Penyitaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang sanggup melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan spesialuntuk sanggup dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut sanggup dilakukan penyidik lebih lampau dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.
Dan juga dalam Pasal 39 KUHAP, benda-benda yang sanggup dikenakan penyitaan, maka Pasal 46 KUHAP juga sudah mengatur ihwal prosedur pengembalian benda sitaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi penyitaan ?
2. Bagaimana dengan sita jaminan ?
3. Apa yang dimaksud dengan sita conservatoir dan sita revindicatoir ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Penyitaan
Penyitaan yaitu salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, Pasal 38 s/d 46 KUHAP, Pasal 82 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP dalam konteks Praperadilan, Pasal 128 s/d 130 KUHAP, Pasal 194 KUHAP, dan Pasal 215 KUHAP.
Definisi dari Penyitaan sudah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, yaitu:
“Penyitaan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”
Oleh alasannya yaitu Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang sanggup melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan spesialuntuk sanggup dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut sanggup dilakukan penyidik lebih lampau dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.
Menurut Pasal 39 KUHAP, benda-benda yang sanggup dikenakan penyitaan adalah:
· Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
· Benda yang sudah dipergunakan secara eksklusif untuk melaksanakan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
· Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
· Benda yang khusus dibentuk atau diperuntukkan melaksanakan tindak pidana;
· Benda lain yang mempunyai kekerabatan eksklusif dengan tindak pidana yang dilakukan.
Contoh yang sederhana dan sering terjadi di sekitar kita. Misalnya kasus pencurian sepeda motor milik seseorang, yang pelaku pencuriannya tersebut sudah tertangkap oleh pihak kepolisian. Dalam kasus pencurian tersebut, sepeda motor yang ialah milik yang sah dari orang tersebut tentunya akan disita sebagai barang bukti oleh penyidik, dengan tujuan untuk kepentingan pembuktian dalam kasus tersebut.
Dalam kasus tersebut, pemilik yang sah dari sepeda motor tersebut (yang sanggup dibuktikan dengan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor/BPKB dan Surat Tanda Nomor Kendaraan/STNK), akan berkapasitas sebagai saksi korban/saksi pelapor, yang akan mempersembahkan keterangan kepada penyidik bahwa benar sepeda motor tersebut yaitu miliknya. Keterangan pemilik sepeda motor tersebut akan dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang menjadi contoh dibuatnya surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, sebagai dasar bagi hakim dalam menjatuhkan putusan.
Untuk melindungi kepentingan publik, dalam hal ini yaitu pemilik yang sah dari benda yang disita oleh Penyidik tersebut, maka Pasal 46 KUHAP juga sudah mengatur ihwal prosedur pengembalian benda sitaan, yaitu:
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila:
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut alasannya yaitu tidak cukup bukti atau ternyata tidak ialah tindak pidana;
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau kasus tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melaksanakan suatu tindak pidana.
(2) Apabila kasus sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jikalau berdasarkan putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan hingga tidak sanggup dipergunakan lagi atau jikalau benda tersebut masih diharapkan sebagai barang bukti dalam kasus lain.”
Berdasarkan ketentuan diatas, sanggup disimpulkan bahwa secara hukum, sepeda motor yang menjadi barang bukti dalam kasus pencurian tersebut akan dikembalikan kepada orang yang paling berhak (pemiliknya)/kepada mereka yang namanya disebut dalam Putusan Pengadilan tersebut.[1]
Penyitaan spesialuntuk sanggup dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan mustahil untuk mendapat surat izin terlebih lampau, tanpa mengurangi ketentuan diatas, penyidik sanggup melaksanakan penyitaan spesialuntuk atas benda bergerak dan untuk wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya (pasal 38).
Benda yang berada dalam sitaan alasannya yaitu kasus perdata atau alasannya yaitu pailit sanggup juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili kasus pidana, sepanjang memenuhi ketentuan diatas dalam pasal 39.
Dalam hal ketahuan penyidik sanggup menyita benda dan alat yang ternyata patut diduga sudah dipergunakan untuk melaksanakan tindak pidana atau benda lain yang sanggup digunakan sebagai barang bukti dalam pasal 40.
Dalam hal ketahuan penyidik berwenang menyita paket atau surat benda yang penyangkutannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, perusahaan, pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, pengangkutan yang bersangkutan, harus didiberikan surat tanda penerimaan.
Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang sanggup disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan investigasi dan kepada yang menyerahkan benda itu harus didiberikan surat tanda penerimaan. Surat atau goresan pena lain spesialuntuk sanggup diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jikalau surat atau goresan pena itu berasal dari tersangka atau ditujukan kepadanya jikalau benda tersebut ialah alat untuk melaksanakan tindak pidana dalam pasal 42. [2]
B. Sita Jaminan
Sita jaminan mengandung arti, bahwa untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan di kemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses kasus berlangsung terlebih lampau disita, atau dengan lain perkataan bahwa terhadap barang-barang yang sudah disita tidak sanggup dialihkan, diperjual-belikan atau dipindah-tangankan kepada orang lain. Ini yaitu menyangkut sita conservatoir ( conservatoir beslag).
Selain itu bukan spesialuntuk barang-barang tergugat saja yang sanggup disita, demikian juga halnya terhadap barang bergerak milik penggugat sendiri yang ada dalam kekuasaan tergugat sanggup pula diletakkan sita jaminan. Sita ini dinamakan adalah sita revindicatoir.
Apabila dengan putusan hakim pihak penggugat dimenangkan dan gugat dikabulkan, maka sita jaminan tersebut secara otomatis ditetapkan sah dan berharga, kecuali kalau dilakukan secara salah. Namun dalam hal pihak penggugat yang dikalahkan, maka sita jaminan yang sudah diletakkan akan diperintahkan untuk diangkat.
Dalam hal sudah dilakukan sita revindicatoir, maka apabila sita revindicatoir tersebut ditetapkan sah dan berharga, terhadap barang yang disita itu akan diperintahkan semoga diserahkan kepada penggugat. Dilakukan atau tidaknya sita jaminan mempunyai makna yang penting, lebih-lebih pada remaja ini di mana forum pelaksanaan putusan telebih lampau "tidak berfungsi". Oleh alasannya yaitu itu sita jaminan hendaknya selalu dimohon semoga diletakkan terutama dalam perkar-perkara besar. Ketentuan yang termuat dalam pasal 178 ayat (3) HIR yaitu bahwa hakim tidak boleh akan menjatuhkan putusan atas kasus yang tiada dituntut atau akan meluluskan lebih daripada yang dituntut. Hal ini berarti bahwa apabila sita jaminan sudah tidak dimohonkan, maka hakim tidak akan memerintahkan untuk meletakkan sita jaminan. Hendaknya pula tidakboleh dilupakan untuk memohon semoga pensitaan tersbut ditetapkan sah dan berharga.
C. Sita Conservatoir dan Sita Revindicatoir
Sita conservatoir diatur dalam pasal 227 HIR yang intisari dari pasal tersebut yaitu :
a. Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari nalar akan mengpetangkan atau melarikan barang-barangnya;
b. Barang yang disita itu ialah barang kepunyaan orang yang terkena sita, artinya bukan milik penggugat;
c. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang menyidik kasus yang bersangkutan;
d. Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
e. Sita Conservatoir sanggup dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang bergerak dan yang tidak bergerak.
Perkataan conservatoir yaitu berasal dari perkataan conserveren, yang berarti menyimpan. Makna perkataan conservatoir beslag ialah untuk menyimpan hak seseorang yaitu untuk menjaga semoga penggugat tidak dirugikan oleh perbuatan tergugat.
Sedangkan Sita Revindicatoir diatur dalam pasal 226 HIR. Penyitaan tersebut harus atas barang bergerak tertentu, terperinci, yang berada di tangan tergugat dan diajukan atas usul penggugat selaku pemilik dari barang tersebut. Perkataan revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer yang artinya mendapatkan. Perkataan revindicatoir beslag mengandung pengertian penyitaan untuk mendapat hak kembali. Maksud penyitaan ini yaitu semoga barang yang digugat itu tidakboleh hingga dihilangkan selama proses berlangsung.
Dari pasal 226 HIR, bahwa untuk sanggup diletakkan sita revindicatoir itu adalah:
a. Harus berupa barang bergerak;
b. Barang bergerak tersebut yaitu ialah barang milik penggugat yang berada di tangan tergugat;
c. Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri;
d. Permintaan mana sanggup diajukan secara mulut atau tertulis;
e. Barang tersebut harus diterangkan dengan seksama dan terperinci.
