Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan Aturan Dan Kekuasaan




BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Hukum dan kekuasaan ialah dua hal yang tidak sama namun saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum yakni suatu sistem aturan-aturan wacana sikap manusia. Sehingga aturan tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan kekuasaan yakni kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi sikap seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan harapan perilaku. Bisa dibayangkan dampak apabila aturan dan kekuasaan saling berpengaruh. Di satu sisi kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka akan terjadi kompetisi ibarat halnya yang terjadi di alam.Siapa yang kuat, maka dialah yang menang dan berhak melaksanakan apapun kepada siapa saja. Sedangkan aturan tanpa ada kekuasaan di belakangnya, maka aturan tersebut akan “mandul” dan tidak bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Hal ini alasannya yakni masyarakat tidak mempunyai ikatan kewajiban dengan si pengeluar kebijakan. Sehingga masyarakat berhak melaksanakan hal-hal yang di luar aturan yang sudah dibuat dan di sisi lain pihak yang mengeluarkan aturan tidak bisa melaksanakan paksaan ke masyarakat untuk mematuhi hukum.
    Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara aturan dan kekuasaan saling bekerjasama dalam bentuk saling besar lengan berkuasa satu sama lain. Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan yakni mana yang menjadi hal yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang dipengaruhi. Antara aturan dan kekuasaan saling besar lengan berkuasa satu sama lain atau bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi aturan yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu sebaliknya.Namun tetap tidak sanggup dipungkiri bahwa proporsi dari kekuasaan dalam mempengaruhi aturan lebih berperan atau menyentuh ke ranah substansial dalam artian aturan dijadikan “kendaraan” untuk melegalkan kebijakan-kebijakan dari yang berkuasa. Sedangkan aturan dalam mempengaruhi kekuasaan spesialuntuk menyentuh ke ranah-ranah formil yang berarti spesialuntuk mengatur bagaimana cara membagi dan menyelenggarakan kekuasaan ibarat yang ada dalam konstitusi.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan kasus yang hendak di bahas yakni sebagai diberikut:
1.      Bagaimana  hubungan aturan terhadap kekuasaan ?
2.      Bagaimana fungsi aturan terhadap kekuasaan?
3.      Bagaimana fungsi kekuasaan terhadap hukum?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi salah satu kiprah mata kuliah Filsafat Hukum
2.      Ingin mendeskripsikan korelasi aturan terhadap kekuasaan
3.      Ingin mengetahui fungsi aturan terhadap kekuasaan
4.      Ingin mengambarkan fungsi kekuasaan terhadap hukum 

 
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN HUKUM DAN KEKUASAN


A.         Pengertian Hukum
Hukum yakni sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam banyak sekali cara dan bertindak, sebagai mediator utama dalam korelasi sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam aturan pidana, aturan pidana yang berupayakan cara negara sanggup menuntut pelaku dalam konstitusi aturan menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, proteksi hak asasi insan dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif aturan dipakai untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara aturan internasional mengatur problem antara berdaulat negara dalam aktivitas mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi aturan akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Para hebat aturan dalam pandangan mereka mengemukakan wacana aturan tidak sama satu sama lain. Perbedaan pandangan itu sanggup dilihat dari pengertian aturan yang mereka kemukakan. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu sanggup diklasifikasikan dalam tiga kelompok.
Pertama, aturan diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya Viktor Hugo yang mengartikan aturan sebagai kebenaran dan keadilan. Grotiusmengemukakan bahwa aturan yakni suatu aturan tabiat tindakan yang wajib yang ialah sesuatu yang benar. Pembahasan aturan dalam konteks nilai-nilai berarti memahami aturan secara filosofi alasannya yakni nilai -nilai ialah abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.
Kedua, aturan diartikan sebagai asas-asas mendasar dalam kehidupan masyarakat definisi aturan dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond yang menyampaikan “hukum ialah kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”
Ketiga, aturan diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laris dalam kehidupan masyarakat. Vinogradoff mengartikan aturan sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap insan dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang beropini bahwa aturan yakni suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur sikap lahir dan berdasarkan pertimbangan

B.            Tujuan Hukum
    sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat terkena tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para hebat :
    1. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bab yang sama pula.
                              
          2. Prof. Mr. Dr. LJ. vanApeldoorn :
Tujuan aturan yakni mengatur korelasi antara sesama insan secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. melaluiataubersamaini menimbang kepentingan yang berperihalan secara teliti dan seimbang.
          3. Geny :
Tujuan aturan semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada umumnya aturan ditujukan untuk mendapat keadilan, menjamin adanya kepastian aturan dalam masyarakat serta mendapat kemanfaatan atas dibentuknya aturan tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah biar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap masalah harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.

