya tahun 1998.
Misalnya :
Untuk jenis sepeda motor merek astrea yang di gadaikan tahun 2006 sanggup diterima sepeda motor tersebut dan pembuatannya tahun 2000. Syarat lainnya untuk barang bermotor itu harus menyediakan surat-surat berupa STNK, BPKB, dan lain-lain. Barang lain , alat rumah tangga ibarat mesin jahit, mesin cuci, blender dan lain-Iain.
C. Sifat-sifat Gadai
1. Gadai yaitu hak kebendaan
Dalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak disebutkan sifat gadai, namun demikian sifat kebendaan ini sanggup diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”. Oleh lantaran hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai ialah hak kebendaan alasannya yaitu revindikasi ialah ciri khas dari hak kebendaan.
Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda ibarat eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Benda gadai memang harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari benda tersebut guna membayar piutangnya.
2. Hak gadai bersifat accesoir
Hak gadai spesialuntuk ialah perhiasan saja dari perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian pinjam uang. Oleh lantaran itu sanggup dikatakan bahwa seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan mustahil seseorang sanggup mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Makara hak gadai ialah hak perhiasan atau accesoir, yang ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang ialah perjanjian pokoknya.
melaluiataubersamaini demikian hak gadai akan hapus kalau perjanjian pokoknya hapus. Beralihnya piutang membawa serta beralihnya hak gadai, hak gadai berpindah kepada orang lain bersamasama dengan piutang yang dijamin dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan yang bangkit sendiri melainkan accesoir terhadap perjanjian pokoknya.
3. Hak gadai tidak sanggup dibagi-bagi
Karena hak gadai tidak sanggup dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian dukungan tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap membebani benda gadai secara keseluruhan. Dalam Pasal 1160 KUH Perdata disebutkan bahwa :
“Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau debitur meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa hebat waris.“
Ketentuan ini tidak ialah ketentuan aturan memaksa, sehingga para pihak sanggup memilih sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat tidak sanggup dibagi-bagi dalam gadai ini sanggup disimpangi apabila sudah diperjanjikan lebih lampau oleh para pihak.
4. Hak gadai yaitu hak yang dilampaukan
Hak gadai yaitu hak yang dilampaukan. Ini sanggup diketahui dari ketentuan Pasal 1133 dan 1150 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai mempunyai hak untuk dilampaukan daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditor pemegang gadai mempunyai hak menlampau (droit de preference). Benda yang menjadi obyek gadai yaitu benda bergerak baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh.
5. Hak gadai
Adalah hak yang berpengaruh dan simpel penyitaannya. Menurut Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata ditetapkan bahwa: “Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali kalau undang-undang memilih sebaliknya“. Dari suara pasal tersebut terang bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang kuat. Di samping itu kreditor pemegang gadai yaitu termasuk kreditor separatis. Selaku separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan si debitor.
Kemudian apabila si debitor wanprestasi, pemegang gadai sanggup dengan simpel menjual benda gadai tanpa memerlukan perantaraan hakim, asalkan penjualan benda gadai dilakukan di muka umum dengan lelang dan berdasarkan kebiasaan setempat dan harus memdiberitahukan secara tertulis lebih lampau akan maksud-maksud yang akan dilakukan oleh pemegang gadai apabila tidak ditebus (Pasal 1155 ayat (2) KUH Perdata). Makara di sini program penyitaan lewat juru sita dengan ketentuan-ketentuan berdasarkan Hukum Acara Perdata tidak berlaku bagi gadai.[6]
D. Hapusnya Gadai Menurut KUH Perdata dan Peraturan Perum Pegadaian
Setiap ada pertama niscaya ada simpulan setiap permasalahan niscaya ada penyelesaian. Begitu juga dengan gadai niscaya akan ada pula hapus atau berakhirnya hak gadai. Berakhirnya persetujuan gadai yaitu ialah rentetan, sehabis terlaksananya persetujuan.
Mengenai cara berakhirnya atau hapusnya suatu gadai berdasarkan KUH Perdata yaitu sebagai diberikut:
1. Hak gadai hapus apabila dukungan sudah dibayar oleh si berutang.
2. Hak gadai hapus apabila barang yang di gadaikan keluar dari kekuasaan si akseptor gadai.
3. Apabila sudah dilepaskan oleh akseptor gadai melunasi atas dasar atau kemauan sendiri dari akseptor gadai maka akseptor gadai mengembalikan barang yang digadai pada pemdiberi gadai.
