Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadits Dhaif


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadits yaitu perkataan nabi yang diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang, kemudian spesialuntuk mereka saja yang mengetahuinya dan tidak menjadi pegangan atau amalan umum. Para hebat hadits membagi hadits menjadi banyak belahan dengan istilah yang tidak sama-beda. Namun, tiruana itu tujuannya pada pokoknya kembali kepada tiga objek pembahasan, yaitu dari segi matan, sanad, serta matan dan sanad-sanad secara bersama-sama. Dan kebanyakan mereka mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan menjadi tiga kategori yaitu shahih, hasan, dan dhaif.
Dalam makalah ini saya akan mengulas lebih dalam dari salah satu kategori hadits diatas yaitu hadits dhaif. Makara untuk lebih jelasnya wacana hadits dhaif secara keseluruhan akan dibahas dalam belahan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari hadits dhaif?
2.       Sebutkan kriteria dari hadits dhaif tersebut?
3.      Jelaskan macam-macam dari hadits dhaif?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian hadits dhaif
Kata dha’if berdasarkan bahasa berasal dari kata dhuifun yang berarti lemah lawan dari kata qawiy yang berarti kuat. Sedangkan dhaif berarti hadits yang tidak memenuhi hadits hasan.  Hadits dhaif disebut juga hadits mardud (ditolak). misal hadits dhaif ialah hadits yang berbunyi:
اِنَ النَبِيَ صلى الله علىه  وسلم تَوَ ضَأَ وَمَسَحَ عَلىَ الْجَوْرَ بَيْنِ
Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW wudhu dan dia mengudap kedua kaos kakinya”.
Hadits tersebut dikatakan dhaif lantaran diriwayatkan dari Abu Qais al-Audi. Seorang perawi yang masih dipersoalkan.[1]
B.     Kriteria hadits dhaif
Para ulama mempersembahkan batasan bagi hadits dhaif yaitu:
اَلْحَدِيْثُ الضَعِيْفِ هُوَ الْحَدِيْثُ الَذِىْ لَمْ يُجْمَعْ صِفَا تُ الْحَدِ يْثِ الصَحِيْحِ وَلاَ صَفَا تِ الْحَدِ يْثِ
Artinya: “Hadits dhaif yaitu hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat shahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Kriteria hadits dhaif yaitu hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits shahih dan hasan. melaluiataubersamaini demikian, hadits dhaif itu bukan tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits-hadits hasan. Para hadits dhaif terdapat hal-hal yang mengakibatkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
Kehati-hatian dari para hebat hadits dalam mendapatkan hadits sehingga mereka mengakibatkan tidak adanya petunjuk keaslian hadits itu sebagai ganjal an yang cukup untuk menolak hadits dan menghukuminya sebagai hadits dhaif. Padahal tidak adanya petunjuk atas keaslian hadits itu bukan suatu bukti yang niscaya atas adanya kesalahan atau kedustaan dalam periwayatan hadits, menyerupai kedhaifan hadits yang disebabkan rendahnya daya hafal rawinya atau kesalahan yang dilakukan dalam meriwayatkan suatu hadits. Padahal bergotong-royong ia jujur dan sanggup dipercaya. Hal ini tidak memastikan bahwa rawi itu salah pula dalam meriwayatkan hadits yang dimaksud, bahkan mungkin sekali ia benar. Akan tetapi, lantaran ada kekhawatiran yang cukup besar lengan berkuasa terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadits yang dimaksud, maka mereka menetapkan untuk menolaknya.
Demikian pula kedhaifan suatu hadits lantaran tidak bersambungnya sanad. Hadits yang demikian dihukumi dhaif lantaran identitas rawi yang tidak tercantum itu tidak diketahui sehingga boleh jadi ia yaitu rawi yang dhaif. Seandainya ia rawi yang dhaif, maka boleh jadi ia melaksanakan kesalahan dalam meriwayatkannya. Oleh lantaran itu, para muhadditsin mengakibatkan kemungkinan yang timbul dari suatu kemungkinan itu sebagai suatu pertimbangan dan menganggapnya sebagai penghalang sanggup diterimanya suatu hadits. Hal ini ialah puncak kehati-hatian yang kritis dan ilmiah.
C.    Macam-macam hadits dhaif
Secara garis besar yang mengakibatkan suatu hadits digolongkan menjadi hadits dhaif dikarenakan dua hal, yaitu gugurnya rawi dalam sanadnya dan ada cacat pada rawi atau matan.
Hadits dhaif lantaran gugurnya rawi yaitu tidak adanya satu, dua atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam sanad, baik para pemulaan sanad, pertengahan ataupun akhirnya.
1.      Hadits mursal
Hadits mursal, berdasarkan bahasa berarti hadits yang terlepas, para ulama mempersembahkan batasan hadits mursal yaitu hadits yang gugur rawinya diakhir sanad, yang dimaksud dengan rawi diakhir sanad yaitu rawi pada tingkatan sobat dekat. Jadi, hadits mursal yaitu hadits yang dalam sanadnya tidak sebut sobat bersahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya mendapatkan pribadi dari Rasulullah.