C.           Unsur Unsur dan Ciri Ciri Hukum
          Para hebat aturan di Indonesia berkesimpulan bahwa Hukum itu mempunyai unsur-unsur dan ciri-ciri hukum.
Unsur-unsur aturan meliputi :
1. Peraturan terkena tingkah laris insan dalam bermasyarakat
2. Peraturan tersebut dibuat oleh tubuh yang berwenang
3. Peraturan itu secara umum bersifat memaksa
4. Sanksi sanggup dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau perundang-undangan yang berlaku.
Maksud dari uraian unsur-unsur aturan di atas yakni bahwa aturan itu mencakupkan peraturan dalam kehidupan bermasyarakat, aturan itu diadakan oleh tubuh yang berwenang yakni dewan legislatif dengan persetujuan tubuh direktur begitu pula sebaliknya, secara umum aturan itu bersifat memaksa yakni aturan itu tegas bila dilanggar sanggup dikenakan hukuman ataupun hukumnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan Ciri-ciri aturan antara lain :
1. terdapat perintah ataupun larangan dan
2. perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap orang
Tiap-tiap orang harus bertindak demikian untuk menjaga ketertiban dalam bermasyarakat. Oleh alasannya yakni itu, aturan meliputi banyak sekali peraturan yang memilih dan mengatur korelasi antara orang yang satu dengan orang yang lain yang sanggup disebut juga kaidah aturan yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan.

D.           Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan yakni kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang didiberikan, kewenangan dihentikan dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laris orang atau kelompok lain sesuai dengan harapan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan ialah kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan sanggup berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan yakni kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain berdasarkan kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver menyampaikan bahwa Kekuasaan yakni kemampuan untuk mengendalikan tingkah laris orang lain baik secara pribadi dengan jalan memdiberi perintah / dengan tidak pribadi dengan jalan memakai tiruana alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
Menurut Lasswell dan Kaplan kekuasaan yakni korelasi atau korelasi antara seseorang atau kelompok terhadap kelompok lainnya dimana salah satu individu atau kelompok bisa mendeterminasi imbas yang lain. Van Doorn menyatakan bahwa kekuasaan yakni kemungkinan membatasi alternatif-alternatif tingkah laris orang-orang atau kelompok-kelompok lain sesuai dengan tujuan-tujuan seseorang atau suatu kelompok. Valkenvurgh menambahkah kekuasaan yakni suatu korelasi yang melahirkan kemungkinan membatasi alternatif-alternatif tingkah laris dari orang atau kelompok yang lain.
Kekuasaan dalam beberapa definisi tersebut di atas spesialuntuk diartikan sebagai suatu ‘pembatasan’ dan tidak ekspansi alternatif-alternatif tingkah laris atau sikap politik. Definisi lain yang bekerjsama juga tidak komprehensif diutarakan oleh Parsons dan Deutch yang menganggap kekuasaan sebagai alat tukar-menukar dan alat pembayaran yang unggul di dalam politik. Menurut pandangan ini, seorang politisi memperoleh kekuasaan dalam bentuk proteksi dari para konstituen dan memdiberi kekuasaan dalam bentuk keputusan-keputusan kebijaksanaan. Penggunaan kekuasaan yang efektif dan efisien seringkali dinamakan penguasaan (control).
Penggunaan kekuasaan yakni salah satu masukana yang paling banyak dipakai dan yang paling bervariasi dalam politik. Apabila tujuan utama suatu budi politik yakni memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, maka kita bekerjsama membicarakan politik kekuasaan. Namun, terlalu menyamaratakan atau menyederhanakan bila kita menganggap bahwa tiruana politik yakni politik kekuasaan. Kekuasaan kadang kala bukan menjadi tujuan, tetapi masukana atau tujuan untuk tujuan-tujuan lainnya. Kekuasaan juga sanggup diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laris orang atau kelompok lain sesuai dengan tujuan-tujuan seseorang atau kelompok yang menjadi aktor.
Kekuasaan dalam kaitannya dengan kasus kenegaraan, sanggup dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kekuasaan negara dan kekuasaan masyarakat. Kekuasaan Negara berkaitan dengan otoritas negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara tertib dan damai. Kekuasaan masyarakat yakni kekuatan/kemampuan masyarakat untuk mengelola dan mengorganisasikan kepentingan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi anggotanya sehingga interaksi sosial sanggup berjalan secara lancar. Ketidakseimbangandiantara keduanya akan mendorong terjadinya kekuasaan hegemonikdimana negara sangat kuat dan masyarakat sangat lemah, sehingga tercipta contoh korelasi dominatif dan eksploitatif. Hal ini menjadikan negara bukan spesialuntuk campur tangan dalam urusan-urusan kenegaraan dan kemasyarakatan, tetapi juga intervensi atas seluruh tindakan masyarakat yang bekerjsama bukan dalam lingkup wewenangnya. Selain kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dan penetapan alternatif-alternatif bertindak, kekuasaan juga mengandung makna masukana pelaksanaan fungsi-fungsi dalam masyarakat dan atas nama masyarakat. Pelaksanaan fungsi-fungsi dalam masyarakat meliputi beberapa aspek pelaksanaan fungsi politik, pelaksanaan fungsi ekonomi, pelaksanaan fungsi sosial dan budaya, pelaksanaan fungsi aturan dan pemerintahan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi lainnya. Pelaksanaan fungsi itu bertujuan untuk memperlancar interaksi sosial dan penyelenggaraan kehidupan masyarakat.