4. Karena persetujuan gadai bersifat uccessoir yang kalau perjanjian pokok berakhir maka dengan sendirinya gadaipun berakhir.
5. Bila barang yang digadaikan musnah atau terbakar diluar kehendak atau kemampuan pemegang gadai. Dimana akseptor dan pemdiberi gadai sama-sama mengalami.
6. Barang gadai menjadi milik dari si pemegang gadai atas kesepakatan atau persetujuan dari si pemdiberi gadai (pengalihan hak milik atas kesepakatan).
Berakhirnya gadai sanggup juga berakhir apabila tanah gadai musnah lantaran musibah atau lainnya, maka perjanjian gadai berakhir dan pemegang gadai tidak berhak untuk meminta uang gadainya kembali dari penggadai.
E. Ruang Lingkup Objek Gadai
Didalam perjanjian gadai objek-objek gadai berdasarkan aturan perdata tersebut selalu mengikuti dari perjanjian gadai. Objek tersebut mempunyai kekuatan aturan sesuai dengan hak kebendaan yang selalu mengikat dalam suatu perjanjian gadai. Hak kebendaan tersebut di dalam aturan perdata mengandung ciri-ciri sebagai diberikut :
a. Benda yang dijadikan sebagai benda jaminan senantiasa dibebani hak tanggungan. Hal ini sanggup kita lihat dengan terang sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.
b. Si berpiutang yang memegang gadai menuntut haknya untuk mendapatkan pelunasan pembayaran dukungan dengan satu pembuktian pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata yang berbunyi sebagai diberikut "Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok".
c. Objeknya yaitu benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
d. Hak gadai ialah hak yang dilakukan atas pembayaran dari pada orang-orang berpiutang lainnya.
e. Benda yang dijadikan objek gadai ialah benda yang tidak dalam sengketa dan bermasalah.
f. Benda gadai harus diserahkan oleh pemdiberi gadai kepada pemegang gadai
g. Semua barang bergerak sanggup diterima sebagai jaminan sesuai dengan kriteria-kriteria pihak Perum Pegadaian.[7]
F. Pelunasan dari Hasil yang digadaikan
Pasal 1200-1206 bekerjasama dengan hak-hak dan wajib-wajib dari pemegang gadai yang sanggup dibela dalam hak-hak dan kewajiban yang ada selama adanya hak gadai dan hak-hak beserta kewajiban yang bekerjasama dengan pengambilan pelunasan yang sanggup dilakukan oleh pemegang gadai atas benda yang digadaikan dalam wanprestasi dari debitur. Arti dari hak gadai terdiri antara lain dari hal bahwa kreditur atau pemegang gadai yaitu wewenang untuk melaksanakan penjualan atas kuasa sendiri benda yang digadaikan. Apabila debitur atau pemdiberi gadai tidak memenuhi kewajibannya. Dalam umumnya kreditur sanggup menguatkan benda yang digadaikan tersebut untuk mengambil pelunasan uang pokok, bunga dan biaya-biaya tanpa diharuskan pertama-tama memancing suatu penghukuman debitur oleh pengadilan. Dalam pada itu, ia terikat pada ketentuan untuk memperhatikan beberapa aturan yang dicantumkan dalam pasal 1201.
Dari hal tersebut perlu kita ketahui bahwa bagaimanapun juga dilarang terjadi dalam hal debitur melaksanakan wanprestasi. Dari pihak pemdiberi gadai dapatlah si pemegang gadai, berdasarkan pasal 1201 dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang harus ada dalam pasal-pasal tersebut menyuruh biar benda tersebut dijual tetapi disamping itu pasal 1201 mempersembahkan kepadanya hak untuk bekerjasama dengan hakim dan untuk menuntut biar hakim menemukan suatu cara tertentu bagi penjualan benda yang digadaikan tersebut. Agar hakim menyetujui benda-benda yang digadaikan diterima oleh si pemegang gadai sebagai pembayar untuk sejumlah uang tertentu, jumlah mana akan diputuskan oleh hakim.