misal hadits mursal:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م : بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَا فِقِيْنَ شُهُوْدُ الْعِشَاءِ وَالْصُبْحِ لَاَ يْسْتَطِيْعُوْنَ.
Artinya:”Rasulullah bersabda: “Antara kita dengan kaum munafik, ada batasan yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR. Malik).
Hadits tersebut diriwayatkan Imam Malik dari Abdurrahman dai Haudalah, dari Said bin Mutsayyab. Siapa sobat bersahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin Mutsayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad diatas.
Kebanyakan ulama memandang hadits mursal sebagai hadits dhaif dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hambal sanggup mendapatkan hadits mursal menjadi hujjah bin rawinya adil.
2.      Hadits munqati
Menurut bahasa, hadits munqati berarti hadits yang terputus. Para ulama memdiberi jawaban munqati’ yaitu hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa diberienteng menjelang simpulan sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya yaitu sobat bersahabat nabi, maka rawi menjelang simpulan sanad yaitu tabi’in, jadi hadits munqati’ bukanlah rawi ditingkat sobat bersahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.
misal hadits munqati:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م اذَا دَخَلَ الْمَسْجِدِ قَالَ: بسْمِ اللهِ والسْلاَمُ عَلى رَسُوْلِ الله اللَهُمَ اغْفِرْ لِى ذُ نُو بِى وَافْتَحْ لِى اَبْوَابَ رْ حْ لىِ ابْوَا بَ رَحْمَتِكَ (رواة ابن ماجه)
Artinya: “Rasulullah SAW. Bila masuk ke dalam mesjid, membaca : melaluiataubersamaini nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah: Ya Allah, Ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu.” (HR. Ibnu Majah).
3.      Hadits mudal
Menurut bahasa, hadits mudal berarti hadits yang susah dipahami. Para ulama member batasan hadits mudal yaitu yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara diberienteng dalam sanadnya. misalnya: Hadits mudal yaitu hadits Imam Malik, hak hamba dalam kitab al-Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata:”Telah hingga kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
 لِلْمُلُوْ كِ اطَعَا مُهُ وَكِسْوَ تُهُ بِا لْمَعْرُوْفِ. (رواة ما لك)
Artinya: “Budak itu harus didiberi masakan dan pakaian secara baik.” (HR. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang diberienteng antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam Malik diluar kitab al-Muwata’. Malik meriwayatkan hadits yang sama, yaitu ”Dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah”. Dua rawi yang secara diberienteng yaitu Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
4.      Hadits muallaq
Hadits muallaq berdasarkan bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq yaitu hadits yang gugur satu rawi atau lebih dipertama sanad. Juga termasuk hadits muallaq, jikalau tiruana rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
misal hadits muallaq:
Bukhari berkata, kata Malik,, dari Zuhri, dari bubuk Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ تَفَا ضَلُوْا بَيْنَ لَا نَبِيَاءِ. (رواة الجا رى)
Artinya: “Janganlah engkau lebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari).[2]




BAB III
PENUTUP

A.     Simpulan
Hadits dhaif yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat/ kriteria hadits shahih atau hasan. Pada hadits dhaif banyak dugaan bahwa hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah, disebabkan ada ketaknormalan pada perawi , pada meriwayatkan hadits tersebut. Tetapi bukan berarti hadits tersebut tidak benar. Karena para ulama hebat hadits tidak sembarangan dalam menetapkan keshahihan suatu hadits. INI bukti ketelitian para ulama hebat hadits dalam mengambil hadits tersebut dari para perawi.

B.     Saran
Dalam memahami makalah yang sangat jauh kesempurnaan ini yang Alhamdulillah sudah selesai saya susun, gampang-gampangan bias mempersembahkan sedikit pengetahuan wacana hadits dhaif. Untuk perbaikan makalah saya ini supaya kiranya para pembacanya sanggup mempersembahkan koreksi terhadap makalah yang sangat sedrhana ini.




DAFTAR PUSTAKA


·         Prof. Dr. Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ulumul Hadits, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
·         Prof. Dr. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.    



[1] Prof. Dr. Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. 1, h. 63-64.
[2] Prof. Dr. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), cet. II, h. 147-151.            

Posting Komentar untuk "Hadits Dhaif"