Persamaan dari sita revindicatoir dan sita conservatoir terletak dalam maksudnya, yaitu :
a. Untuk menjamin somasi apabila di kemudian hari ternyata dikabulkan;
b. Dapat ditetapkan sah dan berharga apabila dilakukan berdasarkan cara yang ditentukan undang-undang dan dalam hal gugat dikabulkan;
c. Dalam hal gugat ditolak atau ditetapkan tidak sanggup diterima, maka baik sita conservatoir maupun sita revindicatoir akan diperintahkan untuk diangkat.
Tentang cara dan siapa yang harus melakukan, menjalankan pensitaan itu, serta akhir hukumnya suatu pensitaan diatur dalam pasal 197, 198 dan 199 HIR. Yang pada pokoknya yaitu :
a. Pensitaan dijalankan oleh Panitera Pengadilan Negeri;
b. Apabila Panitera berhalangan, ia diganti oleh orang lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri, dalam praktek biasanya dijalankan oleh Panitera luar biasa;
c. Teknik penunjukannya cukup dilakukan dengan penyebutan dalam perintah; hal ini berarti, bahwa sebelum pensitaan dilakukan harus terlebih lampau ada surat perintah dari Ketua;
d. Tentang dilakukannya pensitaan harus dibentuk diberita acaranya dan isi diberita program tersebut harus didiberitahukan kepada orang yang disita barangnya, apabila ia hadir;
e. Panitera atau penggantinya dalam melaksanakan pensitaan harus disertai oleh dua orang saksi, yang nama, pekerjaan dan daerah tinggalnya disebutkan dalam diberita program itu dan para saksi ikut menanhadirani diberita acara;
f. Saksi-saksi tersebut biasanya pegawai Pengadilan, setidak-tidaknya harus sudah remaja dan harus orang yang sanggup dipercaya;
g. Pensitaan boleh dilakukan atas barang-barang yang bergerak yang juga berada di tangan orang lain, akan tetapi binatang dan perkakas yang sungguh-sungguh mempunyai kegunaan bagi yang disita untuk menjalankan pencaharian, tidak boleh disita;
h. Barang-barang yang tidak tetap yang disita itu seluruhnya atau sebagiannya harus dibiarkan berada di tangan orang yang disita atau barang-barang itu dibawa untuk disimpan di daerah yang patut;
i. Dalam hal barang-barang tersebut tetap dibiarkan di tangan orang yang disita, hal itu didiberitahukan kepada Pamong desa supaya ikut mengawasi semoga tidakboleh hingga barang-barang tersebut dipindah tangankan atau dibawa lari oleh orang tersebut;
j. Bangunan rumah orang-orang Indonesia yang tidak menempel kepada tanah ( Opstal Bumiputera ), tidak boleh dibawa ke daerah lain;
k. Terhadap penyitaan barang tetap, maka diberita acaranya harus diumumkan, dicatat dalam buku letter C di desa, dicatat dalam buku tanah di Kantor Kadaster dan salinan diberita program dimuat dalam buku yang khusus disediakan untuk maksud itu di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dengan menyebut jam, tanggal, hari, bulan dan tahun dilakukannya;
l. Pegawai yang melaksanakan penyitaan harus memdiberi perintah kepada Kepala Desa supaya ihwal adanya pensitaan barang yang tidak bergerak itu diumumkan sehingga diketahui khalayak ramai;
m. Sejak diberita program penyitaan diumumkan, pihak yang disita barangnya itu tidak boleh lagi memindahkan, memberatkan atau menyewakan barang tetapnya yang sudah disita itu kepada orang lain. Perkataan memberatkan di atas berarti pula memborgkan, menggadaikan, menghipotikkan.[3]
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Penyitaan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Penyitaan spesialuntuk sanggup dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
benda-benda yang sanggup dikenakan penyitaan adalah:
· Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
· Benda yang sudah dipergunakan secara eksklusif untuk melaksanakan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
· Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
· Benda yang khusus dibentuk atau diperuntukkan melaksanakan tindak pidana;
· Benda lain yang mempunyai kekerabatan eksklusif dengan tindak pidana yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
[1]http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5190a6861fe04/masalah-penyitaan-dan-benda-sitaan, diakses pada hari Rabu, 18 September 2013, jam 09:00 Wita.
[2] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1989, 366-369.
[3] file:///F:/hukum-acara-perdata-penyitaan.html, diakses pada hari Senin, 23 September 2013, jam 09:30 Wita.
Posting Komentar untuk "Penyitaan"