Jika para pihak pada ketika mengadakan perjanjian gadai sudah menghendaki untuk mengadakan peraturan wacana cara memperjuangkan benda yang digadaikan dalam hal demikianlah Hoge Raad ( 1 April 1927), tidak dibenarkan pemdiberian wewenang untuk pengambilan pelunasan dengan penjualan dibawah tangan, tetapi tidak dibolehkan ialah memilih bahwa si pemegang gadai spesialuntuk atau sanggup menempuh cara bertindak sebagaimana ditentukan dalam pasa 1203.
Jika para pihak pada ketika mengadakan perjanjian gadai sudah menghendaki untuk mengadakan peraturan wacana cara memperjuangkan benda yang digadaikan dalam hal demikianlah Hoge Raad ( 1 April 1927), tidak dibenarkan pemdiberian wewenang untuk pengambilan pelunasan dengan penjualan dibawah tangan, tetapi tidak dibolehkan ialah memilih bahwa si pemegang gadai spesialuntuk atau sanggup menempuh cara bertindak sebagaimana ditentukan dalam pasa 1203.
Sesudah perjanjian benda yang digadaikan, kreditur wajib untuk mempertanggungjawabankan hasil (pengurangan) kepada debitur dan untuk membayar kepadanya sisa lebihnya. Dalam hal kepailitan sesuai pemegang gadai berkedudukan ebagai yang disebut separatis. Hogd Raad mengemukakan bahwa suatu penetapan expasal 1202 belum menunjukan adanya hak gadai, alasannya yaitu piutang yang bersangkutan tidak ditujukan pada sebuah penetapan pengadilan terkena adanya hak gadai (Ares. H. R. 25 Januari 1934). Dan selanjutnya terkena cell-cell atas tunjuk, bahwa orang yang menerbitkan “cell cell” itu wajib kepada setiap pemegang yang jujur jadi c.q juga kepada si pemegang gadai yang sehabis penyerahan barang harus berbuat berdasarkan pasal 1201 dengan barang-barang itu.[8]
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Dari apa yang sudah dijelaskan diatas, sanggup diambil kesimpulan bahwa gadai yaitu suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau seorang lain atas namanya, dan yang mempersembahkan kekuasaan kepada kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang-barang tersebut secara dilampaukan daripada kreditur-kreditur lainnya. Hak dan kewajiban pemegang gadai yaitu ia berhak untuk menahan barang-barang yang dipertanggungkan selama pinjaman-pinjaman dan bertanggung tanggapan kepada kerugian apabila lantaran kesalahannya barang yang dipertanggungkan menjadi hilang.
Dalam pelunasan dari hasil yang digadaikan disini sanggup dijelaskan bahwa hak gadai kreditur atau pemegang gadai mempunyai wewenang untuk melaksanakan penjualan atas kuasa sendiri benda-benda yang digadaikan. Apabila debitur atau pemdiberi gadai tidak memenuhi kewajibannya. Dalam umumnya kreditur sanggup menguangkan benda yang digadaikan tersebut untuk mengambil pelunasan uang pokok, bunga dan biaya-biaya, tanpa diharuskan pertama-tama memancing suatu penghukuman debitur oleh pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1997.
R. Wiryono, Prodjodikoro, Hukum Perdata Hak Atas Benda, Jakarta: Pembimbing Massa, 1993.
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemdiberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Jakarta: PT. intermassa.
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: Alumni Bandung, 1992.
Artikel :
Hadi Muttaqin, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=pengertian-dan-sifat-sifat-gadai diakses Jum’at, tanggal 15 November 2013.
Sunaryo hadi, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=pengertian-dan-sifat-sifat-gadai diakses Sabtu, tanggal 15 November 2013.
https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=pengertian-dan-sifat-sifat-gadai diakses Sabtu, tanggal 15 November 2013, jam 19:00 Wib.
[2] ibid
[3] R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1997), h. 65
[4] R. Wiryono, Prodjodikoro, Hukum Perdata Hak Atas Benda, (Jakarta: Pembimbing Massa, 1993), h. 180
[5] R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemdiberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. intermassa), h. 112
https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=pengertian-dan-sifat-sifat-gadai diakses Jum’at, tanggal 15 November 2013, jam 19:00 Wib.
[7] Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perjanjian Adat, (Bandung: Alumni Bandung, 1992), h. 19
[8] Sunaryo hadi, https://tombakilmukita.blogspot.com//search?q=pengertian-dan-sifat-sifat-gadai, op.cit.
Posting Komentar untuk "Gadai"