Cara Inovasi Hukum
Larangan bagi hakim menolak perkara ini diatur juga dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, hasil temuan itu akan menjadi aturan apabila diikuti oleh hakim diberikutnya atau dengan kata lain menjadi yurisprudensi. Penemuan aturan ini sanggup dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai aturan yang berkembang dalam masyarakat (Buku Panduan pinjaman Hukum, hal. 7).
Selain itu, dalam buku Panduan pinjaman Hukum (hal. 7), terkena cara inovasi hukum disebutkan sanggup dilakukan dengan dua metode (menurut Sudikno), yakni:
a. Interpretasi atau penafsiran, ialah metode inovasi aturan yang memdiberi klarifikasi yang gamblang terkena teks undang-undang semoga ruang lingkup kaedah sanggup diputuskan sehubungan dengan insiden tertentu. Metode interpretasi ini ialah masukana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi ialah metode inovasi aturan dalam hal peraturannya ada tetapi tidak terang untuk sanggup diterapkan pada peristiwanya.
Interpretasi atau penafsiran ini sanggup dilakukan dengan beberapa metode, yaitu secara:
1) Gramatikal, yaitu penafsiran berdasarkan bahasa sehari-hari.
2) Historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah hukum.
3) Sistimatis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bab dari keseluruhan sistem perundang-undangan.
4) Teleologis, yaitu penafsiran berdasarkan makna/tujuan kemasyarakatan.
5) Perbandingan hukum, yaitu penafsiran dengan cara membandingkan dengan kaedah aturan di daerah laen.
6) Futuristis, yaitu penafsiran antisipatif yang berpedoman pada undang-undang yang belum memiliki kekuatan hukum.
b. Konstruksi hukum, sanggup dipakai hakim sebagai metode inovasi aturan apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur secara secara khusus terkena insiden yang terjadi.
Konstruksi aturan ini sanggup dilakukan dengan memakai logika berpikir secara:
1) Argumentum per analogiam atau sering disebut analogi. Pada analogi, insiden yang tidak sama namun serupa, sejenis atau seakan-akan yang diatur dalam undang-undang diperlakukan sama.
2) Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap insiden atau korelasi aturan yang khusus dengan klarifikasi atau konstruksi dengan memdiberi ciri-ciri.
3) Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau menunjukan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara insiden konkrit yang dihadapi dan insiden yang diatur dalam undang-undang.
Jadi, dari uraian di atas, kami simpulkan bahwa hakim sanggup melaksanakan pembentukan/penemuan aturan saat hukumnya tidak lengkap atau tidak terang untuk memutus suatu perkara dengan cara-cara sebagaimana sudah kami paparkan di atas.
Posting Komentar untuk "Cara Inovasi Hukum"