E.            Hubungan Hukum dan Kekuasaan
          Pola korelasi aturan dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, aturan yakni kekuasaan itu sendiri, Menurut Lassalle, konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang spesialuntuk ialah “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang kasatmata dalam suatu negara” Pendapat Lassalle ini memandang konstitusi dari sudut kekuasaan. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan aturan yang tertuang dalam konstitusi suatu negara ialah deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-hubungan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara. melaluiataubersamaini demikian, aturan-aturan aturan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ialah deskripsi struktur kekuasaan ketatguagaraan Indonesia dan hubungan-hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara. Hakekat aturan dalam konteks kekuasaan berdasarkan Karl Olivercrona tak lain daripada “kekuatan yang terorganisasi”, aturan yakni “seperangkat aturan terkena penerapan kekuatan”, ia mengingatkan “kekerasan fisik atau pemaksaan” sebagai demikian sama sekali tidak tidak sama dari kekerasan yang dilakukan pencuri-pencuri dan pembunuh-pembunuh. Walaupun kekuasaan itu yakni hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum. Van Apeldronmengemukakan bahwa aturan yakni kekuasaan, akan tetapi ini berarti bahwa aturan tidak lain daripada kekuasaan belaka. Hukum yakni kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak tiruananya hukum. “Mightis not right” pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa ia berhak atas barang itu. Kedua, yakni bahwa aturan tidak sama dengan kekuasaan. Artinya aturan dan kekuasaan ialah dua hal yang terpisah, tapi ada korelasi yang erat diantara keduanya. Hubungan itu sanggup berupa korelasi dominatif dan korelasi resiprokal (timbal balik)
          Menurut Mahmud MD, korelasi kausalitas antara antara aturan dan politik atau wacana pertanyaan wacana apakah aturan yang mempengaruhi politik ataukah politik yang mempengaruhi aturan maka ada 3 macam menerangkannya. Pertama, aturan determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Kedua, politik determinan atas hukum, alasannya yakni aturan ialah hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling diberinteraksi dan bahkan saling bersaingan, Ketiga, politik dan aturan sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, alasannya yakni meskipun aturan ialah produk keputusan politik, tetapi begitu aturan ada maka tiruana aktivitas politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Mereka yang spesialuntuk memandang aturan dari sudut das sollen (keharusan) atau para idealis berpegang teguh pada pandangan, bahwa aturan harus ialah fatwa dalam segala tingkat korelasi antar anggota masyarakat termasuk dalam segala aktivitas politik. Sedangkan mereka yang memandang aturan dari sudut das sein (kenyataan) atau para penganut paham empiris melihat secara realistis, bahwa produk aturan sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam perbuatannya, tetapi juga dalam kenyataan-kenyataan empirisnya. Kegiatan legislatif (pembuatan UU) dalam kenyataannya memang lebih banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan dengan menjalankan pekerjaan aturan yang sesungguhnya, lebih-lebih kalau pekerjaan aturan itu dikaitkan dengan kasus prosedur. Tampak terperinci bahwa forum legislatif (yang tetapkan produk hukum).

F.            Fungsi Kekuasaan terhadap Hukum
Kekuasaan ialah masukana untuk membentuk hukum, khususnya pembentukan undang-undang (lawmaking). Kekuasaan untuk membentuk aturan dinamakan kekuasaan legislatif (legislatif power), yang ialah kekuasaan parlemen atau tubuh perwakilan. Kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan pembentuk undang-undang berasal dari pemikiran John Locke dan Montesquieu.
Dalam praktek ketatguagaraan di banyak sekali negara, terdapat konvergensi kekuasaan pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang tidak lagi menjadi monopoli parlemen, tapi kerjasama antara parlemen dan pemerintah. kekuasaan ialah alat untuk menegakkan hukum. Penegakan aturan yakni suatu proses mewujudkan keinginan-keinginan aturan menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan aturan yakni di sini tidak lain yakni pikiran-pikiran tubuh pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum. Kekuasaan ialah media untuk melaksanakan hukum. Adapun yang dimaksud dengan pelaksanaan aturan yakni upaya menjalankan (eksekusi) putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan aturan tetap. Putusan tubuh peradilan tidak akan banyak artinya bagi pengorganisasian kehidupan masyarakat kalau tidak dilaksanakan secara konsekwen dan konsisten. Otoritas hukuman ialah kewenangan kejaksaan dan pengadilan.

G.           Fungsi aturan terhadap Kekuasaan
Hukum yakni media untuk melegalisasi kekuasaan. Legalisasi aturan terhadap kekuasaan berarti tetapkan keabsahan kekuasaan dari segi yuridisnya. Setiap kekuasaan yang mempunyai landasan aturan secara formal mempunyai legalitas. Namun yang sering menjadi kasus yakni bila kekuasaan yang legal itu yakni kekuasaan yang sewenang-wenang, tidak patut, dan tidak adil. Hal itu bekerjsama ialah kasus legitimasi kekuasaan, yaitu pengakuan masyarakat terhadap keabsahan kekuasaan. Hukum yakni instrumen untuk mengatur kekuasaan. Hubungan-hubungan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara harus diatur sedemikian rupa supaya tidak menyebabkan kekacauan di antara kekuasaan-kekuasaan negara yang ada atau antara kekuasaan pejabat yang satu dengan kekuasaan pejabat yang lain. Adanya kekuasaan yang  paradoks bukan spesialuntuk akan menyebabkan ketidakjelasan wewenang dan pertanggungjawabanannya, tapi juga akan melahirkan ketidaksinkronan dan ketidakpastian hukum.Hukum yakni alat untuk membatasi kekuasaan.Pembatasan kekuasaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penumpukan atau sentralisasi kekuasaan pada satu tangan atau pada satu lembaga.

H.           Hukum dalam Mempengaruhi Kekuasaan
Kekuasaan tanpa suatu aturan maka akan mengkondisikan keadaan ibarat hal nya hutan rimba yang spesialuntuk berpihak kepada yang kuat dalam dimensi sosial. Disnilah aturan berperan dalam membentuk rambu-rambu cara bermain pihak-pihak yang berada di bundar kekuasan. Hal tersebut bisa dijumpai di konstitusi dimana konstitusi secara garis besar meliputi wacana bagaimana mengatur, membatasi dan menyelenggarakan kekuasaan dan mengatur wacana Hak Asasi Manusia. Peran aturan dalam mengatur kekuasaan berada dalam lingkup formil.
Kekuasaan yang diatur aturan ialah untuk kepentingan masyarakat luas biar masyarakat yang ialah objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan. Selain sebagai kepentingan masyarakat, aturan dalam mempengaruhi kekuasaan juga mempunyai kegunaan sebagai aturan bermain pihak-pihak yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan. Aturan tersebut mempunyai kegunaan sebagai cara main yangfairyang bisa mengkordinir tiruana pihak yang terlibat dalam kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidak spesialuntuk mengatur masyarakat tetapi juga mengatur pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan.

I.              Kekuasaan dalam Mempengaruhi Hukum
Eksistensi aturan tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat aturan menjadi mandul. Oleh alasannya yakni itu perlunya suatu kekuasaan yang melatarbelakangi hukum. Muncul pertanyaan bagaimana kekuasaan yang spesialuntuk dipegang oleh segelintir orang bisa dipercaya untuk mempengaruhi aturan yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Untuk menjawaban pertanyaan tersebut maka bisa didekati dengan metode konseptual bukan empiris alasannya yakni secara empiris kebanyakan aturan spesialuntuk dipakai untuk melegalkan kepentingan penguasa saja.
Secara konseptual, kekuasaan yang dimiliki oleh sebagian pihak berangkat dari rasa tidak nyaman masyarakat terhadap keadaan-keadaan yang dianggap bisa menggoyahkan kestabilan masyarakat. Hal ini sama saja baik dalam masyarakat yang liberal ataupun sosialis. Masyarakat tersebut sepakat untuk mempersembahkan mandat kepada sekelompok orang untuk berkuasa dan mempunyai kewenangan untuk mengatur mereka biar tetap tercipta kestabilan sosial. Kewenangan untuk mengatur masyarakat dari penguasa itulah terletak hukum.
Dalam perkembangannya tentu saja tidak sanggup dihindari bahwa setiap rezim penguasa mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut sanggup dilihat dari karakteristik aturan yang menjadi produk politiknya. Karakteristik aturan ternyata berjalan linier dengan karakteristik rezim kekuasaan yang melatarbelakangi hukum. Apabila kekuasaannya demokratis, maka produk hukumnya berkarakter responsif sedangkan apabila kekuasaannya  otoriter, maka produk hukumnya berkarakter konservatif atau ortodoks.
Namun ada perkiraan bahwa antara demokrasi dan diktatorial ambigu. Artinya tidak bisa dilihat secara tegas pembedanya. Bisa saja penguasa yang diktatorial di suatu negara berdalih bahwa karakterisitik produk aturan yang bersifat konservatif dipakai untuk melindungi masyarakat. Dalam hal ini demokratis yang dari, untuk dan oleh rakyat mengalami pengurangan kiprah spesialuntuk untuk rakyat sehingga rakyat sekedar menikmati hasil atau kemanfaatannya.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.           Kesimpulan
Dalam kehidupan masyarakat kekuasaan mempunyai arti penting bagi aturan alasannya yakni kekuasaan bukan spesialuntuk ialah instrumen pembentukan aturan (lawmaking), tapi juga instrumen penegakan aturan (lawenforcement). Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal (formal authority) yang mempersembahkan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau pihak dalam suatu bidang tertentu. Dalam hal demikian sanggup dikatakan, bahwa kekuasaan itu bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-ketentuan aturan yang mengatur pemdiberian wewenang. Mengingat bahwa aturan itu memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, aturan memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Tanpa kekuasaan, aturan itu tak lain akan ialah kaidah sosial yang mencakupkan ajuan belaka. Sebaliknya, aturan tidak sama dari kaidah sosial lainnya, yang juga mengenal bentuk-bentuk paksaan, dalam hal bahwa kekuasaan memaksa itu sendiri diatur oleh aturan baik terkena ruang lingkup maupun pelaksanaannya. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan oleh batas-batasnya oleh hukum.
Ada tiga bentuk manifestasi korelasi aturan dan kekuasaan dalam konteks ini:
Pertama, aturan tunduk kepada kekuasaan. Maksudnya, aturan bukan spesialuntuk menjadi subordinasi kekuasaan, tapi juga sering menjadi alat kekuasaan, dengan kata lain, kekuasaan mempunyai supremasi terhadap hukum. Oleh alasannya yakni itu, definisi aturan yang dikemukakan oleh para hebat menempatkan aturan berada dibawah kontrol kekuasaan
Kedua, kekuasaan tunduk kepada hukum. Artinya, kekuasaan berada dibawah aturan dan aturan yang memilih eksistensi kekuasaan. Dalam pikiran hukum, tunduknya kekuasaan kepada aturan ialah konsep dasar dalam penyelenggaraan ketatguagaraan. Konsep itu dirumuskan dalam terminology supremasi aturan (supreme of law)
Ketiga, ada korelasi timbal balik (simbiotik) antara aturan dan kekuasaan. Dalam hal ini korelasi aturan dan kekuasaan tidak bersifat dominativedimana yang satu mayoritas atau menjadi faktor determinan terhadap yang lain, tapi korelasi imbas mempengaruhi yang bersifat fungsional, artinya korelasi itu dilihat dari sudut fungsi-fungsi tertentu dan sanggup dijalankan di antara keduanya. Demikian, kekuasaan mempunyai fungsi terhadap hukum, dan sebaliknya aturan mempunyai fungsi terhadap kekuasaan.
B.            Saran
Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan yakni mana yang menjadi hal yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang dipengaruhi. Antara aturan dan kekuasaan saling besar lengan berkuasa satu sama lain atau bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi aturan yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH. 2010. Filsafat Hukum.  Bandung. PT RefikaAditama.
http://behttp://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-dan-ciri-ciri-hukum.
http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2179588-pengertian-kekuasaan.

Posting Komentar untuk "Hubungan Aturan Dan Kekuasaan"